From
Theholders.org
Translated
By Admin
Petunjuk yang bersangkutan dengan Obyek ini, tertuang dalam sebuah Surat yang sangat terkenal di kalangan para Seeker. Surat tersebut, berisi beberapa lembar cerita bersudut pandang orang pertama yang asal muasalnya, tidak diketahui :
Kepada, Ibu
Dari, Anakmu yang Sudah
menjalani Hidupnya sendiri.
Bu, Apa kabar, aku harap kau
baik. Sudah sekitar 8 tahun aku tidak menulis surat atau memberi kabar padamu. Sebelumnya
aku ingin minta maaf karena aku kabur dari rumah kala itu. Entah kau masih
tinggal disana atau tidak, yang jelas, aku akan mengirimkan surat ini ke alamat
lama kita yang dulu.
Semenjak kepergianku, hidup
memang awalnya susah, namun, seiring berjalannya waktu, aku dapat mengatasinya
bahkan aku berhasil menyelesaikan kuliahku dengan biaya dan kerja keras
sendiri.
Semenjak saat itu, aku
memulai pekerjaanku sebagai pegawai dan bekerja di banyak rumah rehabilitasi dan
rumah sakit jiwa di seluruh negeri, di kota-kota yang tak terhitung jumlahnya.
Pekerjaannya tidak buruk dan bayarannya sedikit lebih baik daripada kebanyakan
pekerjaan kasar yang pernah aku lakukan.
Awal karirku, aku memang mencoba
menjadi gadis yang baik, bersikap baik dan sopan kepada orang lain. Sayang,
pekerjaanku memengaruhiku dan memaksaku menjadi orang yang berbeda.
Untuk membantu yang sakit
dan patah hati, Kau perlu mengeraskan hati dan menerima kebenaran yang tidak menyenangkan
tentang orang lain. Terimalah bahwa beberapa pecandu nyatanya tidak ingin
bersih. Bahwa apa yang tampak seperti welas asih terkadang hanyalah pemuas
imajinasi dari orang gila, dan bahwa beberapa orang benar-benar perlu
dikendalikan demi kebaikan mereka sendiri.
Aku tidak akan menyebutkan
nama atau lokasi tempatku bekerja sekarang. Hanya saja, aku sudah lama di sini.
Ketika Aku pertama kali dipekerjakan, bayarannya rendah dan jam kerjanya memang
singkat. Tentu, aku diharuskan untuk tidak boleh mengeluh.
Kala itu, aku telah bekerja di
bagian penerima tamu selama satu atau dua minggu ketika seorang pria masuk, berjalan
dengan sengaja ke mejaku dan meminta untuk bertemu dengan sosok yang menyebut
dirinya “Pemegang Penolakan” [The Holder Of Denial]
Tentu aku merasa sangat
kebingungan dengan permintaannya. Terlebih, dia malah kemudian menjadi tidak
sabaran. Dia berteriak padaku dan aku tersentak. Dia bahkan memukul meja dan
bersikeras agar dia dapat melihat The Holder Of Denial.
Aku masih berusaha
menenangkannya ketika atasanku tiba-tiba datang untuk menengahi. Pak Musil,
itulah nama atasanku, melihat pria itu sekali dan pria itu terdiam.
Pak Musil lalu mengangguk
kepadaku, sebelum berkata "tidak apa-apa," dan memimpin pria itu
menyusuri lorong. Pria itu sempat menoleh ke arahku dengan senyum muram di
wajahnya. Aku tentu sedikit sebal dengannya. Kemarahannya tidak beralasan dan
mengetahui bahwa pria itu langsung tenang setelah bertemu atasanku, membuatku
terlihat tidak kompeten dalam pekerjaan ini.
Semenjak hari itu, akan
banyak lagi orang yang datang dan menuntut hal yang sama, untuk bertemu dengan
The Holder Of Denial. Semua akan berteriak dan membuat keributan hanya untuk
menenangkan diri begitu Pak Musil datang dan membawa mereka pergi.
