Bagian Keenam dari Cerita The Holder Of Deliverance
Mencari...
File ditemukan.
Tanggal:
Aug-01-08
Penulis:
J. Quincy
Dunia yang gelap ini penuh dengan pertanyaan. Dari mana Obyek-Obyek itu berasal? Mengapa mereka ada? Mengapa kita memiliki kencenderungan mencari mereka? Apa yang terjadi pada Holder saat mereka sudah tidak lagi menjaga obyek?
Well,
Kami tidak tahu sebagian besar jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Seeker
hidup di dunia yang gelap dan tidak dikenal, dan satu-satunya kenyamanan kami
adalah hobi untuk melakukan pencarian
Meskipun
mereka dapat ditemukan di mana saja, sebagian pencarian pasti diawali dari
rumah sakit jiwa. Kami sering ditanya, “Kenapa harus rumah sakit jiwa?” Menurut
kami, Karena di situlah mereka merasa paling betah. Di situlah kami akan
berakhir, setelah semua.
.
.
.
Aku maju selangkah hendak
memasuki rumahnya, tapi senyum Pustakawan tiba-tiba menghilang. Dia menahanku
dengan telapak tangan terbuka dan memberiku tatapan mendesak.
“Kamu punya Object, kan?”
Pertanyaan itu sedikit
mengejutkanku, tapi aku pulih dengan cepat. “Ya.” jawabku
“Kalau begitu tolong, tinggalkan di luar.”
“Kenapa?” tanyaku tidak
mengerti.
Aku akan menjelaskannya saat kita sudah di dalam.”
Aku menarik selongsong
peluru dari sakuku dan menahannya ditanganku. Ini menggelitik saat disentuh;
masih terasa hangat seperti saat aku mengeluarkannya. Dengan main-main, aku
memutar-mutarnya di jari-jemariku.
“Kenapa?” aku bertanya lagi
kepada sang Pustakawan, namun lebih tegas.
Dia mengarahkan pandangannya
padaku melalui kacamatanya. “Karena benda itu membuatku dalam bahaya.”
Pernyataan blak-blakan itu
terdengar rendah dan membuatku lengah. Melihat selongsong kecil di tanganku ini,
satu-satunya hal yang dapat aku ingat sekarang adalah teror di wajah Thompson waktu
itu.
Dalam momen kejelasan yang
tiba-tiba datang, aku memutuskan untuk mengangkat bahu dan bersikap cuek.
Kemudian, aku menjatuhkan benda itu tepat di depan pintu rumah sang pustakawan,
dan meninggalkannya di beranda rumahnya.
Sang pustakawan kemudian
tersenyum padaku, dan mempersilahkanku masuk. Bisikan-bisikan yang aku dengar
sedari tadi, nampaknya memilih untuk tidak mengikutiku masuk kedalam.
.
.
Bagian dalam rumah Pustakawan
kurang lebih seperti yang aku visualisasikan. Itu berantakan dan gelap, dan
setiap ruang nampak ditumpuki dengan buku dan kertas.
“Maaf berantakan.” Ujarnya.
Pustakawan kemudian
membawaku ke ruang kerjanya, dan itu adalah ruangan paling berantakan di rumah
ini. Kami berjalan melewati rak dan tumpukan buku sampai kami mencapai mejanya.
Kebanyakan dari mereka tertutup lapisan debu tebal, dan debu itu akan terbang
kemana-mana apabila tersenggol. Aku sebisa mungkin berusaha untuk tidak
menyentuh apapun.
“Permen karet?” dia bertanya,
menawarkan sebungkus.
“Tidak, terima kasih.”
Jujur, orang ini hampir
sangat ramah. Para Seeker, seperti yang aku pahami sampai sekarang, kukira adalah
orang-orang paranoid yang menghindari kontak sosial. Harusnya, ini membuat
seorang yang dijuluki Pustakawan, yang tau tentang obyek lebih banyak dibanding
yang lain, pastilah yang paling gila diantara semua kan? Nyatanya tidak.
“Bagaimana kau tahu aku akan datang?” aku
bertanya.
“Pengejaranmu yang tanpa henti benar-benar mencolok.” Jawabnya. “Kau cukup terkenal
kau tau? Aku bahkan dapat menjamin bahwa setiap seeker yang tau tentang Putri
Salju, pasti sudah mendengar tentang dirimu.”
Aku tidak bisa memastikan
apakah itu pujian atau bukan.
“Thompson adalah orang yang mengatakan kepadamu untuk mencariku kan?
Aku tidak tahu apakah kau sudah dengar beritanya, tetapi dia bunuh diri segera
setelah kau bertemu dengannya. Dia gantung diri di lemari rumahnya.”
Aku sedikit menggerutu
karena dia mengatakannya dengan acuh tak acuh. Aku ingat bahwa sebagian besar
Seeker tidak menyukai Pustakawan ini karena suatu alasan. Mereka menyebutnya Seeker wannabe.
“Apakah ini yang kau lakukan? Hanya menonton dan meneliti? Kau sendiri
tidak memiliki Object, kan?” tanyaku tidak sabar.
“Aku memang tidak punya obyek. Aku mencoba untuk menjauhi mereka.
