Diambil
dari theholders.org
Ini adalah bagian keempat
dari serial ‘Ieunitas, Infectus, Talius’
.
“Paratus”
.
“Bagaimana dengan Legion?”
Tanya Pessum Ire.
“Legion' adalah milikku..”
aku menjawab, “..Serahkan yang itu padaku. Seperti berabad-abad lalu, Legion
dan aku akan saling berhadapan sendirian. Tapi kali ini, dialah yang akan
jatuh.”
“Maafkan kelancanganku, Tuanku, tapi bisakah kau menghadapi Legion sendirian? Selain sebagai entitas paling kuat di alam fana, Legion memiliki kekuatan Objects di sisinya. Dan semuanya, dari 2000 yang dia miliki, ingin melihatmu mati. Dan bahkan jika kau bisa mengalahkannya, kau tidak bisa membunuhnya. Dia abadi.”
Aku mengulurkan tanganku.
Aku menunjuk ke dalam void, dan ‘Rahasiaku’
melayang ke arahku. Panjangnya lebih dari satu meter, dan dibungkus dengan kain
putih, diikat di bagian atasnya dengan rumbai emas tebal. Aku menggenggam
Rahasiaku saat Rahasia itu melayang ke tanganku sehingga aku bisa menggenggamnya.
“Legion memang lebih kuat
dariku, apalagi sekarang dia mempunyai kekuatan Objects di sisinya, yang
semuanya membenciku. Namun, kehadiran Essum seharusnya melemahkan Objects. Ia
lahir dari Mereka, dan seharusnya mampu mengalirkan kekuatan Mereka dalam jarak
yang relatif dekat. Dan juga...” aku mengangkat Rahasiaku dengan menantang, “...ada
beberapa hal yang Legion tidak bisa pahami. Hal-hal yang tidak bisa
dibandingkan dengan Object.”
“Dan bagaimana dengan
keabadian Legion?”
Aku tidak punya alasan untuk
tertawa. “’Burung pipit’ memberitahuku bahwa The Balance telah mengatasi
masalah itu untuk kita.”
.
Essum tidak mempedulikan apapun.
Dia tenggelam dalam pemikiran yang hanya selalu aku pahami sebagai rasa lapar.
Aku mengamatinya, sebentar, sebelum berseru, “Apakah kau siap?” Tudung Essum bergerak,
tanda dia mengangguk.
Kami bertiga tiba di stasiun
kereta bawah tanah tua. Berdiri di depan gerbang menuju dimensi Legion, adalah
beberapa pria tunawisma, semuanya berkerumun di depan api unggun yang hangat.
Mereka memandang kami bertiga bukan dengan teror dan putus asa, namun hanya
dengan rasa permusuhan. Aku berjalan ke pria terdekat.
“Aku datang untuk mencari
Legion.”
Orang-orang itu mengeluarkan
senjata dan berusaha menyerangku. Tapi, sebelum mereka sempat melakukannya,
mereka mulai muntah darah. Mereka segera jatuh ke tanah, mati karena mati lemas
atau pendarahan internal atau keduanya. Mereka berdiri kembali, bersiap untuk
serangan berikutnya.
“Bukankah kalian seharusnya
membungkuk dan membuka gerbangnya?” tanyaku kepada mereka.
“Tidak untukmu, dan kejahatan yang kau bawa.”
“Okelah kalau begitu.” Aku
berbalik dan berjalan menjauh dari orang-orang itu. Aku melirik Pessum Ire. “Atasi
mereka.”
.
Pessum Ire melangkah maju,
memegang kepala pria itu dengan tangannya, dan meremukkan tengkoraknya hingga
menjadi bubur merah yang berdarah. Pria lain mendaratkan pukulan ke Pessum Ire
dengan linggisnya, hanya untuk menemukan bahwa pukulan tersebut tidak membuat
penyok sedikit pun di karapas Pessum Ire. Pessum Ire memasukkan tangannya ke
dada pria itu, mengeluarkan gumpalan merah berdarah yang menurutku dulunya
adalah jantung pria itu. Dia terjatuh ke tanah bersama rekannya saat Pessum Ire
terus menghabisi semua ‘penjaga gerbang’ dengan cara yang sama.
“Percepat! waktu kita tidak
banyak lagi!” kataku ketika aku mendengar suara langkah kaki berlari di
kejauhan.
Pessum Ire mengangguk dan
mengalihkan perhatiannya ke salah satu pria, mencengkram kepalanya, memaksanya
melakukan gestur yang menjadi pemanggil gerbang ke dimensi Legion. Ketika
gerbang itu sudah muncul, Pessum Ire langsung membunuh pria itu. Kemudian,
dihadapan gerbang yang tertutup itu, dia menggenggamnya dengan keempat
lengannya dan menariknya, mencoba membukanya dengan paksa.
Lebih banyak pria datang.
Sebelum aku bisa bergerak, Essum berbalik ke arah mereka. Sebelum aku menyadari
apa yang terjadi, orang-orang itu berteriak ketika mereka hancur menjadi tulang
dan debu. Bahkan tulang-tulangnya pun segera hancur. Tidak ada yang tersisa.
Pessum Ire, yang terlihat kelelahan, pada aakhirnya tetap berhasil merobek
gerbang dari engselnya dan melemparkannya ke samping.
Dan dengan begitu, kami
memasuki dimensi Legion.
.
Di dalam sebuah benteng yang
megah, ada aula berornamen, dengan hanya satu set pintu ganda raksasa di
ujungnya. Lorong itu sendiri dibalut kemewahan yang tak terpikirkan—meskipun
warnanya sangat membosankan.
Hampir tidak ada penjaga di
jalan kami, kecuali beberapa kroco yang tidak bisa dibandingkan kekuatannya
dengan kami bertiga.
Saat Pessum Ire dan Edo Edi
Essum menyerang mereka, aku berlari menuju ujung aula, menggenggam erat ‘Rahasiaku’
di tanganku. Untuk pertama kalinya setelah berabad-abad, perasaan cemas muncul
jauh di dalam diriku. Aku tahu apapun yang terjadi, nasibku, Legion, dan Objects
akan ditentukan di seberang pintu ganda itu.
Antara aku akan keluar dari
tempat ini dengan kepala Legion ditangan, atau tidak sama sekali. Ini adalah
puncak dari semua pekerjaanku, semua perencanaanku, semua penantianku.
Aku kemudian mendorong
pintunya hingga terbuka.
.
.
Aku disambut oleh sebuah
ruangan besar, yang terbuat dari kristal murni. Tidak ada apapun di dinding
selain kristal, kecuali pintu yang baru saja aku masuki.
Selebihnya, lantai di tempat ini tampak seperti tergantung di atas jurang hitam raksasa. Di tengah lantai kristal, sesosok tubuh duduk dengan punggung menghadapku. Ia menoleh, berdiri dan menghadapku selama beberapa detik. Kulihat dia memakai baju zirah yang hanya bisa aku asumsikan sebagai Object.
Kenangan membanjiriku saat aku melihat
wajah itu lagi. Rambut putih-pirang. Fitur lurus. Ekspresi kebencian yang
sangat gelap.
“Legion.”
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "Ieunitas, Infectus, Talius #4 : Paratus"
Post a Comment