Tentu yang paling aneh,
adalah orang-orang yang diantar masuk menyusuri lorong tersebut, tidak pernah
aku lihat lagi kembali dan keluar melalui pintu depan. Awalnya sih, aku mengira
mereka mungkin keluar dari pintu lain karena institusi tempat aku bekerja ini,
memang memiliki lebih dari satu exit
point. Namun, di hari yang lenggang dan sepi, aku sempat iseng mencoba
membuntuti Pak Musil dan salah satu pengunjung yang dia pandu karena penasaran,
hanya untuk melihat apa yang mereka lakukan.
Setiap kali, rupanya Pak
Musil akan membawa mereka ke sebuah pintu, mengunci mereka didalam dan pergi
begitu saja. Aku tentu tidak pernah tau isi dibalik pintu tersebut karena aku
memang tidak pernah bertanya. Bahkan jika aku bertanya pun, pak Musil hanya
akan menepuk pundakku dan menyuruhku kembali bekerja.
Aneh sekali kan?
Pernah suatu kali, Pak Musil
meninggalkan kunci dari ruangan misterius itu dikantornya dan aku hampir saja
mencuri kunci tersebut karena rasa penasaranku sempat meguasai. Sayang ketika
tanganku menyentuh kunci itu, aku merasakan rasa bersalah yang sangat kuat. Itu
adalah perasaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya, dimana aku merasa
bahwa aku akan dihukum dengan hukuman yang sangat berat apabila aku mengambil
kunci itu tanpa izin. Pada akhirnya, aku membatalkan niatku dan mengembalikan
kunci itu pada tempatnya.
Pak Musil, pulang lebih awal
malam itu.
Tidak sampai hari berikutnya,
kabar yang sangat buruk diterima oleh institusi tempat aku bekerja. Pak Musil,
dikabarkan kecelakaan dan meninggal dunia. Cerita kematiannya, entah kenapa
tersebar dengan sangat menakutkan dikalangan para karyawan.
Rumor beredar tentang bagaimana
dia, pak Musil, mengemudikan mobilnya bersama istri dan putranya melewati
pembatas jembatan dan terjun ke sungai. Bagaimana jendela-jendelanya sengaja
dibuka dan sabuk pengaman mereka sengaja tidak dipakai, dan bagaimana tampaknya
tidak ada satupun dari mereka yang mencoba keluar dari mobil. Mereka semua
duduk di sana sementara air sungai yang kotor mengalir masuk dan menenggelamkan
mereka.
itu detail yang sangat aneh
menrutku. Namun, siapalah aku kan? Aku tidak punya wewenang maupun bukti untuk
membuktikan bahwa ucapan mereka salah. Meskipun seluruh ceritanya terdengar
konyol, tapi terserah lah.
Oiya, Pak Musil dan
keluarganya, dimakamkan satu hari kemudian. Di sebuah prosesi pemakaman yang
tertutup. Tidak ada dari rekan-rekan kerjanya yang tau dimana dia akan
dimakamkan jadi, tidak ada yang datang.
Memang sih, kematian Pak
Musil sangat disayangkan. Yang membuat aku menepuk jidat adalah, aku baru paham
kalau kematiannya akan sangat berdampak padaku karena, dikeesokan hari, aku
baru ingat dengan nasib dari ‘orang-orang ini’
Yap, orang-orang random yang akan datang menemuiku di
meja depan, dan meminta apakah mereka dapat bertemu dengan The Holder Of
Denial, atau apalah. Jujur, hari itu, aku sedang tidak mau berhadapan dengan
orang-orang tidak jelas yang akan marah-marah didepan mukaku tanpa alasan.
Itulah kenapa, sesaat setelah absen pagi, aku memohon-mohon kepada temanku,
Anya, untuk bertukar pos hari ini saja. Dia, akan menangani meja Resepsionis,
sedangkan aku akan mengurus pendataan di ruang belakang. Beruntunglah aku
karena Anya adalah orang yang dapat diandalkan.
Tentu aku sesekali berdoa
bahwa hari itu adalah hari yang sepi dimana orang-orang tidak jelas itu, tidak
akan datang. Sayangnya, aku bukan penentu takdir dan takdir nampak membenciku.
