Diambil dari theholders.org
Ini adalah bagian ketujuh
dari serial ‘Ieunitas, Infectus, Talius’
.
“Imortalis.”
.
Kejutan dari dampaknya menjalar ke lenganku. Legion berteriak. Itu bukan auman amarahnya, tapi jeritan kesakitan. Perasaan damai yang tidak wajar, perasaan yang berbeda dari perasaan lainnya, menyelimutiku. Mataku terpejam saat aku membiarkannya membasuh diriku, dan tubuhku menjadi rileks saat balas dendamku terpuaskan setelah penantian panjang selama berabad-abad.
.
“Legion!”
Aku menoleh dan melihat tiga
sosok sedang memperhatikan. Aku melihat Balance, The Hollow Man, dan seseorang yang tidak aku kenali.
Kemarahan mendidih dalam
diriku ketika para penyusup ini mengganggu pembenaranku. Aku menoleh kesekitar,
dan bahkan tidak sadar ketika kulihat Pessum Ire dan Eddo Edi Essum juga sudah
ada di dalam ruangan.
Tiga orang dari kubu mereka,
dan tiga orang dari kubu kami, bertatapan selama beberapa saat. Aku sadar,
ketika para penyusup itu berbisik-bisik, mereka pasti tengah merencanakan
sesuatu.
Kemudian, aku melihat The Hollow Man menyerbu Pessum Ire dan
Essum. Ini pemakamannya. Aku mendengus, dasar bodoh.
Disisi lain, Balance dan si
lelaki tidak kukenal tiba-tiba mendekat dengan semacam sihir teleportasi. Aku
tau, bahwa mereka hendak mendekati mayat Legion. Itulah kenapa, aku memutuskan
untuk mencegat mereka dan langsung mengayunkan pedangku, berharap menebas
mereka berdua seketika.
Aku tersenyum. Balance bodoh.
Kau masuk langsung ke area tebasanku.
Aku yakin.100 persen yakin, bahwa itu adalah kematian The Balance.
Sayang, aku lupa bahwa dia
adalah eksistensi diatas Holder itu sendiri.
Klang!
Tebasanku ditangkis oleh
sebuah pedang yang tiba-tiba dikeluarkannya.
“Ap—?”
Perlu beberapa detik sampai
aku menyadari kenapa tebasanku bisa dihalangi. Ketika aku menyadarinya, darahku
langsung mendidih, dan aku bisa merasakan Pedang Raja Hitam mengeluarkan aura
seakan dia menggila.
Itu, yang dipegang The
Balance, tidak lain dan tidak bukan, adalah Pedang
Raja Putih. Kau mungkin tidak akan bisa membayangkan perasaannya;
Perasaan ketika pedangku menggila dan panas ber api-api mulai menguap. Dia
kenal musuh bebuyutannya dan perasaan itu dia tularkan kepadaku.
Baik Pedang Raja Hitam dan
aku, kita berdua sama-sama tau kalau pertemuan kedua pedang ini adalah sesuatu
yang ditakdirkan.
“Benar juga! Benar juga!!
Memang harus seperti ini! Memang sudah tertulis diantara bintang-bintang bahwa
Pedang Raja Hitam, harus melawan Pedang Raja Putih!!” ujarku.
Kemudian, kami bertarung.
.
Kami beradu, pedang melawan
pedang. Aku tidak mengerti, kenapa Pedang Raja Hitam menolak mengeluarkan aura
mematikan ketika aku menebaskan pedangku kepada Balance.
Aku tersentak, ketika
Balance benar-benar mampu menekanku dengan sebegitu sengitnya.
‘k-keparat
ini’
aku membatin. Itu kutujukan tidak hanya kepada The Balance, tetapi juga kepada
Pedang Raja Hitam. Pedang ini, dengan segenap kesombongannya yang tinggi,
menolak untuk menurutiku dalam melancarkan serangan mematikan. Ini seperti, dia
memaksa aku dan Balance untuk berada di power
level yang sama.
