Bagian Pertama dari Cerita The
Holder Of Deliverance
Salju
turun di Manhattan.
Itu jatuh dalam gumpalan bola kapas besar, melapisi jalanan dengan lembut. Orang-orang sibuk ke sana kemari, seperti biasa, tetapi tidak ada yang saling memandang, tidak ada yang berbicara. Mereka terlalu sibuk dengan kehidupan mereka sendiri untuk saling menyapa di kota yang dingin ini.
Ada
apa dengan New York yang membuatnya begitu sepi? Mungkin itu salah satu efek
samping dari musim dingin yang datang terlalu awal, atau karena—sebagai ibu
kota bisnis negara—tidak ada seorang pun di sini yang punya waktu untuk saling
berhubungan. Atau mungkin hanya karena aku pindah ke sini dari Midwest, di mana
disana, semua orang sepertinya saling mengenal. Di sini, aku jarang berbicara
dengan siapa pun.
Dari
apartemenku, aku dapat melihat orang-orang berlalu lalang sesuka
hati. Jalanan dikota manapun sama saja ; membosankan. Hari ini, meskipun
suasana tetap kelabu, lapisan salju yang putih menyamarkannya.
Hari
ini, aku bertemu dengan sosok yang sangat cantik. Orang mungkin salah mengira
dia sebagai manekin karena betapa pucatnya dia. Rambutnya sangat panjang dan
putih bersih, dan dia mengenakan jubah panjang seperti kimono putih Jepang di
sekelilingnya. Cara salju Oktober yang dingin turun di atas sosoknya,
membuatnya tampak menghantui. Yap, dia seperti hantu.
Aku
baru saja kembali dari membeli bahan makanan ketika aku melihatnya berdiri di
jalanan, dengan berpakaian sangat tipis dalam cuaca yang sangat dingin ini. Dia
melihat sekeliling dengan rasa ingin tahu, seolah-olah dia tersesat, tetapi
wajahnya benar-benar kosong. Kulitnya putih lembut dan bercahaya, seperti
salju. Kulit di sekitar matanya jauh lebih gelap, abu-abu atau hitam.
Seolah-olah seseorang telah meninjunya tepat di mata dan memberikan lebam
disana.
Meski
begitu, dia tetap terlihat cantik.
Berbicara
dengan orang lain biasanya membuatku gugup, tapi... Hari ini berbeda. Mengawali
hari dengan sempurna, kepercayaan diriku sedang tinggi. Ini adalah hari yang
sangat jarang dimana aku mendapat tip
yang lumayan dari kafe tempatku bekerja. Selebihnya; lalu lintas sedang bagus,
dan sejauh yang aku ingat, stasiun radio secar terus menerus memutar lagi
favoritku semenjak pagi.
Itulah
kenapa, aku pada akhirnya menyapa sosok asing itu tanpa berpikir.
"Permisi," aku menepuk pundaknya, mencoba meminta perhatiannya. "Apakah kau kedinginan? Aku bisa
meminjamkanmu jaket dan syalku.”
Aku
mengulurkan syalku, tersenyum seperti orang dungu. Dalam suasana canggung, mata
dan wajahnya menoleh ke diriku, tapi dia tidak menjawab. Ekspresinya tetap sama
datar.
Ketika
di dalam sorot matanya aku tidak bisa melihat apapun, senyum mulai lepas dari
wajahku.
Dia
mengalihkan pandangannya dariku, hanya sedikit menggeser posenya seolah-olah mengabaikan
tawaran baik yang barus aja aku berikan. Aku sempat mencoba untuk mengatakan
sesuatu—permintaan maaf mungkin—tetapi ada perasaan yang menghambat suara keluar
dari mulutku.
Pada
akhirnya, aku menurunkan bahuku dan berpaling darinya, melirik ke belakang
untuk terakhir kalinya sebelum kemudian meninggalkannya.
Sosok
itu kemudian hilang, seolah-olah dia tidak pernah ada disana. Aku hampir
menjatuhkan tasku karena kaget, dan melihat sekeliling dengan liar. Mungkin dia
baru saja menyelinap di tikungan ke sebuah gang atau semacamnya, pikirku.
Jika
itu belum cukup, aku melihat sesuatu yang tidak biasa. Tepat di tempat dia
berdiri, ada sesuatu yang tergores. Sulit dibaca, karena berada di bagian luar
aspal. Meskipun begitu, ketika aku mendekat dan menelusuri garis dengan
hati-hati, jantungku hampir copot.
Itu
adalah pesan, yang bertuliskan : "SELAMATKAN
AKU"
.
.
Catatan Translator/Admin :
Silahkan lanjut ke part lain dengan menggunakan tombol NEXT/PREV dibawah.
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to " [The Holder Of Deliverence] Part 1 : Air dan Salju"
Post a Comment