Diambil dari theholders.org
Ini adalah bagian keenambelas
dari serial ‘Ieunitas, Infectus, Talius’
.
“Pondera”
.
Baris demi baris
budak-budakku mengalir dari portal dimensi, berpisah satu sama lain dan
menyebar. Mereka mengalir ke luar, dan jumlah mereka terus bertambah, semuanya
berbaris dalam ritme yang sempurna.
Tanah mulai bergetar akibat langkah kaki mereka, volume kolektif mereka menjadi sangat besar sehingga getarannya dapat dirasakan melalui tanah. Langit mulai gelap saat pasukanku dilepaskan; energi gelap mereka mengotori udara itu sendiri, hingga matahari berubah menjadi merah darah.
Budak-budakku menyebar di
jalanan, berbaris di antara gedung-gedung dan melewati gang-gang seperti darah
mengalir melalui pembuluh darah. Manusia berlarian dan menjerit, manusia lambat
ditangkap dan dipotong-potong oleh tentaraku, yang tidak pernah berhenti
melangkah bahkan ketika mereka mencabik-cabik orang-orang.
Jiwa-jiwa mereka yang jatuh,
mengalir ke dalam tubuhku dan memperkuat eksistensiku sebagai tiran. Kemudian,
diantara manusia-manusia yang mati itu, beberapa bangkit kembali untuk bergabung
kepada tentara laknatku yang tengah melakukan invasi.
Aku memerintahkan mereka
menyebar, dan tentaraku berpencar seperti wabah. Memanen lebih banyak jiwa
untuk aku konsumsi.
.
.
“Kau, kau adalah tuan dari
pasukan ini?”
Aku menoleh, melihat seorang
manusia yang mengacungkan belati kepadaku. Itu, adalah obyek. Dagger Of Galaxies.
‘Seeker dengan satu obyek. Sungguh pemberani.’
Kemudian, tiba-tiba, tanpa
peringatan, dia menyerbu ke arahku. Sebelum dia mencapaiku, aku mengulurkan
tangan. Dia berhenti secara paksa. Kemudian, perlahan-lahan kuangkat dia ke udara. Wajahnya
berkerut kesakitan, mulutnya terbuka, meronta saat kulitnya berubah menjadi
abu-abu, matanya berubah menjadi abu dan darah mengalir dari rongganya.
Kurasakan energinya mengalir ke dalam diriku.
Aku menurunkannya perlahan, dan dia bergabung dengan barisan pasukanku, langsung mengikuti irama gerakan mereka. aku menatap Obyek yang kurebut darinya, dan kemudian benda itu aku konsumsi.
Mengkonsumsi Obyek maupun jiwa manusia, sama-sama memberiku kekuatan.
Meskipun Object, harus ku ‘cerna’ lebih lama. Akan memakan waktu sampai aku
dapat mengkonsumsi Obyek berikutnya.
Bahkan, bertahun-tahun
semenjak aku pertama kali mengkonsumsi obyek The Holder of Forever, Obyek-obyek
yang aku konsumsi setelahnya bisa dihitung dengan jari. Itu semua karena penyerapannya lambat.
Namun, akan berbeda setelah
aku menyerap Balance. Dengan kekuatannya yang berasimilasi dengan milikku, Aku
bisa menyerap banyak Obyek sekaligus. Dan dengan begitu, aku bisa mendatangkan
kiamat, memuaskan rasa laparku dalam waktu yang cukup lama.
Di dalam garis memoriku, aku bisa mengingat ketika aku (Essum) menghancurkan peradaban lain dengan cara yang serupa. Menyerap sang Protector, memakan seluruh obyek mereka, dan mendatangkan kehancuran. Setelahnya, aku (Essum) pergi ke galaksi berikutnya untuk mengulang prosesnya. Sebuah siklus penaklukan yang sangat sempurna.
Tentu, tanah ini, penaklukan yang aku lakukan sekarang, begitu spesial karena obyek-obyek yang ada disini, adalah alasan Keberadaanku (Essum).
.
.
Aku menggelengkan kepalaku,
mencoba kembali fokus. Tiba-tiba, retakan dimensi yang lain muncul di udara.
itu berbeda dari milikku. Kemudian, dari retakan itu, gerombolan monster busuk
berdatangan. Mereka tanpa aba-aba langsung bentrok dengan pasukanku.
Ah!
Dari auranya, aku langsung
tau milik siapa pasukan ini.
Legion.
Beberapa pasukanku kuarahkan
maju, untuk melawan banjir dari hewan-hewan iblis berkaki empat yang berdatangan itu. Meskipun
pasukan mereka kuat dan mengganggu, mereka bukan tandingan pasukanku. Perlahan
tapi pasti, monster-monster itu terkoyak, darah iblis dan jeroan melapisi
tangan para budakku. Lebih banyak lagi yang keluar dari retakan dimensi mereka,
tapi tentaraku juga melakukan hal yang sama.