Aku tidak tau kenapa,
padahal beberapa waktu lalu, aku sempat yakin Pedang Raja Hitam telah
mengeluarkan aura super kuat yang kukira, akan disusul dengan ledakan kekuatan
yang dahsyat. Namun nyatanya tidak.
‘fu$k’ aku
mengumpat dalam hati, ketika Pedang sialan ini tidak mau menuruti kehendakku.
Lebih parah, ketika aku melihat Pessum Ire, benar-benar tidak bisa menandingi
The Hollow Man..
Kemudian, karena salah
langkah, kulihat Balance menggunakan kesempatan itu untuk menarik temanya dan
mendekatkannya ke Legion.
Entah apa yang dia lakukan,
namun, orang yang seharusnya sudah menjadi mayat itu, tiba-tiba kembali
mendapatkan kekuatannya dan sembuh.
!?!
Aku mundur, untuk melihat
Legion mengejang, berguling dan bangkit kembali.
“Tidak!” aku berteriak.
Legion mengaum, dia menerima
Pedang Raja Putih dari Balance dan langsung menyerangku.
“Tidak, tidak, tidak, tidak,
tidak, tidak!” Legion menjatuhkanku ke tanah. Tinjunya menghantam wajahku, satu
demi satu. Aku mendengarnya menjerit marah padaku saat dia memukul wajahku
berulang kali. Memanggil sisa kekuatanku, aku menendangnya menjauh dariku.
Aku sempat melayangkan
sayatan di pipinya, namun kulihat pipi itu sembuh kembali. Aku tertegun. Legion
terbang mundur agak jauh sebelum berhenti. Dia mengaum lagi, dan kembali
bangkit.
.
Sebelum dia sempat
menyerangku lagi, Edo Edi Essum berbalik ke arahnya. Legion menjerit dan jatuh
berlutut, hidung dan telinganya berdarah. Dengan Legion yang tidak berdaya
untuk sementara waktu, aku mengalihkan perhatianku ke Balance.
‘O-Orang
ini. Dia telah mengacaukan segalanya!’ batinku.
Aku kemudian mengangkat
Pedang Raja Hitam tinggi, dan kali ini Pedang itu merespon. Kemudian, satu
tebasan di udara, dan aura hitam berbentuk sayatan melayang ke arah Balance.
Sayang, yang bisa aku kenai
hanya jubahnya, karena dia menghindar dengan cepat. Tsk, pengguna sihir benar-benar merepotkan.
"Begitukah? Susah-susah
kau mencoba membunuh Legion, dan kini
Edo Edi Essum yang akan mengakhiri Legion untukmu? Benar-benar payah!”
kudengar Balance mengejekku.
Aku menoleh kepada Eddo Edi
Essum yang nampaknya tidak mencoba menghabisi Legion sama sekali. Entah dia
tidak bisa, tidak mau, atau dia sedang menganalisa apakah keabadian Legion yang
telah kembali.
Yah, aku yakin keabadian itu
telah kembali,
Kulirik Pessum Ire, dan dia
sudah benar-benar terkapar, dikalahkan oleh The
Hollow Man. Entah dia sudah mati atau belum.
Ah,
semuanya menjadi kacau balau. Legion sudah kembali abadi dan semua usahaku
sia-sia. Dengan kami yang kekurangan orang dan Balance yang ada disini, usaha
ini mustahil untuk dilanjutkan.
Aku tertawa pelan. Bukan
kepada orang lain, tapi kepada diriku yang terlalu lama bermain-main. Menyesali
fakta bahwa aku tidak membunuh Legion sedari tadi.
Aku mengangguk pelan pada
Edo Edi Essum. Mengisyaratkan untuk mundur, dan dia tau apa yang harus
dilakukan.
.
.
.
