Diambil
dari theholders.org
Ini adalah bagian keenam
dari serial ‘Ieunitas, Infectus, Talius’
Catatan
Admin : kalimat berwarna biru adalah kilas balik /
Flashback.
.
“Talius.”
.
Klang!
Klang! Klang!
Pedang kami berbenturan
berkali-kali, masing-masing serangan bergema di dalam benteng. Kesunyian tidak
menetap, karena segera digantikan oleh dentang berikutnya.
Kekuatan pedang kami yang bertabrakan, menyebabkan pecahan kecil kristal terlepas dari tanah, dan pecahan yang sangat tajam terbang dan menggores bahuku.
Ini adalah satu-satunya luka
yang kualami dalam pertempuran ini. Disisi lain, Legion tidak seberuntung itu.
Darah mengalir di sungai kecil dari sudut mulutnya, tempat aku mendaratkan
tendangan ke wajahnya. Salah satu pipinya memiliki luka yang dalam.
Baju Zirahnya, adalah hal
yang mencegah serangan fatal menghapusnya dari pertempuran ini. Aku tau, walau
dia tidak bisa menggunakan obyek-obyeknya, beberapa masih mematuhi hukum eksistensi dasar. Seperti baju besi, yang normalnya bisa menghalau serangan fatal untuk
melukai penggunanya.
Dia terengah-engah,
menyerang dengan cepat dan ganas dengan harapan bisa membuatku lengah. Aku
perlu akui, bahkan tanpa kekuatan ‘pusaka’ apapun, dia tetap tangguh hanya
bermodal tekhnik dan fisiknya. Mungkin karena pengalaman yang telah dia tumpuk
selama beribu tahun, atau dia memang secara naluri terus melatih kemampuan
berpedangnya setiap hari.
Saat aku menangkis
serangannya, aku merasakan kenangan muncul dalam diriku. Pikiranku tertuju pada
waktu itu, berabad-abad yang lalu, ketika aku bertarung dengan Legion untuk
pertama kalinya.
.
Kami bertarung dengan kejam dan keras. Aku
menggenggam tombak di tanganku
seolah-olah hanya itu yang kucintai di dunia. Orang yang akan menjadi Legion
itu, menusuk tulang rusukku. Aku bergerak untuk menyingkir, tapi aku terlalu
lambat. Bilahnya membuat sayatan rapi di lengan atasku.
Aku mencoba menggunakan ujung tombakku
untuk menyerang wajahnya, tapi dia menangkisnya dengan lengan bawahnya.
Seharusnya tidak ada manusia yang bisa melakukan ini, tapi aku tahu rahasianya. The Hollow Man telah memperkuatnya, membuatnya lebih kuat. Tombaknya mendekati
wajahku. Aku menolaknya dengan milikku. Tendangan Legion mendarat tepat di
tulang dadaku.
.
.
Legion menghindari pedangku
dengan jarak sehelai rambut, dan pedangnya jatuh ke tanah, mengirimkan pecahan
kristal beterbangan ke segala arah. Legion berharap bisa mengejutkanku, dan
menusukkannya langsung ke arahku. Kulihat dia memungut kembali pedang itu dan
mulai mengayun sekali lagi.
Mengantisipasi serangan itu,
aku menghindar dan mengayun ke atas, mencoba memotong tangannya. Dia
menghindar, tapi sebelumnya aku sudah membuka sebagian lengannya. Dia bergerak
keluar dari jangkauan pedangku. Setelah beberapa saat, kecaman Legion memenuhi
udara.
“Tidak bisa menyembuhkan
dirimu sendiri, kan? Pedang Raja Hitam terlalu kuat! Kau tidak dapat menolak
energinya. Aku sudah menang, Legion. Itu hanya masalah apakah kau menerimanya
atau tidak.” Ujarku.
“Persetan denganmu.”
.
.
Aku bisa merasakan tombak itu meluncur
dengan menyakitkan melalui tangan kiriku. Aku mengertakkan gigiku kesakitan
saat tulang metakarpalku menyebar. Aku mencoba menendang kepala Legion.
Dia menangkap kakiku dan melemparkanku ke
dinding batu. Saat aku merosot, aku merasakan lututnya membentur perutku. Dia
meraih wajahku dan membenturkan kepalaku ke dinding. Aku merasakan batu itu
retak karena kekuatan benturan.