Kemudian, kulihat satu orang
yang berbeda datang dari portal Legion.
‘The Holder of Loneliness.’ Ujarku
kepadanya.
“Selamat sore.” Balas sosok
itu.
Setahuku, sosok ini, adalah
Holder yang terikat kesetiaan oleh Legion, karena ‘aturan’ dari Obyek yang
membelenggunya. Dia secara tekhnis adalah anak buah Legion, karena obyeknya
kini berada di tangan orang itu.
Aku mengisyaratkan anak
buahku untuk menyerangnya, namun makhluk buas di kubu lain memasang badan
mereka di depan Loneliness untuk mencegah anak buahku menyentuhnya. Cipratan darah
dan cabikan daging terus terjadi diantara posisiku dan Loneliness.
Ketika aku mengetahui usaha
itu sia-sia, aku langsung mengarahkan tanganku ke gagang Pedang Raja Hitam
untuk bersiap-siap.
‘Apakah Legion akan datang?’ tanyaku.
“Aku yakin tidak. Tuanku
memiliki agenda yang lebih penting dibandingkan harus berada di tempat kotor
seperti ini.” Ujarnya, melihat mayat yang bergelimpangan.
Aku mendengus.
‘Kalau begitu pulanglah, kau adalah Holder yang lemah dan aku
memiliki janji yang lebih penting dengan Balance. Aku akan datang ke Legion setelah urusanku selesai. ’ Jelasku.
“Aku diperintahkan untu—“
Sebelum dia sempat
menyelesaikan kalimatnya, aku sudah menggengam Pedang Raja Hitam dan melakukan
satu tebasan luas di udara. Aura dari tebasan itu, langsung menghancurkan
portal-portal dimensi yang digunakan sebagai tempat masuk hewan-hewan Legion.
Kulihat Loneliness terkejut,
dan mundur satu langkah. Yah, ini tidak
ada gunanya.
Aku pada akhirnya mundur dan
tidak memperdulikannya lagi. aku membuka portal dimensi untuk menuju tempat
yang sudah kupilih untuk menjadi panggung terakhir dalam pertarunganku dengan Balance.
The
Tower. Sebuah tempat kuno di dimensi kosong, tempat pertama kali
Obyek-obyek dunia ini berpisah.
.
.
.
Aku berjalan di gurun yang
luas. Dibelakangku, adalah sebagian tentaraku yang aku bawa. Sebagian besar
dari mereka berada di bumi dan mengamuk, memanen banyak jiwa agar aku bisa
menimbun kekuatan.
Setelah menempuh jarak
beberapa mil, akhirnya kami bisa melihatnya—The Tower. Dari luar, tampak
seperti itu saja: sebuah menara batu yang sederhana. Kelihatannya terlalu kecil
untuk menampung 2538 lantai yang sebenarnya, tapi, tentu saja, penampilan bisa
menipu.
Tiba-tiba, tanah mulai
bergetar. Tentaraku terkejut, dan mereka beralih ke posisi bertahan. Di depan
mata kami, pasir mulai naik dari tanah, merajut dirinya menjadi bentuk
humanoid. Itu menyatu, membentuk pedang dan tombak di tangan sosok-sosok ‘manusia
pasir’ yang kemudian bangkit.
Sosok-sosok itu nampak keras,
bergerak perlahan pada awalnya, namun semakin cepat seiring mereka menyerang. Tentaraku
menghadapi mereka secara langsung, tinju hancur dan pedang ditebas. Dalam
sekejap, semua makhluk pasir itu telah dimusnahkan.
Kami mengambil beberapa
langkah lagi, tapi tanah mulai berguncang lagi. Dan makhluk-makhluk lain datang
dan terbentuk dari pasir. Kali ini lebih banyak, dan bentuknya lebih bervariasi—tidak
hanya humanoid.
Para tentaraku terus
berjuang, mereka tidak mengalami cedera karena mereka menghancurkan setiap
makhluk yang berada dalam jangkauan tangan mereka, namun sayangnya, musuh juga
sama.. Setiap kali makhluk pasir itu jatuh, mereka akan terbentuk kembali dari
pasir. Aku mengangkat tangan, dan tentaraku membentuk lingkaran di
sekelilingku, menghadap gerombolan itu. Sebuah ide muncul di benakku. Jika
mereka terbentuk dari pasir, maka yang perlu dilakukan untuk mengalahkan mereka
hanyalah...
..Mengubah pasir menjadi
kaca.