2 jam memasuk Shift kami, dan aku dapat mendengar Anya tengah berdebat dengan
seseorang. Ketika aku mencoba mengintip, dia sedang mencoba menenangkan seorang
Wanita hamil bermata merah yang sedang memarahinya. Alasan kemarahannya, sekali
lagi adalah karena, dia ingin bertemu sosok yang menyebut dirinya The Holder Of
Denial.
Aku awalnya hendak
mengabaikan, dan berharap sang wanita hamil akan menyerah, ataupun Anya dapat
mengatasi masalah ini lebih baik dariku. Namun setelah sekitar 8 menit
berdebat, dengan dua pihak keamanan yang dipanggil Anya nampak tidak mampu
membantu banyak, pada akhirnya aku merasa kasihan juga.
Aku yang tau satu-satunya
cara untuk menenagkannya, memutuskan untuk pergi ke ruang pak Musil, mengambil
kunci miliknya dan memandu sang perempuan tersebut ke tempat yang aku tau.
Perempuan itu nampak tenang
ketika aku membawanya ke pintu di ujung lorong. Aku tidak gelisah meskipun aku
bertanya-tanya apakah Pak Musil memiliki kebiasaan kembali untuk mengeluarkan mereka
dari ruangan di kemudian hari. Pak Musil selalu mengunci pintu tersebut setelah
mereka ada di dalam, jadi mereka pasti tidak keluar sendiri. Atau ada jalan keluar
lain yang mereka gunakan? Itulah yang aku pikirkan.
Tapi yah, bodo amat lah.
Selama orang-orang ini tidak berteriak-teriak di resepsionis, aku bersedia
mengunci mereka di ruang manapun yang mereka mau.
Ketika aku kembali ke
resepsionis, aku yang kasihan dengan Anya yang terlihat Syok, pada akhirnya
menawarkan untuk bertukar pos kembali. Anya terlihat menghela nafas pelan sebelum
mengiyakan.
Waktu Shift bergulir dan
orang lain yang meminta untuk menemui Holder, datang kembali. Kali ini, adalah
seorang pria muda. Dia baru saja akan mulai berteriak ketika aku memotongnya, dan berkata “Aku hanya akan
membawamu jika kau tenang dan bertanya dengan sopan.”
Dia nampak melihat
sekeliling dengan ragu dan mengulangi permintaannya dengan nada yang lebih
sopan. Dia, berbeda dengan orang-orang yang datang sebelumnya yang nampak
tenang, terlihat gemetar dan gelisah ketika aku menuntunnya ke pintu. Aku
melakukan hal yang sama kepada beberapa orang yang datang hari itu, memandu
mereka dengan syarat mereka meminta dengan sopan. Semuanya, nampak gelisah dan
ketakutan ketika aku antar ke pintu.
Sejak saat itu, aku akan
selalu menuntut siapa saja untuk meminta dengan sopan ketika mereka datang
untuk menemui The Holder Of Denial. Orang-orang yang datang, kebanyakan
laki-laki tapi ada juga perempuan. Hampir semua dari mereka akan memasang raut
masam dan gelisah ketika aku mengantarkan mereka ke ruangan misterius itu.
Sekian waktu berlalu dan
prosesi mengantar orang ini, sudah menjadi kebiasaanku. Aku bahkan kini memilih
untuk membawa kunci ruangan itu kemanapun, alih-alih meninggalkannya di ruang
pak Musil yang sudah tidak ditempati.
Sesekali, aku akan dengan
seksama memperhatikan orang-orang yang datang tersebut dengan pandangan
menyelidik. Orang-orang yang datang itu, jelas sangat random dari berbagai kalangan masyarakat. Pasalnya, tidak ada ciri
khusus yang akan membuat mereka sama dengan yang lain. Maksudku, disatu
kesempatan, akan datang orang yang berpakaian compang-camping namun,
dikesempatan lain orang berjas resmi lah yang datang. Ada juga yang bertato dan
memiliki banyak bekas luka seperti preman, sedangkan ada pula sosok yang
berpakaian culun. Untuk para wanita pun, ada yang anggun, ada juga yang
berpakaian sangat vulgar. Satu-satunya kesamaan yang akan mereka bagi, adalah
fakta bahwa tidak ada yang akan keluar dari ruangan itu setelah masuk.
