Diambil dari theholders.org
Ini adalah bagian kelimabelas
dari serial ‘Ieunitas, Infectus, Talius’
.
“Extricum”
.
“Tuan.”
“Apa yang ingin kamu katakan padaku?”
“The Hollow Man setuju untuk
tidak akan mengganggu rencanamu.”
“Bagus, sekarang kita benar-benar bisa memulai.”
Monster itu mundur
ketakutan. “Baik, tuan,” ia kemudian undur diri. Membuat retakan di tanah, dan
masuk kedalamnya. Lalu, retakan itu pulih kembali seakan tidak pernah rusak
sama sekali.
Melihat seluruh persiapan
sudah selesai, aku pun ikut pergi.
.
Aku berjalan di sebuah rumah
yang ada diatas bukit. Tempat itu cukup terbengkalai, dilihat dari kondisinya
yang bobrok. Sedikit kecewa karena aku tidak bisa makan camilan sebelum kembali.
Kemudian, tanpa disuruh
siapapun, aku meletakkan tanganku di kenopnya. Sulur-sulur hitam menjalar
melalui kayu pintu, memancar dari tanganku, tampak seperti arteri yang bengkok.
Mereka menyebar hingga pintunya tampak berdenyut dengan kehidupan. Memang
benar, karena ia menjerit kesakitan saat aku memutar kenopnya.
Kemudian, aku masuk ke dalam
rumah, yang terhubung ke dalam markas tersembunyiku.
Budak-budakku yang tak
bermata berkeliaran di ruang masuk yang panjang, mengambil perbekalan dan
merawat ‘tumbal-tumbal', yang jeritannya terdengar dari ruangan lain.
Seseorang melihatku. Ia
berjalan cepat ke arahku, berdiri di sebelah kananku, menghadapku. Yang lain
mengikuti, berdiri di sebelah kiriku. Mereka berjajar menyambut kedatanganku.
Segera yang lain berkumpul,
sampai mereka membentuk koridor panjang yang membentang hingga separuh ruang
masuk yang luas, berdiri dengan penuh perhatian. Bersama-sama, mereka berlutut,
lutut kiri menyentuh tanah secara serempak, telapak tangan kanan ditanam di
depan mereka. Aku berjalan diantara jajaran makhluk ini. Aku merasakan sensasi familiar
akan kehampaan dan kuasa di tempat suciku ini, sebuah tempat yang merupakan
kerajaa—
Ouch.
—ku tersandung, tanganku
menyentuh perutku karena kesakitan. Rasa lapar berkobar, pandanganku menjadi
kabur sejenak. Aku berhasil memperbaiki langkahku, tanganku kembali jatuh ke
samping. Wajah-wajah itu, yang semuanya ditutupi oleh masker bedah, menatapku
dengan prihatin.
Aku menunjuk pada seseorang
yang terlihat seperti pria paruh baya. Satu lagi yang sepertinya baru berusia
dua puluh tahun. Aku juga menunjuk pada seorang wanita berusia dua puluhan.
Tanpa kata-kata, tanpa
ekspresi, ketiganya berdiri, membentuk satu barisan di belakangku saat aku
berjalan. Lorong budakku yang semakin besar melengkung, menciptakan jalan
menuju serangkaian pintu ganda yang besar.
Pintu itu terbuka saat aku
mendekatinya, dan menutup setelah aku masuk. Ruangan ini benar-benar gelap,
kecuali satu lingkaran cahaya putih pucat di tengahnya. Aku berjalan ke sana,
duduk di tengah lingkaran dan memberi isyarat kepada bawahanku.
Mereka berlutut dalam
barisan horizontal di depanku. Mereka tidak bergerak, ekspresi mereka tidak
berubah saat mereka mati, sisa kekuatan hidup mereka keluar dari tubuh mereka
dan memenuhi diriku, untuk sementara waktu.
Bentuk mereka dengan cepat
hancur, dan yang tersisa dari mereka hanya energi yang kini bersemayam di dalam
diriku. Rasa lapar terpuaskan sementara, aku memfokuskan pikiranku. Rune yang
menutupi ruangan mulai dipenuhi dengan cahaya yang terpancar dariku, hingga
seluruh ruangan diterangi dengan cahaya putih redup. Aku memejamkan mata.
.
Pandanganku meluas melampaui
diriku sendiri, memenuhi tempat suci. Aku bisa merasakan semua pelayanku, semua
terdorong oleh pikiranku, bergerak, bekerja, melayaniku sebagai satu kesatuan.
Mereka berpikir dan merasa seperti satu organisme hidup, suatu kumpulan aktivitas
bersama yang berfungsi dengan lancar dan sempurna. Aku mengagumi keindahannya
sebentar.
Pandanganku meluas lebih
jauh lagi, melewati Void, melewati
alam semesta itu sendiri. Rasa lapar meninggalkanku saat aku memikirkan tentang
keberadaan itu sendiri.
Balance. Delapan tahun telah berlalu sejak pertemuan
terakhir kita, dan dia sudah lama tidak terdengar kabarnya. Apakah dia benar-benar takut padaku? Mengapa? Apakah dia takut
dengan kekuatanku?
Apakah dia takut akan
kesia-siaan atas situasnya? Lalu menyerahlah pada nasibnya dan pergi? Apakah dia
takut dengan apa yang akan aku lakukan? Ini adalah waktu untuk mengakhiri! Ini
adalah waktu untuk aku bunuh diri agar Angela tenang di alam sa—Aph?!
Aku kehilangan
konsentrasiku. Pemikiran itu... itu bukan punyaku. Apa yang telah terjadi?
Apakah jiwa yang kuserap beberapa waktu lalu memberontak melawanku?
Aku memegangi kepala.
Tidak-tidak, itu mustahil.
Mencoba mengendalikan diri,
aku diam sebentar. Praetorius, aku sangat yakin bahwa dia adalah reinkarnasi
dari The Dark One, sang pemilik asli Pedang Raja Hitam. Ini bahkan terbukti ketika Pedang Raja
Hitam meresponku dengan sangat ganas ketika Praetorius dan aku sudah 'menjadi satu’.
Pedang itu mengenali masternya, dan dia menjadi semakin haus dengan darah.
Namun sensasi ini,
benar-benar berbeda. Ada rasa kehilangan di dalam diriku. Kehilangan orang yang
aku cintai, dan dendam kepada diriku sendiri. Aku bisa merasakannya, ini adalah
sensasi yang mendorongku untuk bunuh diri.
Aku mencoba mengepalkan
tanganku sendiri. Untungnya, sensasi itu tidak menetap. Itu sesekali datang
namun dapat ditekan oleh ambisi yang lebih besar. Ambisi untuk menghancurkan
The Balance, Legion, sebelum mengkonsumsi bumi dan segenap isinya.
Aku tertawa,
Yah, aku tidak perlu mencari Balance, aku akan membuat dia datang padaku. Mungkin memancingnya dengan ‘umpan’ yang tidak dapat dia tolak.
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "Ieunitas, Infectus, Talius #15 : Extricum"
Post a Comment