Bagian Pertama dari Strange
Waters Story
Diambil dari
theholders.org/those_who_seek
Translated By Admin
.
Craig
memberikan bayi perempuannya kepada istrinya. Tammy, kemudian menggendong bayi
itu di atas lututnya sambil berusaha menjaganya agar tetap tenang selama
kebaktian.
Pendeta gundul nampak berkhotbah di mimbar. Kepalanya telah dicukur beberapa waktu lalu, sebagai bentuk solidaritas dan doa kepada para jemaatnya yang diisi oleh orang-orang yang “kurang sehat”
"Tuhan,"
katanya, "Berikanlah kami kebutuhan
rohani yang cukup. Dan untuk menunjukkan iman kami, kami akan memberikan
persepuluhan. Kami mengembalikan sebagian dari apa yang telah engkau berikan
kepada kami."
Suster,
atau asisten gereja kemudian nampak menyerahkan kotak amal kepada para jemaat,
agar bisa di isi dan estafetkan kepada jemaat disamping mereka.
Kotak
amal itu kemudian sampai di depan Craig dan keluarga. Tammy memberikan sebuah
amplop yang sudah dia siapkan kepada Craig agar bisa dimasukkan ke kotak amal.
Craig yang penasaran, kemudian membuka amplop itu sebentar untuk melihat
isinya. Ini terlalu banyak, bahkan lebih
dari 10 persen, pikir Craig dalam hati.
Craig
menoleh ke Tammy yang hanya menatap lurus ke arah Pendeta yang tengah
berkotbah. Craig tidak mau merelakan uang ini masuk ke kotak amal. Jelas sekali
bahwa bayinya membutuhkan uang ini lebih dari gereja. Craig melihat ke barisan.
Dia melihat seorang jemaat tengah menulis cek dengan terlalu banyak angka nol.
Tidak
mau menahan kotak amal terlalu lama, Craig secara sembunyi-sembunyi mengambil
setengah dari uang itu dan memasukkannya ke dalam sakunya.
.
.
Tammy
dan Craig menikah muda, karena Tammy hamil duluan dan Craig memilih untuk
bertanggung jawab penuh kepada wanita yang dicintainya. Semenjak mereka
menikah, Craig memutuskan untuk langsung bekerja guna mendapat uang cepat demi
menafkahi keluarganya.
Craig
bekerja 8 jam per hari di Reese's
Construction, dengan upah yang tidak seberapa, sementara Tammy berjuang
dengan kehamilannya. Tentu, menjadi orang tua yang baik adalah hal yang diharapkan
Craig, meski, dia tidak tau bahwa biaya menjadi orang tua terkadang sangat
mencekik. Ketika biaya persalinan datang dan kebutuhan lain-lain menyusul,
Craig harus bekerja lembur bahkan mencari uang tambahan dari perkerjaan lain
guna memenuhi kebutuhan keluarganya.
Seiring
dengan tumbuhnya Julie menjadi balita yang hampir sempurna, pekerjaan yang berat
menjadi biasa bagi Craig. Ya, setiap usaha yang dilakukan Craig, seakan sepadan
apabila dia melihat balita dan istri bisa makan dan minum dengan lahap setiap
hari. Craig adalah Suami dan Ayah yang baik.
Tentu,
Craig tidak pernah mengeluh meski harus mengeluarkan biaya lebih, demi rutin
membelikan obat untuk Julie yang tengah berjuang melawan penyakit. Dia hanya
berharap Julie bisa tumbuh menjadi gadis yang sehat suatu hari nanti.
.
Malam
itu Craig tengah berada di ruang tamu dan mencatat sesuatu, ketika dia melihat
Tammy telah selesai menidurkan Julie. Pasangan ini berharap Julie tidak akan
rewel selama beberapa jam kedepan, sehingga mereka bisa sedikit bersantai.
Tammy
melihat Craig yang tengah menulis perencanaan pengeluaran bulan ini. Beberapa
hal harus dibeli, termasuk obat, sementara uang yang pas-pasan nampak dirinci
setiap penggunaannya dengan cukup teliti oleh Craig.
Dibagian
bawah kertas, Tammy melihat Craig yang menulis kata “Andai kami adalah jutawan.” Dengan gambar doodle seorang lelaki
berkacamata hitam. Tammy berasumsi bahwa itu adalah Craig.
"Mimpi
yang bagus.” Ujar Tammy. Craig tertawa kecil. Dia memeluk Tammy, yang
mengenakan kemeja Craig seperti atasan tidur. Rambutnya yang basah berbau
seperti kelapa dari sampo murah yang dia pakai.