Ibu boleh menganggapku gila
namun, setelah cukup lama mengantar orang-orang ini, pekerjaan ini tumbuh dalam
diriku. Mengantar mereka, aku merasa seperti seorang ibu yang membesarkan anak.
Perasaan puas akan muncul di dalam diriku ketika aku mengantar orang-orang yang
arogan kedalam sedangkan, perasaan sedih dan takut, akan ikut aku rasakan
ketika aku mengantar orang-orang yang lemah lembut dan baik. Perasaan itu,
mungkin hanyalah buah dari imajinasiku yang terlalu liar namun, karena beberapa
alasan, membuatku teringat padamu.
Ibu mungkin bertanya kenapa
aku tidak mengecek sendiri dan masuk ke ruangan itu untuk melihat apa yang
terjadi. Well, rasa penasaran akan ruangan itu sudah perlahan menghilang seiring
berjalannya waktu. Aku sangat yakin bahwa sudah pasti akan ada pintu kedua di
ruangan itu yang mengarah keluar dan apapun yang mereka lakukan didalam,
bukanlah urusanku.
Oke, mari aku luruskan satu
hal. Cerita-ceritaku diatas mungkin akan terdengar seolah-olah orang-orang ini
datang setiap hari. Namun nyatanya, mereka sebenarnya datang sesekali dan
secara acak. Kedatangan 2-3 orang dalam sehari, adalah hal yang sangat langka. Kadang-kadang
bulan akan berlalu tanpa ada satupun orang yang datang untuk meminta menemui
Holder.
Dahulu, seniorku akan selalu
menegurku atas kebiasaan burukku seperti keterlambaan, malas-malasan, menyelinap
keluar dan sebagainya. Sekarang, entah kenapa tidak ada yang mau menegurku
apabila aku melakukannya. Apakah ini karena aku menuntun orang-orang itu ke
pintu tersebut? Aku sempat mengingat bahwa Pak Musil dahulu memang sangat
slengek-kan. Dia adalah tipikal orang yang akan bersikap seenaknya di jam
kerja. Bahkan, ketika dia merokok di dalam ruangan pun, tidak ada yang berniat menegurnya.
Padahal ada kebijakan anti merokok di tempat ini.
Tanpa sepengetahuanku,
bahkan apabila aku melakukan kesalahan yang sangat fatal hari ini, akan ada
saja orang-orang yang akan menutupi kesalahanku. Seakan, mereka mencoba sebisa
mungkin agar aku tidak dipecat dan tetap dapat melakukan pekerjaanku.
Pokoknya, semua berjalan
lancar selama beberapa waktu. Itu sebelum satu hal yang cukup aneh terjadi.
Suatu ketika, aku sedang
duduk di taman institusi untuk memakan roti isi yang merupakan makan siangku.
Diseberang tempatku duduk, adalah sebuah tembok institusi yang tidak memiliki
jendela. Awalnya, aku tidak memperhatikan namun beberapa detik setelah menatap
tembok itu sembari mengunyah makan siangku, sebuah pertanyaan menghampiri
kepalaku.
Tunggu, jika logikaku
tentang tata letak gedung benar, maka seharusnya tembok itu adalah salah satu
bagian dari ruangan yang misterius itu kan? Pikirku.
Pertanyaan itu, membuatku tanpa
alasan mengitari seluruh gedung untuk mencoba mencari pintu keluar lain, yang
mungkin bisa digunakan oleh orang-orang yang aku kunci di dalam ruangan
misterius tersebut. Hasilnya? Nihil. Tidak ada pintu keluar dalam bentuk apapun
yang dapat digunakan orang-orang tersebut apabila aku mengunci mereka di dalam.
Lah? Kok bisa?
Aku memang belum pernah melirik
lama ke dalam ruangan itu, bahkan ketika mengantar orang-orang tersebut masuk. Meskipun
aku melirik cukup lama pun, hanya akan ada kegelapan yang membuat isi ruangan
itu tidak tampak.
