Bagian Pertama dari Serial Finding
Father
Butuh waktu lama bagiku untuk memahami siapa ayahku. Mengingat kembali, sekarang tampaknya sangat jelas, tetapi sekali lagi, aku tidak akan pernah membayangkan yang aneh-aneh kala itu.
Dia adalah seorang pembisnis,
setidaknya, itulah yang aku pikirkan pada awalnya. Dia biasanya akan meninggalkanku
dan ibuku untuk perjalanan bisnis selama beberapa hari. Dia akan pergi ke seluruh
negeri, dan memastikan untuk mengunjungi setiap kota. Dia punya daftar besar kota-kota
yang dia coret namanya, mungkin itu adalah daftar kota yang dia kunjungi namun
apapun yang dia cari disana, tidak dapat dia temukan.
Aku selalu menganggap dia
adalah seorang salesman keliling,
karena itulah impresiku saat melihat pakaian dan tas kerjanya. Tentu beberapa
teman sebaya yang selalu berceloteh tentang pekerjaan ayah mereka, membuatku
yakin bahwa ayahku juga sama.
Suatu hari, karena satu dan
yang lain, ayahku mengajakku untuk ikut dalam perjalanan bisnisnya. Sebagai anak
yang ingin mengetahui ayahnya lebih lanjut, aku tentu sumringah. Setidaknya,
bayangan “jalan-jalan bareng ayah”
adalah hal yang membuat level kegembiraanku berada di titik tinggi.
Ayah mengatakan bahwa kita
harus mengunjungi beberapa kota, dan memang benar, itu adalah perjalanan bisnis
yang panjang. Sayang, tidak seperti yang aku bayangkan, dia nyatanya tidak pernah
membawaku dalam “transaksi bisnisnya”. Dia akan meninggalkanku di motel atau
penginapan, sebelum menyuruhku menunggu sampai dia selesai dengan urusannya.
Dikota manapun yang kami
kunjungi, dia akan pergi di tengah malam, dan kemudian kembali di pagi hari. Tentu
aku tidak protes mengenai jam bisnis
yang aneh itu, karena bocah memang secara naluri tidak tau apa-apa soal urusan
orang dewasa.
Aku ingat disuatu kota, kami
tinggal di kota itu selama sekitar satu minggu. Umurku tidak lebih dari 13
tahun kala itu.
Pada suatu malam dikota yang
sama, dia kembali dengan penampilan yang mengerikan di waktu subuh. Tanpa
menyapaku, dia langsung terkapar di tempat tidur dan tertidur, meninggalkan tas
yang dia bawa di lantai.
Tentu saja, aku tidak
bermaksud apa-apa ketika kemudian aku berniat melihat isi tas yang dia
tinggalkan. Percayalah, ketika kukatakan semisal aku bisa memutar waktu, aku
ingin membatalkan perbuatan itu dan memilih untuk tidak tau sama sekali.
Anggap saja itu adalah
pemikiran anak berusia 13 tahun yang belum matang. Namun niatku baik karena
selain memuaskan rasa penasaran, aku ingin terhubung dengan ayahku, untuk
mengenalnya lebih baik. Barang kali ada sesuatu di dalam tasnya yang bisa
membantuku untuk sekedar membuka topik pembicaraann dengannya di esok hari.
Jam sudah akan mendekati
terbitnya matahari ketika aku merangkak keluar dari tempat tidur. Seolah-olah
benda di dalam tas itu memanggilku, aku berjalan dan membukanya. Aku tidak
pernah tahu apa yang aku lihat di sana. Yang aku tahu adalah, jika aku
memikirkannya cukup lama, kepalaku mulai sakit.
Memoriku sangat samar atas
pengalaman itu. Hal berikutnya yang aku tahu, aku berada di lantai dengan ayahku
yang memegangiku. Dia nampak pucat, dan ketakutan. Aku belum pernah melihat
ayahku ketakutan. Dia memberiku tisu dan menyuruhku menyeka mulutku. Tisu
menjadi merah, aku bahkan tidak tahu kalau mulutku berdarah.
Kami langsung pulang hari itu, dan aku tidak pernah diizinkan untuk ikut dengannya lagi.
.
.
Beberapa tahun kemudian, aku
pulang ke rumah untuk mendengar ayahku berbicara di telepon dengan seseorang.
