Ini adalah bagian pertama dari
Serial Keeping
Us Better
.
Heartbeat
/ Detak Jantung.
.
Semua dimulai dari
kegelapan, dan pada suatu hari, kegelapan itu mulai tersenyum.
.
Disuatu tempat. Terlihat burung gagak dan makhluk lainnya lari mencari perlindungan, saat Jefferson William berlari ke ladangnya membawa senapan laras panjang. Susu yang dia tumpahkan saat pertama kali mendengar jeritan diladangnya itu, nampak menodai baju terusannya. Dia tidak begitu yakin dengan apa yang dia dengar, namun dia berniat mencari tau karena ini adalah daerahnya.
Asap terlihat mengepul dari
ladangnya, lebih hitam dari yang pernah dia lihat. Dalam pikirannya, dia
mengira beberapa anak laki-laki dari kota telah membakar tanamannya.
Dia berlari melalui hamparan
ladang ke daerah yang menghitam dan rusak, siap menghadapi siapa pun. Tapi
ketika dia tiba, dia menyadari itu bukanlah anak-anak kota yang iseng, apa yang
dia temukan di sana jauh lebih buruk.
Sebagian perkebunannya telah
terbakar menjadi abu dalam lingkaran besar, namun tidak ada api, asapnya tampak
keluar dari tanah. Dua tubuh yang hangus, nampak tergeletak disisi kiri dan
kanan, diantara seorang pria dengan pakaian aneh. Pria itu berjongkok dan perlahan
berdiri, pertama-tama mengangkat pandangannya ke Jefferson, lalu ke langit.
Jefferson mulai takut.
“Demi Tuhan, siapa kau?”
Pria itu menoleh ke
Jefferson, hampir ingin mengajukan pertanyaan yang sama, tapi pria itu tidak
mengatakan apa-apa. Orang asing ini pasti
telah menyalakan api dan membunuh dua orang yang lain, pikir Jefferson
tidak yakin.
Apakah dia buronan? Pembunuh? Sekte
aliran sesat? Jefferson mencoba merasionalkan keadaan. Sempat terlintas
dipikirannya tentang hal-hal yang lebih absurd seperti iblis, atau penyihir.
Jefferson kemudian mengingat
ketika beberapa minggu yang lalu, dia menembak seseorang di tempat yang sama.
Itu adalah preman kota, yang sudah diperingatkan berkali-kali untuk tidak
mendekati ladangnya dan mencuri, namun dia tetap melakukannya.
Jefferson ingat dia menembak
bedebah itu tepat dikepala dan dia sudah mati. Polisi yang mengkonfirmasi. Tidak
pernah ada tuntutan karena Jefferson mengakui itu adalah tindakan pembelaan
diri.
“R-RR-Rockwell? Apakah itu kau?”
tanya Jefferson, mencoba
menanyakan kecurigaannya. Wajahnya berbeda namun Jefferson tetap bertanya.
Pria itu tidak menjawab. Dia
bahkan malah berusaha berjalan mendekati Jefferson, tetapi Jefferson menanggapi
dengan mengangkat senjata ke arahnya. Yah, ini mencurigakan. Hantu atau
bukan, Jefferson tidak mau mengambil resiko. “M-Mundur! Aku memperingatkanmu!”
Pria itu terus mendekati
Jefferson, yang kemudian langsung menutup matanya dan menarik pelatuk
senjatanya. DOR!
Tembakan itu cukup keras
untuk terdengar sejauh satu kilometer di sekitar, tetapi tidak ada
orang lain, selain kedua pria yang tengah berkonfrontasi itu.
Jefferson membuka matanya untuk melihat pria itu terkapar di tanah.
Disisi lain, rasa sakit
membanjiri tubuh pria itu untuk pertama kalinya. Namun, hanya dalam satu menit,
rasa sakit itu hilang, tinggal menyisakan rasa pahit dan pusing biasa saja.
Jefferson mulai gemetar saat melihat pria itu berdiri kembali.
Tidak
ada yang seharusnya selamat dari luka tembak di kepala! Dia pasti Setan!
Jefferson kemudian berpikir
cepat, menembak pria itu empat kali lagi. Tembakan ini tidak seberuntung sebelumnya,
dan hanya mengenai pria di dada dan perut. Pria itu membungkuk ke tanah sambil
memegangi dadanya, terengah-engah.
Udara,
sesuatu yang tidak terlintas dalam pikiran orang itu sebelumnya. Kemudian dia
berhenti, ketika dia menyadari bahwa dia tidak perlu bernapas, dia tidak
membutuhkan udara. Rasa sakit mereda dari tubuhnya saat pria itu menatap tajam
pada Jefferson dan mengucapkan kata-kata pertamanya. “Giliranku.”
.
.
.
.
Hanya ada sedikit yang
tersisa dari Jefferson Williams begitu pria itu membalas serangannya. Tidak ada
yang bisa ditemukan siapa pun.
Pria itu menyaksikan darah
yang terciprat ke bajunya. Dia kemudian membersihkannya dan melihat bagian
tubuhnya yang lain.
Dia merenung bahwa mungkin
kematian pria yang tadi didepannya tidak perlu, tetapi dia tidak dapat
menyangkal bahwa itu terasa memuaskan. Dia lalu mengalihkan pandangannya
kembali ke langit. Ada banyak hal yang harus dipelajari, dan dia sepertinya
akan memiliki cukup banyak waktu untuk mempelajarinya.
Dia mendapati dirinya
tersenyum untuk alasan yang tidak begitu dia mengerti. Segala sesuatu akan
tepat pada waktunya, katanya pada diri sendiri.
Tetapi dia membutuhkan
sesuatu untuk menyebut dirinya sendiri, nama sementara, sampai dia menemukan
namanya sendiri. Dia mengarahkan pandangannya kembali ke bercak darah di tanah.
Rockwell. Itu adalah nama
yang digunakan pria tadi untuk memanggil dirinya. Yah, itu cukup.
Dia lalu menatap lurus ke
arah matahari. Sedikit rasa sakit terus-menerus mulai muncul di matanya, tetapi
setelah kira-kira satu jam, dia menjadi terbiasa.
Sensasi itu tidak berarti
apa-apa baginya dalam skala besar. Meskipun, pada saat itu, dia hanya ingin
menghilangkan cahaya itu. Dia tidak yakin mengapa, dan melihat beberapa burung
terbang lewat.
Kemudian hasrat yang gelap
dari dalam jiwanya menyuruhnya pergi ke utara. Ada pekerjaan yang harus dilakukan.
.
.
Catatan Admin : Silahkan Gunakan Tombol NEXT/PREV untuk beralih ke chapter lainnya.
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "Keeping Us Better #1 : Heartbeat"
Post a Comment