Otakku yang iseng pun bahkan
sempat bercanda bahwa apabila mereka masih di dalam, pasti mereka sedang
desak-desakan dong? Haha. Disisi lain, otakku juga mencoba merasionalkan
fenomena ini dengan berpikir, ah, mungkin ada pintu yang menuju ruang bawah
tanah atau semacamnya. Yap, pasti itu! Semacam pintu bawah tanah yang mungkin,
mengarah ke tempat suci dan orang-orang itu tengah bersemedi atau apalah.
Atau mungkin mereka adalah
bagian dari sekte tertentu? Hmm.
Tanpa sadar, aku sudah mulai
memupuk niat untuk mencoba memeriksa ruangan itu sendiri. Namun, setiap kali
aku ingin melakukannya, akan selalu ada saja pekerjaan tambahan yang harus aku
lakukan. Bahkan jika itu di akhir shift pun, rasa penasaranku tidak cukup kuat
untuk mengalahkan rasa capekku dan aku memutuskan untuk pulang saja.
Menyangkut ruangan itu, aku
akan selalu berpikir “Besok saja lah aku
cek”, namun ketika hari esok tiba, pikiran itu tidak berubah : “Besok
saja lah aku cek”, Seakan ada kekuatan yang mencegahku untuk memasukinya.
Suatu ketika, saat aku sedang
menunggui meja resepsionis, aku menyadari terdapat sebuah tombol di bawah meja
depan. Aku tentu sedikit bingung. Apakah tombol itu selalu ada disini?
Ketika aku raba, tombol ini
nampak keras. Jika dilihat pun, tombol itu berwarna kuning dan memiliki semacam
hiasan permata di sampingnya. Aku sudah mencoba menekan tombol itu berkali-kali
karena iseng namun, tidak ada yang terjadi.
Hingga suatu hari, aku
secara tidak sengaja menekan tombol itu ketika seorang yang hendak bertemu
Holder datang padaku. Ketika aku menekan tombol tersebut, lampu di sekitarku
akan mulai berkedip sebelum kemudian bersinar dengan sangat terang dan
membutakan. Bersamaan dengan hal tersebut, semacam angin yang membekukan akan
melewati badanku sebelum kemudian menghilang begitu saja. Itu adalah fenomena
sekilas namun, orang yang mendatangiku tadi akan hilang ketika cahaya itu
kembali normal. Menyisakan semacam noda hitam ditempat dia berdiri dimana aku
pada akhirnya harus membersihkannya.
Tentu itu adalah hal yang
sangat aneh! Aku bahkan mencobanya kembali ketika ada orang yang lain datang
hanya untuk memastikan aku tidak gila! Dan coba tebak? Kejadian yang sama
terulang kembali!
Maksudku, apaan coba?!
Oke, aku tau itu aneh namun,
ketika aku bertanya kepada beberapa seniorku tentang tombol itu, mereka akan
sekilas mengecek dan menekan-nekannya secara asal sebelum mengangkat bahu,
mengatakan bahwa tombol itu mungkin memiliki sambungan elektronik ke lampu atau
semacamnya. Yap, jawaban yang tidak memuaskan. Hal itu juga tidak menjelaskan
sebagian besar fenomena yang aku alami.
Aku tentu tau bahwa itu
tidak mungkin hanya sekedar kesalahan sambungan listrik. Soalnya, aku beberapa
kali coba menggunakannya ketika pengunjung datang dan cahaya lampu yang
menyilaukan itu akan kembali, hanya ketika aku tekan di depan pengunjung yang
hendak mengunjungi Holder dan harus ku antar menyusuri lorong.
Bu, kau tau kan dahulu
anakmu ini sangat takut dengan hal-hal mistis? Well, aku tidak mau bilang kalau
ini adalah hal yang seperti itu namun, tidak ada penjelasan lain yang bisa
menjelaskannya.
