“Who Seek the Seekers?” Series
Translated
By Admin
Ini adalah bagian keenam
dari cerita ‘Who
Seek the Seekers?’
.
“Symphony
Of Hate and Rage”
Aku akhirnya menemukannya! Jack Blank, buruanku yang benar-benar
sangat sulit dipahami. Sungguh, aku akan membuat diriku sendiri kesal jika aku
adalah orang normal. Mereka tidak berbohong tentang cara keparat itu bergerak.
Maksudku, aku bisa dengan mudah mengikuti gerakannya, dia tidak bergerak
terlalu cepat sampai membuatku kewalahan, tapi dia tetaplah seorang bajingan
yang cepat.
Tentu, walaupun sudah menemukannya, aku tidak ingin terburu-buru melakukan sesuatu yang tidak kuketahui, jadi aku memutuskan untuk... well, membuntutinya.
Kami sedang berada di jalan
kota ketika bajing$n itu akhirnya berbelok ke sebuah gang, dan, yah, aku
benar-benar tidak bisa menolaknya.
Aku tidak tahu bagaimana
caranya, tapi aku sempat tidak bisa melihatnya... dia menghilang begitu saja,
kurasa. Aku tidak tahu, tapi kupikir dia tidak mungkin kabur, jadi aku pergi ke
gang yang gelap ini. Ya, aku tahu, aku tidak terlalu pintar, tapi, hei, aku
melihat “target utamaku”, dan sialnya, aku bermaksud melakukan apa yang perlu
dilakukan.
Didalam gang itu, dia hanya
berhenti dan memunggungiku. Aku bahkan tidak punya waktu untuk mengayunkan Goddamned Good Sword, karena dia dengan
cepat sudah berbalik dan mencoba menyerang.
Aku munudur, dan sekarang
aku bisa melihatnya dengan jelas. Fu$k, wajah si bedebah ini jelek sekali. Maksudku,
dia benar-benar seperti mayat.
“Membuntuti orang
lain adalah kebiasaan yang buruk, kau tau?” ujarnya.
Jujur, aku pernah mendengar beberapa
Holder berbicara sebelumnya tapi sial! Suara orang ini benar-benar sangat
mengintimidasi. Faktanya, intonasinya membuatku kembali mengingat hari dimana karirku
sebagai Seeker berakhir, walaupun level intimidasi orang ini masih dibawah si Malaikat
Lemari Jam. Tsk, hari kelam yang tidak
mau aku ingat lagi.
Melirik pedangku sebentar,
bajingan tua ini kemudian menarik pedangnya sendiri dari dalam jasnya. tu
adalah pedang tua, tergores dan penyok, jenis pedang yang biasa kau lihat di
museum.
“Aku sudah mendengar
tentangmu. Seorang pendekar main hakim sendiri yang mencoba menyucikan obyek
dan Seeker dengan pembantaian. Kau mungkin tidak tau, tapi mereka yang selamat
menyebutmu dengan Kesatria Hama.”
Oke, aku tidak menyukai pria
ini sebelumnya. Tapi tak seorang pun, dan maksudku, TAK SEORANGPUN kuizinkan
untuk menyebutku hama. Kalian tau, ‘legenda-legenda’ diluar sana selalu
memiliki nama yang keren, ingat Legion? atau The Hunter? Atau yang lainnya? Kenapa
aku, yang melakukan penyucian untuk membasmi kejahatan malah dijuluki hama?
Jadi, tentu saja, aku
memenggal kepalanya. Atau, lebih tepatnya, mencoba melakukannya. Dia jelas lebih
lemah dariku, dan perbedaan kekuatannya sangat mencolok, tapi, 'kau tahu, aku
tidak pernah benar-benar berlatih menggunakan pedang. Aku hanya ‘memotong
sesuatu dan mereka mati’. Itu selalu mudah, karena memang aku diberkati
kekuatan ilahi.
Sayang, bajing$n ini
berbeda. Dia tahu apa yang dia lakukan. Dia bisa berpedang. Hal itu terbukti
ketika dia berhasil memasukkan ujung pedangnya ke bawah milikku dan
membiarkannya melenceng, beberapa inci dari lehernya yang terkutuk itu.
Tapi, meski begitu, aku kira
kau bisa menyebutnya sebagai pertandingan yang seimbang. Dia tetap tidak bisa
menghalangi ayunanku, karena, kau tahu, aku lebih kuat dari apa pun.
Tentu ini masih fun and games, karena aku masih berada
diatasnya. Apa pun yang dia coba, aku akan selalu lebih dari cukup cepat untuk mengayunkan
pedangku tepat pada waktunya. Itu berlangsung sangat lama, dan keparat itu
mengejekku tanpa henti disetiap pedang kami beradu.
Hingga pada akhirnya, aku
disadarkan bahwa kekuatan saja tidak cukup untuk mengalahkan tekhnik.
Pedangnya berhasil menembus
bagian belakang pedangku dan melewati sarung tanganku. Dia berhasil menusuk
punggung tanganku dengan sangat baik. Lucunya, itu tidak sakit sama sekali. walaupun,
kurasa, aku kehilangan semua tendon di tanganku, dan yah, ini adalah sesuatu yang
tidak begitu bagus dalam pertarungan pedang.