Prajuritku menghentikan
pertarungan mereka sejenak. Di masing-masing mata mereka, titik kecil cahaya
putih muncul, panas dan intensitasnya bertambah dalam hitungan detik. Dan
kemudian, secara serentak, itu mengeluarkan aura panas.
Semburan api hitam kembar
meletus dari rongganya, panas terik menyelimuti para prajurit pasir. Mereka
mulai berubah warna menjadi putih-oranye saat meleleh, tenggelam kembali ke
dalam pasir. Prajuritku mengarahkan kepala mereka ke bawah, menyebabkan nyala
api menjilat pasir di bawah kaki kami, mengubahnya menjadi kaca dalam hitungan
detik. Kurasa mereka sukses, pikirku dalam hati.
Kami berjalan mendekati
tempat tujuan kami tanpa ada lagi gangguan...
...pintu ganda Menara
terbuka saat aku mendekat.
Aku menemukan diriku berada
di ruang depan yang besar, ruangan itu berdiameter bermil-mil. Rak buku
berjajar di dinding, merinci setiap aspek keberadaan, dari setiap pengetahuan
yang diketahui.
Lalu, sebelum aku hendak
mendaki menara, aku diam. Memejamkan mata, aku menancapkan Pedang Raja Hitam
kepada bayanganku sendiri. Ketika kubisikan sesuatu kepada bayangan itu,
bayangan itu bangkit dan membentuk tiruan sempurna dari diriku.
Aku menatapnya, dan dopelgengger ku itu menatapku.
Bahkan tanpa disuruh, dia
sudah tau apa yang harus dia lakukan.
.
.
.
.
“Essum! "
Aku membuka mata, ketika
seseorang datang menggangu ketika aku sedang bermeditasi.
‘Halo, Balance.’
“Beritahu aku, dimana dia!”
‘Dia masih hidup.’
Kulihat ada sedikit raut kelegaan tergambar di wajahnya.
Kami kemudian saling menatap satu sama lain.
Balance tau, bahwa dia harus
melewati mayatku terlebih dahulu jika dia ingin melihat orang yang dia cintai
kembali.
“...”
‘Tempat ini luar biasa. Disini, akan menjadi tempat terbaik untuk
menyelesaikan semuanya’
“Baiklah,” kata Balance.
Aku menyuruhnya mengikutiku,
dan dalam sekejap, kami sudah berada di lantai 2536. Aku sengaja memilih tempat
ini karena jendelanya yang berada disetiap sisi, memperlihatkan pemandangan
luar yang menakjubkan.
Aku menatapnya, dan dia
menatapku. Kulihat dia sudah bersiap-siap untuk bertarung. Aku hanya tersenyum
dan kemudian memanggil salah satu anak buahku. Dia keluar dari ruang dimensi membawa dua buah karung.
Kulihat Balance mendecak.
'Ada dua tipe manusia di dunia ini. Dia yang termotivasi ketika melihat sandera hidup, dan dia yang termotivasi ketika dia melihat sandera mati.'
Dengan itu, anak buahku dengan kasar melempar dua karung itu ke lantai, dia lalu menarik dua rantai panjang darinya, memegang keduanya di tangannya yang besar. Ini memberi mereka tarikan yang kasar, namun mengungkap dua sosok yang tidak sadarkan diri.
'Aku sempat berpikir untuk membunuh mereka sedetik setelah kau datang melewati pintu...'
"..."
'...Tapi rasa kehilangan terkadang akan meredupkan semangat bertarung seseorang. Dan aku tidak ingin melawan The Balance yang setengah-setengah.'
Keterkejutan dan kemarahan melintas di wajah Balance saat dia mengenali wajah kekasihnya, Shelly, dan keponakannya. Tangan mereka terikat di belakang punggung, sedangkan ada rantai di leher mereka.
Tentu, yang paling mengejutkan Balance, adalah sudut mata Shelly yang mengeluarkan darah, dan kelopaknya terpejam.
Balance yang melihat ada keanehan, langsung tau...
... kedua mata Shelly telah diambil.
“Kau—“ Balance jelas terusik dengan kondisi tersebut
‘Aku adalah orang jahat, ingat? Hal ini terjadi. Selain itu,
bagaimana lagi aku bisa meyakinkanmu untuk benar-benar melawanku dengan segenap
kekuatan yang kau miliki?’
“Kau tidak akan lolos hanya
dari sekedar mati! Aku akan menghancurkan keberadaanmu sampai segala hal
tentang dirimu tidak akan pernah diingat lagi oleh makhluk bernyawa manapun di
dunia ini!” Balance berteriak, gemetar karena marah.
Aku tersenyum
‘Itu baru semangat’
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "Ieunitas, Infectus, Talius #16 : Pondera"
Post a Comment