Meskipun, sebenarnya ‘menghilangkan’
orang-orang tersebut hanya dengan menekan satu tombol memang sangat praktis dan
membuatku menghemat energi. Oke, aku tidak berbohong ketika aku bilang bahwa
para pengunjung Holder tersebut akan hilang ketika aku menekan tombol ini dan
cahaya datang. Bahkan, aku sesekali akan menekan tombol tersebut ketika orang
yang datang adalah orang yang tidak sopan dan menjengkelkan.
Tanpa sadar, aku akan lebih
sering menekan tombol tersebut agar aku tidak mengirim orang-orang ke ruangan
di ujung lorong. Toh mereka yang masuk juga tidak pernah keluar, ngapain juga
memasukan orang lain?
Well,
hampir
semuanya tidak pernah keluar. Kecuali satu orang.
Kala itu, pengunjung lain
yang datang adalah seorang pria. Aku awalnya sangat tidak menyukainya karena
pakaiannya yang aneh dan dia memiliki raut wajah menakutkan dengan mata yang
kosong. Seakan, dia sudah begadang selama beberapa hari.
Aku bahkan sudah menempatkan
tanganku di tombol dan sedetik setelah dia berbicara, aku akan menekan tombol
ini. Namun, pria tersebut rupanya sangat sopan. Dia menyempatkan diri untuk
mengusap mukanya, menyisir rambutnya sebelum kemudian meminta tolong padaku
dengan kalimat yang sangat kalem dan halus. Berkata bahwa dia hendak bertemu
dengan sosok yang menyebut dirinya The Holder Of Denial.
Entah karena senyumnya yang
tulus, ataupun pembawaanya yang halus. Namun pada akhirnya, aku memutuskan
untuk membawanya menyusuri lorong ke ruangan yang ada di pojok.
Beberapa orang yang aku tuntun,
akan dengan jelas memperlihatkan ketakutan mereka, sebagian yang lain, nampak
mampu menahan ketakutan itu dan memberikan raut santai dan berani meskipun
terlihat dibuat-buat. Namun, orang ini berbeda. Dia sangat percaya diri.
Terlampau percaya diri malah. Dia bahkan sempat bersiul dan bersenandung ketika
aku memandunya menyusuri lorong.
Entah kenapa, siulannya yang
menyebalkan membuatku puas ketika aku berhasil menguncinya di dalam ruangan di
ujung lorong. Tentu, demi apapun, aku tidak mengharapkan dia kembali. Toh, orang
sesopan dia, juga pernah aku temui di awal-awal aku melakukan hal ini dulu dan
perempuan tersebut, tidak pernah kembali.
Aku kembali ke pos kerjaku
sekitar siang hari dan melanjutkan untuk menyibukkan diri dengan dokumen. Itu adalah
saat aku mendengar langkah kaki dari lorong yang sekarang, telah aku lewati
lebih dari 100 kali.
Tentu betapa terkejutnya aku
ketika aku melihat pria bersorot mata kosong yang aku antar dan aku kunci di
ruangan beberapa jam lalu, kembali dengan santainya. Ditangannya, dia membawa
sebuah benda yang ditutupi rambut, atau bahkan terbuat dari rambut.
Aura pria tersebut berubah
menyerampkan dan entah kenapa membuatku takut. Aku, dengan reflek mencoba
menyentuh tombol yang ada di meja resepsionis ketika dia berjalan melewatiku.
Sayang, aksiku itu ketahuan dan dia langsung melirikku, sebelum kemudian
bergerak dengan kecepatan diluar batas normal untuk memegang tanganku dan
menghentikan niatku.
Aku merasa kacau, bibirku
kering dan lututku lemas. Secara naluri, aku merasa bahwa nyawaku tengah berada
dalam bahaya. Itulah kenapa, aku kemudian mengumpulkan setiap tenaga yang aku
bisa untuk bertanya padanya. Itu adalah kalimat spontan yang tidak aku pikirkan
secara dalam : “Apa yang akan kau lakukan
padaku?”
Tentu aku pikir dia akan
membunuhku saat itu juga. Namun nyatanya, apa yang dia lakukan setelahnya
adalah hal yang lebih buruk. Dia akan bercerita. Menjelaskan banyak hal
kepadaku. Dia memberi tahuku atas apa
yang terjadi pada setiap orang yang aku kirim ke ruang misterius di ujung
lorong. Informasi itu akan sangat rinci, dari tes yang mereka gagal untuk
jalani hingga siksaan yang mereka terima karenanya.