Tidak ada darah atau apa
pun, dan, begitu pedangnya tercabut dari tanganku, lukaku menutup kembali—previlege kekuatan suci haha.
Ngomong-ngomong, pedangku
ada di tanah dan si Bajingan ini hanya menatapku dengan... mata itu. Ya,
beberapa detik berikutnya agak menyebalkan, karena dia kemudian membuat sekitar
lima puluh lubang di tubuhku. Tapi, seperti yang kubilang tadi, semuanya
langsung menutup dan seperti serangan tidak pernah terjadi—mungkin, cara agar
aku mati adalah dengan menusukku dengan pedang besar yang hampir membuatku
terbelah menjadi dua, seperti yang dilakukan oleh Warrior-King beberapa waktu
lalu, namun tentu saja, aku tidak akan membocorkan informasi itu kepada si abu-abu ini. Hah, persetan, bahkan jika aku mati, aku akan tetap respawn di gereja terdekat.
Aku hanya akan diam dan
membiarkannya terus menusuk. Toh, aku juga tidak bisa bergerak. Setiap aku
mencoba menggerakan otot, dia selalu menusuk pusat otot itu agar aku tetap
terbaring di tanah.
Dia terus melakukannya sebelum
temponya kemudian melambat, dan, yah, dia tampak agak... bingung...
Setelah beberapa saat
menyerang tanpa hasil, dia kemudian meneriakkan sesuatu dan berjalan ke arah
pedangku. Dia kemudian mencoba menganalisanya.
Ah! aku tahu, yap, dia pasti
ingin menghancurkannya, tapi lebih dari itu, kalian seharusnya melihat
kebencian di wajahnya, biar kuberitahu ya pria itu memang kuperhatian selalu
cengar-cengir secara aneh, tapi sekarang, dia terlihat berteriak, sebelum
kemudian merapal sesuatu dalam bahasa asing, seperti bahasa Latin atau bahasa
apalah kepada pedangku itu.
Saat tangan abu-abunya
mencoba menyentuh Goddamned Good Sword,
aku melihat cahaya terpancar dari pedang itu. Aku tau cahaya itu dimanapun. Itu
adalah cahaya dari si malaikat lemari jam.
Detik berikutnya, betapa
roda telah berputar. Cahaya itu memberiku waktu untuk bangkit sementara dia,
nampak tersungkur kesakitan.
.
Si ngent$t itu nampak tergeletak
di tanah, berteriak sekuat tenaga. Aku berdiri kemudian, dan mengambil
pedangku. Sekarang giliranku, kau tahu.
Hanya saja, aku berani bertaruh bahwa yang diperlukan untuk membunuhnya
hanyalah satu pukulan telak ,
Aku baru saja akan menguji
ide itu, sebelum dia melihat ke arahku. Anggap saja hal itu memecahkan misteri
apa yang dilakukan cahaya kepadanya. Pandangannya nampak kosong, dan dia benar-benar
sudah terlihat tidak berdaya.
Aku diam sejenak, menimbang
apakah aku harus menusuknya di kepala atau di jantung. Jantung adalah target
yang pasti, tapi wajah itu... benar-benar menyebalkan.
Sayang, diamku itu adalah blunder.
Aku tidak tahu bagaimana
kesadarannya bisa kembali begitu cepat. Tidak sampai beberapa detik, dan dia
sudah bergerak. Itu adalah counter attack
yang sangat cepat, aku bahkan tidak menyadari bagaimana dia sekarang berada
diatas dan aku yang terkunci pergerakannya.
Aku yang tidak bisa
bergerak, kemudian hanya bisa menerima amarahnya. Dia mencabik, mencakar, dan
mencabut mata kananku. Keparat ini tertawa sepanjang waktu.
Kemudian, dia melemparku ke
tembok. Dia berdiri sementara masih memegang mata kananku. Kejadian
selanjutnya, adalah hal yang aku sendiri tidak tau apa.
Dia mencabut matanya sendiri
dan memasukan mataku ke dalam rongganya. Kemudian, kulihat mataku itu mulai
kehilangan warnanya dan berubah menjadi abu-abu.
Fu$k.
Kau boleh memanggilku ayam
penakut, atau apa pun yang kau mau, tapi setelahnya, aku benar-benar lari. Aku
berlari sangat jauh.
Pada saat aku berhenti
berlari, aku benar-benar sudah berada di kota lain.
.
.
Oke, itu mungkin
kekalahanku. Tapi aku belum akan menyerah. Kupikir, dengan rencana yang lebih
matang, aku yakin aku bisa mengalahkannya.
Hasil dari pertarungan itu,
mataku yang hilang tidak kembali.
Meskipun begitu, aku bersumpah
akan memburunya lagi. Kali ini, dengan persiapan yang lebih matang. Mungkin langkah
pertamaku adalah menemukan Dojo dan benar-benar berlatih tekhnik berpedang.
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "'Who Seek The Seekers?' Chapter 6 : Symphony of Hate and Rage"
Post a Comment