Ayahku mengatakan hal-hal seperti "Kau tidak bisa, Dia akan menemukanmu." dan "Mereka sudah tahu. Mereka selalu tahu."
Tidak pernah sekalipun dia
menyebutkan nama.
Baru setelah aku mendengar "Mengapa
menurutmu itu akan berhasil? Kecelakaan dengan Object itu bukan salahku,
itu..." aku benar-benar memperhatikan dengan seksama, dan mencoba
mengingat point penting yang bisa aku cari tahu lebih lanjut nanti.
Seminggu kemudian, aku mulai
melakukan penelitian. “Object”, “Holder”,
dan Pencari, itu adalah kata kuncinya. Semakin jauh aku mencari, informasi yang
aku temukan semakin membuatku takut. Bodohnya, semakin aku takut, semakin aku
tertarik.
Ayahku tahu bahwa aku
melakukan penelitian tentang hal-hal ini, tentang "pekerjaannya". Dia tidak pernah menegur atau
memarahiku. Entah karena dia tidak peduli, atau dia tidak mau terlihat terlalu
mencurigakan dan aneh. Dia hanya berhenti berbicara denganku.
Aku bahkan tidak ingat kapan
terakhir kali dia mengajakku mengobrol, atau kalimat apa yang terakhir dia
ucapkan kepadaku. Kami tidak saling berbicara satu-sama lain, hingga pada
akhirnya, musim panas itu dia pergi dan tidak pernah kembali.
.
.
Aku selalu menganggap dia
meninggal, dan pada akhirnya melanjutkan hidupku. Aku sebisa mungkin mencoba
berhenti untuk memikirkan Holder, Obyek atau setiap aspek dalam pekerjaannya.
Singkat cerita, kehidupanku
berbelok ke arah yang buruk dan semua terasa tidak berarti lagi. Aku ingat,
dalam tindakan putus asa, aku memutuskan untuk mengakhiri semua.
Sayang satu hal
menghentikanku. Memori tentang ayahku terus terngiang-ngiang. Pada akhirnya,
karena aku sudah berada di titik bodo amat,
aku pergi ke rumah sakit jiwa. Bukan untuk mendaftarkan diri. Aku hanya ingin
memeriksa kebenaran tentang pekerjaan ayahku, serta pembuktian atas informasi
yang aku dapatkan dari internet.
Aku ingat ketika aku berjalan
ke pria di belakang meja dan bertanya apakah ada seseorang bernama "The
Holder of Innocence", pria di belakang meja itu tampak seperti
akan menangis, tetapi hanya di satu mata.
Entah apa yang membebani, aku
langsung berlari keluar dari tempat itu, dan aku tidak pernah kembali. Bahkan
tidak kembali ke kota yang sama.
Yah, aku memang takut, dia
yang menangis benar-benar mirip dengan “petunjuk” yang dijelaskan tentang
Holder yang bersangkutan. Jika memang benar setiap informasi tentang Obyek dan
Holder ini nyata, aku tidak siap untuk melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.
Aku menyumpahi diriku dan
mencoba melanjutkan hidupku. Aku sudah sepenuhnya menyerah tentang mencoba
bunuh diri atau menyakiti diri sendiri. Akan ku lanjutkan hidupku yang
menyedihkan ini, meski itu sulit.
Kehidupan berjalan, hingga
pada akhirnya aku menerima sebuah telepon. Itu dari Ayahku. Dari seberang, dia
mengatakan bahwa dia sudah sekarat, dan ini kesempatan terakhirku apabila aku
ingin menemuinya.
Dia memberiku alamat dan aku
pun memutuskan untuk menemuinya.
Ketika aku melihatnya
setelah sekian lama, kutemukan dia sendirian berada di kamar sebuah rumah
sakit. Aku tidak meluapkan kekesalan, emosi atau apapun kepadanya. Aku hanya
duduk disampingnya dan memutuskan untuk menunggu dia bicara terlebih dahulu.
Sebenarnya, dari kondisi
yang terlihat, dia tidak nampak sakit sama sekali. Dia tampak cukup baik, dan
sehat malah.
Kata pertama yang dia ucapkan,
adalah permintaan maaf. Aku tidak tau untuk kesalahannya yang mana, sampai
kemudian dia menjelaskan lebih lanjut “.. maaf aku telah membawamu...”