"Kalau
kita adalah jutawan, aku akan membelikanmu shampo yang lebih mahal dari shampo
diskon.” Ujar Craig bercanda.
Tammy
hanya terkekeh.
Perempuan
itu kemudian mengambil buku tabungan yang ada dimeja, untuk memeriksanya. Ada sejumlah
uang tercatat disana, dan itu adalah tabungan yang rencananya akan digunakan
untuk biaya operasi Julie—tentu, itu masih jauh dari nominal yang ditargetkan.
Sudah
cukup lama Tammy berhenti berkontribusi untuk tabungan ini, karena dia kini
tengah fokus menjadi ibu rumah tangga dan merawat Julie. Seandainya dia bisa,
dia ingin kembali bekerja dan berkontribusi untuk tabungan ini, namun kondisi
Julie yang masih balita dan sakit-sakitan, memaksanya untuk menjadi ibu rumah
tangga yang harus full time.
"Yang
harus kita lakukan adalah, menginvestasikan seluruh tabungan kita untuk membeli
saham tertentu dan berharap uang itu bisa kembali berkali-kali lipat.” Lanjut
Craig. Tentu saja tidak serius.
Tammy
mendengus. “Oke tuan, ‘membakar’ tabungan adalah cara tercepat untuk menjadi
jutawan.” Balas Tammy. Craig hanya tertawa.
Mereka
berdua kemudian diam beberapa detik untuk saling berpelukan, sebelum kemudian
Tammy bersandar di dada Craig dan berkata “Kau tidak boleh membiarkan kondisi
Julie membuatmu khawatir.” Ujar Tammy menasehati.
"Tammy,"
balas Craig datar, dia mengelus rambut istrinya.
“Asuransi
dari pekerjaanmu akan membantu menanggung sebagian pengobatan Julie. Kau harus
berterima kasih kepada Tuhan lebih dari yang seharusnya.” Lanjut Tammy. Craig
tidak membalas.
.
Mereka
tidur bersama malam itu, sebelum kemudian Tammy pindah ke kamar Julie dan tidur
disana ketika balita itu rewal.
Craig
bangun pagi-pagi. Dia menuangkan kopi ke dalam termos dan melangkah keluar ketika
langit masih gelap. Rumah bercat putih itu sangat cocok dengan pick-up merah
yang kotor, yang dia parkirkan di jalan berkerikil hari sebelumnya. Memasuki mobil
tuanya, dia menyalakannya sembari sesekali menyeruput kopi dari dalam tremos. Kopi
itu dia buat sendiri karena dia tidak mau merepotkan Tammy di hari yang terlalu
pagi.
Kemudian,
setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, dia lalu berkendara menuju
tempatnya bekerja.
.
Dia
berhenti di sebuah pabrik las bernama Reese's
Construction. Dia langsung berbelok ke bagian warehouse karena disitulah tempat dia akan bekerja 8 jam kedepan.
Matahari mengintip dari balik cakrawala, ketika Craig sudah memarkirkan
mobilnya.
Berjalan
memasuki gedung, Craig hanya menyipitkan matanya ketika dia melihat Luiz, rekan
kerja yang memiliki shift yang sama dengannya, malah keluar dari gedung.
“Pagi
Craig,” Luiz hanya menyapa.
“Mau
kemana?” tanya Craig.
"Pulang,"
kata pria itu sambil memegang amplop dan cek. Craig masih tidak mengerti.
"Apa
yang terjadi?" kata Craig.
“PHK.”
Jelas Luiz, memperlihatkan amplop berwarna merah dan cek berwarna putih yang
sepertinya adalah pesangon. “HRD yang kaku itu bahkan tidak mau repot-repot
menemui kita secara langsung, surat-surat ini hanya dia masukan ke loker-loker
pekerja.” Lanjut Luiz.
Craig
hanya diam tidak menjawab. Ini bukan pertama kalinya dia melihat seorang rekan
yang di PHK, dan cara seperti itu, adalah hal yang biasa disini.
“Menurutmu,
apakah aku juga dapat?” tanya Craig.
“Entahlah.
yang jelas, ada banyak yang mendapat ‘kartu
merah’ pagi ini. Kau sebaiknya segera memeriksa.”
Craig
sering melihat orang-orang pergi. HRD memang suka memberi pemberitahuan PHK pada
hari Jumat, karena itu lebih manusiawi. Memang benar, karena Craig lebih tenang
mendengar beritanya pada akhir minggu seperti ini, daripada harus mendengarnya
di senin pagi.