Kilatan cahaya mengerikan
menyelimuti kami berdua. Aku bisa mendengar musuh-musuh kami berteriak kaget
saat Essum dan aku melarikan diri. Sekilas terlintas dalam benakku bahwa kami telah
meninggalkan Pessum Ire. Namun ketika aku sadar, aku sudah tidak peduli lagi.
Rasa sakit yang membakar menyelimutiku saat aku diteleportasi kembali ke Void.
Dipenuhi penyesalan, sekali
lagi aku melayang melewati Kekosongan. Essum melayang diam-diam di sampingku
saat aku tanpa sadar mempelajari Pedang Raja Hitam. Aku telah menang, aku berpikir dalam
hati, aku telah
menang. Aku telah mengalahkan Legion. Aku, Infectos Essun, telah mengalahkan
makhluk terkuat di planet ini. Dan kemudian, semuanya diambil dariku. Diambil
oleh si brengsek yang ikut campur itu. Balance!
“Apakah
kau menyesal?”
Kata-kata Essum
mengejutkanku. Bahkan dari mendengar suaranya, keberadaanku sendiri tergunjang.
Aku mengejang kesakitan saat suara itu mencapai telingaku. Aku merasakan setiap
sensasinya merayapi kulitku, merasakan suaranya seperti darah kotor di lidahku.
“Ya.” Balasku.
“Apakah kau ingin kekuatan lebih?”
“Ya!”
“Aku
bisa memberikannya. Aku bisa memberimu kekuatan, untuk memusnahkan Balance dan
Legion.” tawar Essum.
“Oh ya. Bagaimana caranya?”
“..
Kau harus bersumpah setia kepadaku.”
Mendengar itu, aku langsung
merinding. Aku bahkan tidak tau kalau aku masih bisa merinding. Kemudian,
sensasi membunuh yang sangat luar biasa, bisa kurasakan dari diri Essum. Aku
menjaga jarak. Bahkan aku, sang Penguasa Void, masih bisa terkisap ketika merasakan
sensasi itu.
“Jangan main-main Essum!
Kita masih punya aliansi ya—ARRRGGGHHH!!!”
Sumpah
setia.
Kata-kata itu berputar-putar
di dalam kepalaku. Aku merasa seolah-olah pikiranku terkoyak. Semacam kekuatan
yang mengekang mengalir di sekitarku. Ini lebih berat, lebih intens dari apapun
yang pernah aku rasakan sebelumnya. Aku merasakan tulang-tulangku retak karena
beban itu. Aku bisa merasakan tubuhku hancur, lemas.
“Y-Ya.” aku terkesiap. Entah
kenapa, aku kemudian menyetujui tawarannya. “A-Aku... menginginkan kekuasaan. Aku ingin balas dendam. Aku
ingin menghancurkan semua orang yang menghalangi jalanku. Edo Edi Essum, aku
bersumpah... kesetiaanku padamu. Hidupku... adalah milikmu.”
“Bagus.”
“...”
“Sekarang
sebutkan namamu.”
Namaku?
Aku harus memberitahukan namaku pada Edo Edi Essum. Siapa namaku? Aku
memikirkan hal itu dalam pikiranku yang lemah. Aku tidak dapat memikirkannya.
Yang aku rasakan hanyalah rasa sakit dan kelelahan. Teror mencengkeramku. Aku
harus mengingat namaku! Aku harus memberitahukan namaku kepada Edo Edi Essum! Aku
harus!
Tiba-tiba perasaan damai
menyelimutiku. Aku ingat namaku. Itu selalu menjadi namaku, meski aku tidak
pernah mengetahuinya. Aku merasa bodoh karena tidak pernah menyadarinya.
“Namaku... Edo
Infectus."
“Ya.
Ucapkan lagi.”
“Namaku.. Edo Infectus!”
Namaku...
Nama...?
Na....
N...
n..
.
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "Ieunitas, Infectus, Talius #7 : Immortalis"
Post a Comment