Seeker sama seperti pecandu narkoba, selalu termakan oleh keinginan untuk terus
Mencari. Jadi, jika aku menjauhkan mereka dariku sebisa mungkin, aku tidak akan
kehilangan akal sehatku.”
Dia mengatakannya dengan
sangat sederhana, sangat kekanak-kanakan.
“Lalu, kenapa kau malah menelitinya?”
“Seperti dirimu, aku tidak memilih untuk mencari tahu tentang Holder
dan Seeker. Tetap saja, ini adalah dunia yang menarik, dan pengetahuan esoterik
seperti itu benar-benar ada. Bayangkan saja tentang sebuah ladang pengetahuan
diluar nalar manusia? Bukankah itu sangat menggoda siapa pun yang menyukai hal
yang tidak diketahui? Aku hanya ingin membantu para Seeker menemukan jawaban
mereka, tapi aku lebih suka menjalani sisa hidupku tanpa pernah memegang Object
lagi.”
Lagi? katanya
“Jadi, kau pernah memilikinya?” tanyaku
menelidik.
Dia malah memelototiku. Aku
langsung sadar bahwa aku nampaknya sudah melewati batas.
“Mungkin pertanyaanmu lebih baik diarahkan ke masalah Putri Salju?” desaknya.
Dia kemudian berbsalik dan
mulai menjelajahi tumpukan kertas di mejanya. Dia nampak kikuk mencoba mencari
apapun yang dia coba cari. Tidak ada yang bisa aku lakukan sekarang selain menunggu
dan melakukan apa yang dia katakan.
“Apakah dia manusia? Apakah dia seorang
Seeker?” tanyaku.
“Memanggilnya manusia adalah pujian yang terlalu besar. Apakah dia
seorang Seeker atau bukan masih diperdebatkan.” Jawabnya.
“Apa yang bisa kau ceritakan tentang Pendulum?” tanyaku lagi.
Dia lalu nampak mengeluarkan
secarik kertas dan mengulurkannya padaku. Ini adalah halaman yang dirobek dari
buku catatan baru, ditulis dalam bahasa Inggris yang rapi dan ringkas.
“Hanya itu yang bisa aku kumpulkan, dari instruksi untuk mendapatkan
Pendulum dari Holdernya.”
“Bagus.” kataku, mengambilnya
dan mengantonginya. Aku tidak berniat untuk membaca kertas itu disini dan saat
itu juga. Meskipun, aku menyempatkan diri untuk bertanya satu pertanyaan lagi.
“Kalau begitu, satu hal lagi. Jika kau telah meneliti Pendulum, kau
pastinya tau dimana benda itu sekarang kan? Siapa Seeker yang membawanya?”
Pada titik ini, Pustakawan
tampaknya menarik diri. Senyumnya menghilang seperti bola lampu yang padam, dan
dia menghindari melihat mataku. “Ini salahmu sendiri, kau tahu, bahwa kau terlibat dalam hal
ini. Tidak ada jalan keluar sekarang.”
“Iya! Aku tahu!” aku
berteriak tidak sabar. Teriakanku memenuhi ruangan dan membuat Pustakawan
merasa ngeri. Aku merendahkan suaraku, tapi maju ke arahnya. Aku tidak akan
membiarkan dia lolos. “Aku tahu apa yang aku hadapi. Aku tahu itu jalan buntu.
Katakan saja ke mana harus pergi. Aku perlu tahu di mana benda itu sekarang!”
Kepasrahan di wajahnya
terbentuk saat aku menekannya, sampai dia akhirnya menyerah. “Ada di sini, di Boston.
Seorang rekanku memilikinya sekarang. Namanya adalah Allen Dahl.”
Dia memberiku kartu nama
dengan alamatnya, dan aku memasukkannya ke dalam saku.
“Apakah ada hal lain yang ingin kau tanyakan padaku?” dia
bertanya untuk terakhir kali.
Aku menatapnya untuk waktu
yang lama, cukup lama baginya untuk mulai merasa tidak nyaman. Baru setelah itu
aku berbicara.
“Mengapa para Seeker membutuhkan Object?”
Matanya melebar karena
terkejut, tapi dia kemudian menertawakan pertanyaanku.
“Pertanyaan yang umum! Aku tidak bisa menghitung berapa kali aku
mendengar pertanyaan itu. Sayang, aku tidak tau jawabannya. Kau coba tanyakan
saja kepada Holder selanjutnya yang kau datangi! Barang kali dia mengetahuinya!”
Aku menatapnya dalam,
Sebelum kemudian tidak butuh apa-apa lagi.
“Hanya itu yang aku butuhkan.” kataku
sambil menyeringai.
“Kalau begitu sebaiknya kau bergegas jika ingin sampai di sana sebelum
si Putri Salju.”
Pustakawan itu kemudian
mengikutiku saat aku keluar dari pintu dan kembali ke mobilku. Dia menatapku
sampai mobilku benar-benar melaju. Setelah aku menghilang dari pandangan, dia
menghela nafas, dan kembali ke ambang pintu.
Aku tidak tau kala itu, bahwa aku melupakan sesuatu yang sangat penting. Sesuatu yang aku tinggalkan di beranda rumahnya.
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "[The Holder Of Deliverence] Part 6 : Sang Pustakawan"
Post a Comment