Aku tidak bisa lagi memaksa mataku untuk
fokus. Aku menghindari pukulan Legion. Tendangan kedua membuatku langsung
menembus dinding. Aku berdiri lagi. Aku mengarahkan pukulan ke wajahnya, lalu
aku meringis kesakitan saat Legion menangkap tinjuku dan menghancurkan setiap
tulang yang ada di dalamnya. Dia memelintir lenganku. Aku mendengar satu, dua,
tiga, empat, lima retakan saat kekuatan tambahannya mematahkan lenganku di lima
tempat. Dia membenturkan kepalaku ke tanah. Dia mengangkat tombaknya dan—
Klang!
Aku menangkis pedang Legion.
Saat dia melepaskan kewaspadaannya sebentar, aku menusukkan pedangku ke
bahunya. Itu meluncur dengan mulus di bawah tulang selangkanya.
Aku mendengar dan merasakan
hentakan kecil saat Pedang Raja Hitam membelah tulang belikatnya menjadi dua,
bilahnya keluar dari punggungnya. Legion melolong kesakitan saat darah yang
cukup banyak mengalir keluar dari zirahnya.
“Bajingan… kau akan membayar
untuk ini” umpatnya
“Ooohh.. Aku gemetar.” Ejekku.
Legion menendangku, dan aku
mundur. Kulihat dia berdiri dan dia kemudian kembali masuk ke posisi kuda-kuda.
Setelahnya, dia bergerak lebih cepat dari sebelumnya. Aku tidak punya waktu
untuk menggerakkan pedangku. Aku hanya bisa melihat bayangan setelah pedangnya
mengarah ke arahku dan—
.
—kurasakan tombakku menembus tubuhku
sendiri. Legion mendorongnya ke dalam tubuhku secara perlahan untuk
memaksimalkan rasa sakitnya.
.
Aku menangkap pedangnya
dengan tangan kosong.
.
Dia mencabut tombaknya, dan menusukku lagi.
Dan lagi. Dan lagi. Aku mendengar suaranya di kepalaku, itu adalah suara daging
dicabik-cabik, dagingku sendiri. Kau
telah dikalahkan. Kau tidak bisa melawannya. Karena kegagalanmu, kau akan
dibuang ke kekosongan selamanya.
“Tidak—“
.
Mulut Legion terbuka seolah
ingin mengatakan sesuatu. Namun itu menutup lagi. Dia nyaris tidak bisa mundur
saat Pedang Raja Hitam mencetak luka miring besar dari bagian atas panggulnya
di sisi kanan hingga bahu kirinya. Jika dia tidak mundur seperti itu, dia pasti
sudah terbelah dua oleh seranganku. Legion terengah-engah, batuk darah, dan
jatuh berlutut.
Dia sudah kehabisan tenaga.
.
Pertarungan kami, semua telah berakhir. Bertarung
di depan pintu retakan ruang, Legion telah menendangku masuk ke Void. Memperjelas
dominasinya kepadaku.
Pandangan terakhirku, adalah wajahnya. Wajahnya
yang tersenyum menyebalkan. Sebuah senyum yang melihatku sebagai tidak lebih
dari serangga penggangu.
.
Aku berdiri di dekatnya,
pikiran-pikiran berkecamuk di benakku. Sudah
cukup bermain, main, pikirku dalam hati. Kini, roda telah berputar. Dia sudah
kalah dan tinggal menyambut ajal.
Aku telah membuktikan, bahwa
pada akhirnya, akulah yang terakhir tertawa.
Dengan Pedang Raja Hitam,
aku akan menusuknya. Merusak rohnya sampai dia tidak akan pergi ke alam lain,
dan hanya akan hancur berkeping-keping di tempat ini. Yah, tidak akan ada
reinkarnasi, tidak akan ada kehidupan setelah kematian.
Ini adalah akhir pamungkas
dari The Strongest Seeker - Legion.
“Ini sudah berakhir, Legion”
Dan kemudian, aku menusukkan
pedang Raja Hitam ke tulang rusuknya.
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "Ieunitas, Infectus, Talius #6 : Talius"
Post a Comment