.
Di
loker pekerja, memang nampak banyak sekali amplop merah berserakan. Sebagian
pekerja mungkin memilih membaca dan merobeknya ditempat, daripada harus
membawanya pulang dan memperlihatkannya kepada orang-orang rumah.
Terlihat
tempat sampah penuh dengan kertas-kertas merah. Craig mengambil satu surat yang
masih utuh dilantai. Craig mencoba membaca isinya ketika tetangga lokernya
terlihat sedang mengintip lokernya sendiri. Kartu tidak dapat dilihat. Untuk
saat ini, sampai dia membuka loker itu, dia masih memiliki pekerjaan.
"Joel,"
kata Craig, "Apakah kau mendapatkan kartu? Apakah kau sudah melihat?"
"Belum.
Beri aku waktu sebentar, aku ingin mempersiapkan mental dulu.” Joel terlihat
memegang knop loker.
“Tunggu!
Kita lakukan bersama,” Cegah Craig “Aku juga ingin mengecek punyaku.”
Joel
hanya mengangguk, dan menunggu Craig memposisikan diri di depan lokernya
sendiri. Mereka berdua kemudian memegang pegangan loker mereka masing-masing.
Pada hitungan ketiga, mereka berdua membuka loker lebar-lebar. Joel kemudian
dapat melihat amplop ‘terkutuk’ itu tergantung pada tab di dalam lokernya.
Warnanya yang kemerahan langsung membuat harapannya gugur.
Disisi
lain, Craig juga menemukan amplop. Bedanya, itu berwarna putih dengan titik
hitam.
"Putih?" Craig berkata. Dia menutup
lokernya.
Joel
mendengarnya dan kemudian menoleh ke Craig. “Kau, bedebah beruntung!” umpat
Joel, dia langsung meremas amplop merah miliknya dan membuangnya ke tempat
sampah. Dia bahkan tidak mau repot-repot membaca isinya karena dia sudah tau.
“Apa
maksudnya?” tanya Craig tidak mengerti.
“Bung!
Itu pemberitahuan promosi jabatan! Memang kau tidak ingat ketika Supervisor Markus mendapatkanya tahun
lalu?”
Craig
tidak membalas dan hanya membuka amplopnya.
.
Craig
pergi ke kantor yang menghadap ke lantai pabrik. Huruf-huruf dari tanda Reese
terbalik, terlihat membayangi tangga besi. Dari surat yang dia terima, dia
hanya diinstruksikan untuk langsung menghadap ke kantor utama. Yah ini aneh,
karena Craig tidak pernah ke bagian ini, mengingat komunikasi dengan atasan
selalu melalui Supervisornya ataupun HRD.
Beberapa
hal yang dia ingat dari bos tempat ini, adalah wajah dan nama; Tom Reese,
seorang pria redneck berjenggot, yang
jarang pekerja lihat kecuali hanya di kegiatan-kegiatan resmi.
Craig
melangkah dengan ragu. Ucapan Joel tentang promosi jabatan, terngiang-ngiang di
kepalanya. Yang benar saja. Di surat
yang dia terima, tidak disinggung tentang promosi; itu hanya surat
pemberitahuan untuk menghadap ke kantor Mr. Reese sebelum jam 10 pagi.
Melalui
kaca pintu kantor, Craig mengintip untuk melihat seorang pria tengah duduk di
meja Mr. Reese. Dia terlihat sedang berbicara di telepon. Craig mengetuk pintu
dua kali dan masuk ketika pria yang ada didalam mempersilahkan.
Pria
itu melambai ke Craig dan mengisyaratkan Craig untuk duduk di kursi terlebih
dahulu, sementara dia masih berada di telpon. Craig hanya duduk dan menatap
orang itu, dia bukan Tom Reese.
“...Sementara kau disana.. pastikan
masker dan peralatan menyelamnya tetap steril.” Ujar
orang itu kepada lawannya yang ada di telpon.
Pria
itu menyelesaikan teleponnya beberapa detik kemudian, lalu menoleh kepada
Craig.
“Selamat
pagi, Tuan Thomason.” Ujar orang itu. Craig hanya mengernyitkan dahi, cara
bicara orang ini yang terlalu formal, sedikit menggangu Craig. “Terima kasih
sudah mau menyempatkan waktunya.”
Craig
kemdian mengeluarkan amplop putihnya ke meja, “Sebelumnya, bolehkah aku
bertanya, dimana Tuan Reese?” tanya Craig.
