Bagian Final dari Cerita The Holder Of Deliverance
“Mengapa
salju turun?”
“Salju turun untuk menutupi kesedihan abadi mereka.”
“Mengapa
sungai mengalir?”
“Itu mengalir untuk membawa mereka yang telah meninggal dengan damai
ke tempat peristirahatan terakhir mereka.”
“Mengapa
Pendulum berayun?”
“Pendulum berayun untuk setiap jiwa yang hilang, yang sempat melihat pembebasan terakhir dari para obyek. Jika kau berkenan, izinkan aku menceritakan kisah mereka.”
.
.
.
Musim dingin berlalu dengan lambat.
Salju sudah berhenti turun namun hujan penanda awal musim semi tak kunjung
datang. Jalan-jalan Manhattan nampak kosong, dan warna abu-abu kota ini
barusaja mulai kembali, setelah sekian lama dikuasai oleh warna putih.
Sesekali, merah dan hijau
yang mulai menonjol, menandakan bahwa bunga dan pohon sudah siap terbangun dari
tidur panjang mereka selama musim salju.
Tentu, dari semua sudut
Manhattan, satu-satunya tempat di mana warna menolak untuk kembali, adalah di
tubuh sosok wanita berkulit dan berambut putih, yang kini berdiri di jalan di
bawah gedung apartemen. Pesan yang terukir di aspal yang dia pijaki, kini telah
usang.
Apartemen di atas yang
dulunya milik seorang perempuan bodoh, telah dibersihkan, dan penyewa baru
sudah pindah menempati
Saat dunia terus bergerak,
dia tetap menunggu. Selama dia menunggu, dia akan datang ke tempat ini, setiap
jam dan setiap saat. Jam berubah menjadi hari, dan hari berubah menjadi minggu.
Hingga akhirnya, hari itu tiba ketika kesabarannya terbayar.
Dimalam yang dingin di
tempat yang sama, seorang perempuan lain mendekatinya. Perempuan itu juga
mengenakan jubah putih, mirip dengan miliknya yang masih dia kenakan sampai
sekarang. Si bodoh itu sendiri sudah tidak ada lagi. Sosok yang berdiri di
hadapannya ini adalah The Holder Of
Deliverance, dan tidak lebih.
Meskipun dia terlihat
seperti orang yang sama, matanya tidak menunjukkan kehidupan. Tidak ada belas
kasihan, tetapi hanya petunjuk tentang apa yang dia simpan di dalam hatinya;
Pengetahuan yang tidak terbatas, dan ketakutan yang tidak dapat diketahui.
“Apakah kau adalah Pemegang Pembebasan?” Sang ‘Seeker’ bertanya, mengulangi kata-kata yang dulu
pernah diucapkan Jules Quincy kepadanya.
Sosok didepannya kemudian
menjawab, “Kebebasan
hanya dimiliki oleh mereka yang telah mendapatkannya.”
Sang Holder baru itu, tidak
membawa Seeker yang ada di depannya ini ke sungai, seperti yang akan dia
lakukan dalam situasi itu. Sebagai gantinya, dia malah mengangguk pada sang
Seeker dengan sadar dan mengeluarkan Pendulum langsung dari sakunya.
“Kau datang untuk ini, bukan?” tanya
sang Holder.
Sang Seeker ragu-ragu,
sebelum mengulurkan tangannya seperti seorang pengemis. “Aku hanya ingin memeriksanya.”
The
Holder Of Deliverance mengamati perempuan itu dari atas dan ke
bawah tanpa ekspresi, dan dalam tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya,
sang Holder meletakkan obyek yang dia jaga secara cuma-cuma, di telapak tangan
sang Seeker dengan lembut.
Sang Seeker nampak terdiam,
menatap benda yang kini ada di genggamannya. Untuk sesaat, muncul keinginan
untuk membawanya kabur. Namun, dia kembali melayangkan pandangan kepada sang
Holder yang menunggu dengan sabar.
Setelah beberapa saat
memegang benda itu, sang Seeker menutup matanya dan menarik napas dalam-dalam.
Dia meremas Pendulum di tangannya sekali dengan erat sebelum menyerahkannya
kembali ke The Holder Of Deliverence.
Sang Holder hanya
menerimanya tanpa berekspresi. Di kepala ‘sang putri salju’, dia sedikit
terganggu dengan tingkah Erica yang berbeda. Meskipun begitu, ia bisa
memaklumi. Soalnya dia tau betul kenapa dia seperti itu.
Putri Salju kemudian menepuk
pundak sang Holder sekali, sama seperti saat pertama orang di depannya ini
melakukannya ketika mereka pertama bertemu. Tidak ada yang bisa dia lakukan
selain mendoakan yang terbaik untuknya dalam menghadapi keabadian yang akan
datang.
“Kau tidak akan menemukanku di sini lagi.” Ujar sang Holder kepada si Putri Salju. Masih tidak ada
ekspresi apapun di wajahnya.
Si Putri salju tidak
merisaukan apapun “Aku tidak akan merindukanmu.”
Menatap sang perempuan
berambut putih untuk terakhir kali, The Holder
Of Deliverence meraih ke dinding dan merobek ruang dengan kukunya. Air
hitam berminyak mengalir melalui lubang dimensi yang dibuatnya, melintasi tanah
dan menodai beton.
Tanpa menunggu apa-apa lagi,
sang Holder melangkah masuk ke dalam lubang itu sebelum dia menghilang
sepenuhnya. Meninggalkan si Putri salju seorang diri.
Bagi perempuan berambut
putih itu, semua sudah berakhir. Dia tidak tahu ke mana dia harus pergi
sekarang, karena dia memang tidak punya apa-apa. Ingatannya tentang
kehidupannya sebelum menjadi Holder sudah terlalu usang sehingga dia sudah tidak
mengenal kerabat atau siapapun yang bisa dia pulangi.
Dia menatap langit, ketika
awan mendung meneteskan tetesan hujan pertama di keningnya. Dia menjeda
sebentar sebelum menghirup udara lembab yang menandakan akan segera turun
hujan.
Setelah semua pikiran itu sudah berlalu, dia menatap sekitar untuk secara tidak sengaja melirik tiang listrik. Di tiang listrik itu, terdapat sebuah pamflet berisi audisi pencarian bakat untuk aktris teater lokal.
’Yah, sepertinya aku akan mencoba kehidupan sebagai manusia’
Baca The Holders Series Lainnya
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "[The Holder Of Deliverence] Part 11 : Terwariskan"
Post a Comment