Dia, juga akan meberitahuku
tentang para pengunjung, atau Seeker (begitulah
dia menyebutnya), yang menghilang karena cahaya terang yang disebabkan oleh
tombol yang ada di bawah meja. Menjelaskan makhluk apa yang menyeret mereka dan
membinasakan mereka karena aku, sang “kaki tangan” Holder menyeleksi mereka
secara semena-mena.
Dia, juga akan menjelaskan
siapa diriku di institusi ini. Rahasia apa yang berada di bawah tanah ini, dan
benda apa yang dia bawa pergi dari ruang misterius di ujung lorong. Semuanya, akan
sangat jelas.
Semuanya, membuatku semakin
ketakutan dan merasa bersalah. Aku sempat mencoba memohon di hadapannya untuk
dibantu dan dia, hanya menjawab bahwa tidak ada yang bisa dia lakukan.
Pada akhirnya, setelah
menyelesaikan urusannya, dia akan pergi begitu saja dan meninggalkanku.
Ibu, semenjak saat itu, aku
masih bekerja di institusi ini sebagai resepsionis. Gambaran dan ingatan atas
apa yang terjadi kepada keluarga Pak Musil, membuatku takut untuk meninggalkan
pekerjaan ini. Aku tidak mau bernasib sepertinya dan itulah kenapa aku
memutuskan untuk tinggal.
Sesekali, akan ada beberapa Seeker yang datang untuk minta bertemu
dengan sang Holder. Mengetahui fakta bahwa menekan tombol maka kematian instan
untuk mereka, maka aku sebisa mungkin mengirim mereka semua ke ujung lorong dan
berharap mereka berhasil menjalani ujian apapun yang ada disana dan pulang
dengan selamat.
Menyuruh mereka pergi, tidak
pernah berhasil karena mereka akan sangat marah dan mengamuk bahkan ketika aku
berkata Obyek sudah diambil oleh seseorang, mereka hanya akan menudingku
sebagai pembohong. Aku juga tidak paham apakah obyek tersebut bisa dicari lagi
apabila Obyek sudah dibawa pulang oleh orang lain. Yang jelas, semenjak orang
itu keluar dan membawa obyek, Seeker-Seeker lain yang masuk setelah dia memang
tidak pernah kembali.
Pria itu sempat menjelaskan,
kalau benda yang dia bawa adalah Trichinobezoar, Obyek ke 138 dari 538.
Untuk sekarang, aku akan
tetap berada disini, menjadi kaki tangan Holder sampai rasa bersalah karena
membawa celaka kepada orang-orang tak berdosa, tidak akan mampu aku tanggung
lagi.
Jika itu terjadi, aku
mungkin akan memasuki ruangan itu sendiri dan mengkonfrontasi sang Holder
secara pribadi dan atau mati dalam prosesnya.
Maafkan aku karena aku tidak
bisa menjadi anak yang berbakti. Selebihnya, terimakasih atas semuanya ibu,,,
Salam dari anakmu,
[Nama terlihat terkena noda
tidak bisa dibaca]
Baca The
Holders Series Lainnya
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
O ini toh si resepsionis yg biasa nganterin para seeker ke lokasi holder yg mereka cari.
ReplyDeleteYap... Well, sebenarnya resepsionis yang diceritakan di chapter2 lain udah pasti beda2 tapi chapter ini memang menceritakan cerita dari sudut pandang si resepsionis di tempatnya holder of denial..
Delete..
Menurut admin, chapter ini menegaskan bahwa pada dasarnya para resepsionis yang ada di rumah sakit jiwa atau rumah rehabilitasi yang bisa dikunjungi, mayoritas adalah manusia biasa seperti para seeker dan bukanlah "mahluk-makhluk" Tertentu seperti para Holder dan antek2 mereka.
Tentu tombol tersebut akan lebih sering digunakan apabila resepsionis itu seorang pecandu game online.
ReplyDelete