"Tuan
Reese sudah pensiun. Kami sudah membeli properti ini." Craig bingung. Dia
tidak mengerti bagaimana orang baik seperti Reese akan menjual pabriknya kepada
orang asing. "Kami sudah melikuidasi hampir semuanya di sini. Tapi, menilik
kembali catatan-catatan yang ada, aku menemukan sesuatu yang cukup
berharga." Ujar orang itu.
Craig
masih belum sepenuhnya paham apa yang terjadi.
”Tunggu..
Tunggu.. aku masih belum mengerti. Siapa kau, dan siapa yang kau maksud ‘kami’?”
Orang
itu tersenyum, dan seakan tersadar kalau dia melupakan perkenalan yang penting.
“Ah,
benar juga. Maaf, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku adalah Louis Rockwell,
dan tempat ini sudah dibeli oleh perusahaan bernama AG Industries.”
Craig
diam. Oke, itu adalah penjelasan yang cukup, meski belum semua.
“Oke...
lantas kenapa aku ada disini? Melihat tidak ada antrian diluar, sepertinya
hanya aku yang tidak kau beri kartu merah.” Jelas Craig berasumsi.
“Well,
kau benar Tuan Thomason, kami sudah memutus hubungan kerja dengan seluruh
karyawan kecuali dirimu.” Balas Rockwell.
“Kenapa?”
Tentu
ini aneh, Craig hanyalah tukang las biasa dan setahunya, pemutuskan hubungan
kerja secara menyeluruh, artinya tempat ini akan ditutup. Jika itu terjadi,
kenapa Craig harus ada disini?
Rockwell
kemudian mengeluarkan tumpukan file dari laci meja.
“Kau
adalah pekerja yang tekun. Dari catatan yang aku baca, kau sudah bekerja cukup
lama disini dan kerjaanmu cukup rapi. Kau tidak pernah membuat kesalahan, dan
perlu ku katakan, total jam lembur yang kau ambil, benar-benar cukup untuk
membuatku terkesan.” Jelas Rockwell.
Craig
hanya mendengarkan.
“Itulah
kenapa, aku memutuskan untuk menawarimu pekerjaan lain. Itu adalah pekerjaan
musiman diluar negeri. Tentu, itu jika kau menerimanya.”
“Pekerjaan
macam apa?” tanya Craig.
“Mengelas,
tentu saja. Setelah semua, itu adalah keahlianmu.”
Craig
diam berpikir. Dia tengah memproses perkataan orang didepannya. Satu poin yang
menyebutkan tentang ‘bekerja diluar negeri’ benar-benar membuatnya gundah.
Rockwell menyadari ekspresi binbang Craig.
“Tuan
Thomason, aku sudah membaca filemu. Kau memiliki seorang istri dan seorang anak
yang perlu diberi makan. Terutama Julie, anakmu itu sedang sakit dan butuh
pengobatan. Setelah perusahaan ini kami ambil alih, aku takut akan ada masalah
administrasi, perihal asuransi jiwa yang mengikat keluargamu dengan perusahaan
yang didaftarkan Mr Reese.”
“...”
“Itulah
kenapa, Sebagai bentuk tanggung jawabku, Jika kamu menerima tawaran ini, kami
akan menanggung operasi anakmu, sehingga dia tidak memerlukan obat lagi. Kami
juga bersedia menaikkan gajimu dari yang sebelumnya, agar kau bisa membeli
rumah yang lebih besar di lingkungan yang lebih baik." jelas Rockwell.
Mata
Craig menyipit.
“Penawaran
yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.” Ujar Craig curiga. “jangan bilang
kalau perkerjaannya adalah pekerjaan beresiko tinggi.”
Rockwell
hanya tersenyum.
“Tuan
Thomason, aku bisa memastikan kepadamu bahwa ini adalah pekerjaan yang aman,
dengan resiko yang rendah. Kami, AG Industries menilai bakat dengan harga yang
pantas. Aku merasa, bahwa orang yang giat dan tekun sepertimu, memiliki nilai
yang lebih tinggi dari pekerja yang lain. Itulah kenapa, kau tidak mendapat
kartu merah.”
“Dimana
pekerjaannya?” tanya Craig.
Rockwell tersenyum lagi.
“Sebelum
itu, izinkan aku bertanya; apakah kau pernah memiliki pengalaman bekerja di bawah
air?" Rockwell mengangkat telepon.
"Tidak,"
"Apakah
kau bersedia?"
.
Note : gunakan tombol
NEXT/PREV untuk navigasi antar chapter.
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "Strange Waters Chapter 1 : Reese's"
Post a Comment