Butuh waktu beberapa detik
sebelum aku paham bahwa yang dia maksud adalah ketika dia mengajakku dalam
salah satu ‘perjalanan bisnisnya’. Dia mengatakan kepadaku bahwa karena
sekarang aku tahu tentang ‘mereka’, hidupku akan berakhir sebagai seorang
Seeker, seperti dirinya.
Aku hanya mendengarkan. Tidak
ada emosi apapun yang bisa aku tunjukkan karena perkataannya kala itu tidak
memiliki bobot yang terlalu berat dihatiku—karena aku memang tidak tau banyak.
Aku meresponnya dengan mengajukan
satu-satunya pertanyaan yang dapat aku pikirkan, satu-satunya pertanyaan yang
menggangguku sejak aku belajar.
Aku bertanya mengapa dia mulai mencari. Dia tersenyum. Dia membuka laci di sampingnya dan mengeluarkan sebuah palu. Dia menyerahkannya kepadaku, memberitahuku bahwa hanya itu yang bisa dia berikan, karena satu lagi telah di ambil oleh Mereka. Aku sempat mempertimbangkan untuk menanyakan siapa yang dia maksud sebagai Mereka, tetapi aku tidak melakukannya.
Palu itu ditutupi dengan
simbol-simbol aneh, dan rune dari bahasa yang tidak kuketahui. Aku tidak bisa membacanya, dan
tidak mengenalinya. Itu pasti bahasa para Holder, kataku pada diri sendiri.
Aku bertanya kepadanya mengapa
dia memberikan benda itu kepadaku, dan dia mengatakan kepadaku bahwa dia akan
segera pergi. “kau
benar-benar sekarat?” tanyaku. Dia menggelengkan kepalanya, dan
malah memberi tahuku bahwa kematian akan jauh lebih baik dari takdirnya.
Dia menjelaskan bahwa dia tidak
dapat membiarkan Mereka menemukan dia. Jadi dia perlu melindungi dirinya sendiri
dengan satu-satunya cara yang dia tahu.
Saat itulah aku melihatnya.
Di belakang pot bunga di meja di sampingnya. Itu adalah tas kerjanya, yang aku
ingat betul bentuknya. Aku menatap ayahku dan dia tersenyum. Dia mengatakan
kepadaku bahwa dia dan Obyek akan saling melindungi, karena itu adalah
satu-satunya cara.
Aku hanya diam, tidak
merespon.
Di akhir kunjunganku, aku memutuskan
untuk pergi setelah dia menyuruhku pergi. Pada akhirnya, aku percaya kepada
setiap keputusannya.
.
.
Tiga hari kemudian, aku membaca di berita tentang pemadaman listrik besar-besaran di rumah sakit tempat ayahku dirawat. Aku mendapat telepon hari itu juga, dari rumah sakit. Mereka memberi tahuku bahwa ayahku hilang. Jika ini seperti yang aku bayangkan, maka aku sudah tau kemana dia pergi. Aku tau dia telah menjadi apa sekarang.
Aku sempat bimbang atas apa yang harus ku lakukan. Ayahku memberikan sebuah obyek kepadaku, namun tidak menjelasakan tentang tugas apa yang harus ku emban. Sempat terpikir olehku untuk menyimpan obyek ini dan melanjutkan hidup, namun penjelasan ayahku tentang "Mereka" membuat perasaanku tidak tenang. Jika dipikir kembali, aku tidak pernah benar-benar mengenal ayahku secara menyeluruh..
Pada akhirnya, setelah beberapa hari berpikir, aku sudah
memutuskan. Karena aku lemah, penakut dan tidak tau apa-apa, aku akan mulai belajar
lebih dalam. Belajar lebih dalam dan lebih runtut tentang Holder, Obyek dan
dunia para Seeker. Aku ingin mempelajari apa yang dikejar ayahku, dan atas alasan apa dia melakukan semua ini.
Ayahku memberikan Obyek palu ini kepadaku karena suatu alasan, dan aku harus mencari tahu. Setidaknya, itulah yang bisa aku lakukan untuknya. Demi Ayahku, yang kini menjadi The Holder Of The End.
.
.
Catatan
Translator/Admin : Silahkan lanjut ke part lain dengan
menggunakan tombol NEXT/PREV dibawah.
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "The Finding Father Chapter 1 : Finding Father"
Post a Comment