Mereka bilang, ikatan yang paling kuat, adalah ikatan yang dimiliki saudara kembar—well, itupun jika kau lahir kembar. Kisah yang akan admin ceritakan dibawah, mungkin akan menjadi kasus paling absurd dan aneh tentang “ikatan saudara kembar”
Dikenal sebagai “Silent Twins”, June dan Jennifer
Gibbons nyaris tidak pernah berbicara dengan siapa pun kecuali satu sama lain
selama hampir 30 tahun. Itu sebelum kemudian, salah satu dari mereka meninggal
secara misterius.
The Silent Twins
Pada bulan April 1963 di
rumah sakit militer di Aden, Yaman, sepasang anak perempuan kembar dilaporkan lahir.
Mereka sebenarnya lahir normal dan sehat. Secara umum, itu adalah persalinan
yang biasa-biasa saja.
Orang tua mereka, akan
menjalani kehidupan parenting yang normal
pada awalnya. Hingga kemudian, dikala si kembar memasuki usia untuk berbicara,
orang tua itu akan mulai menyadari kejanggalan dari anak mereka.
June dan Jennifer, adalah
kembar yang pendiam. Sangat pendiam malah. Sesekali sang ibu akan mengajari mereka
bahasa sederhana dan mereka hanya akan mendengarkan tanpa meniru atau mengucap
apapun. Dikala normalnya anak usia mereka sudah mampu berbicara (walaupun tidak
fasih), June dan Jennifer tetap pendiam.
Yang membuat ibu mereka
merasa aneh, adalah fakta bahwa dia sebenarnya pernah mendengar June dan
Jennifer berdialog. Mereka berdua, mengobrol dengan bahasa yang nampaknya,
hanya dilontarkan kepada satu sama lain saja.
“Di rumah, mereka berbicara, membuat suara, dan semacamnya. Tapi
yah, kau tau bahwa mereka tidak seperti anak-anak normal pada umumnya, yang selalu
suka bercerita kepada orang tuanya.” kenang ayah mereka, Aubrey.
Keluarga Gibbons berasal
dari Barbados dan berimigrasi ke Inggris Raya pada awal 1960-an. Meskipun
keluarga itu berbicara bahasa Inggris di rumah, sikembar June dan Jennifer
Gibbons nampaknya berkomuniasi dengan bahasa lain—menurut orang tuanya, mereka berbicara dengan bahasa “Bajan Creole”
yang memiliki dialek lebih cepat dari yang normal (pokoknya bahasa orang
Karibia, gitu aja)
Hampir tidak pernah
berkomunikasi dengan orang lain, dan hanya berkomunikasi antara satu sama lain,
membuat June dan Jennifer sering dijuluki sebagai “Silent Twins”. Rupanya, mereka juga memiliki ketergantungan satu
sama lain yang mengakibatkan mereka tidak dapat dipisahkan.
Memasuki bangku SD, dan menjadi
satu-satunya anak kulit hitam di sekolah dasar, membuat mereka menjadi sasaran
intimidasi tanpa henti oleh teman-teman mereka. Hal ini, rupanya malah memperdalam ketergantungan mereka satu
sama lain. Ketika intimidasi semakin parah, pejabat sekolah akan memulangkan
mereka lebih awal setiap hari dengan harapan mereka bisa pulang terlebih dahulu
dibandingkan anak-anak yang membully mereka.
Pada saat gadis-gadis itu
remaja, bahasa mereka menjadi tidak dapat dipahami oleh orang lain. Mereka juga
mengembangkan keanehan lain, seperti menolak berkomunikasi dengan hampir semua
orang luar, menolak membaca atau menulis di sekolah, dan meniru tindakan satu
sama lain.
One
Soul Two Body
Pada tahun 1974, seorang
petugas medis bernama John Rees memperhatikan perilaku aneh gadis-gadis itu
saat melakukan pemeriksaan kesehatan tahunan yang diadakan sekolah. Menurut
Rees, si kembar sangat tidak reaktif
saat divaksinasi. Dia menggambarkan perilaku mereka sebagai "seperti boneka" dan dengan
cepat memberi tahu kepala sekolah.
Kepala sekolah, hanya
menepis laporan itu dan mengatakan bahwa itu adalah perilaku normal. Karena
tidak puas, Rees memberi tahu seorang psikolog anak, yang kemudian mendesak agar
gadis-gadis itu didaftarkan program terapi.
Tentu orang tua mereka
menyetujui saran ini. Sayang, kala mengikuti beberapa program bersama beberapa
psikiater, tidak ada satupun dari mereka yang bisa menemukan jawaban dari
pertanyaan ; kenapa mereka tidak mau
berbicara dengan orang luar?
Pada bulan Februari 1977,
seorang terapis bernam Ann Treharne bertemu dengan kedua gadis itu. Dengan
beberapa desakan, Ann Treharne berhasil membujuk kedua gadis itu untuk merekam
dialog mereka dengan syarat mereka harus ditinggalkan berdua saja.
Dari pengamatannya, Treharne
merasa bahwa June ingin berbicara dengannya, tetapi dipaksa untuk tidak
melakukannya oleh Jennifer. Treharne kemudian mengatakan bahwa Jennifer “.. duduk di sana
dengan tatapan tanpa ekspresi, tetapi aku dapat merasakan semacam intimidasi
secara tidak langsung. Sekilas terlintas dipikranku, bahwa June entah bagaimana
nampaknya ‘dikontrol’ oleh saudara kembarnya.”
Pada akhirnya, setelah
berkonsultasi dengan beberapa orang, keluarga Gibbons memutuskan untuk
memisahkan si kembar dan menyekolahkan mereka ke sekolah yang berbeda. Tentu
menurut orang tua, itu adalah keputusan bijak untuk melatih kedua anaknya
bersosialisasi dengan orang lain. Harapannya adalah, begitu mereka mandiri dan
mampu mengembangkan rasa percaya diri, gadis-gadis itu akan keluar dari
cangkangnya dan mulai berkomunikasi dengan dunia yang lebih luas.
Sayang, keputusan itu
berubah menjadi katastropik. Alih-alih menjadi mandiri dan menjalani kehidupan
sosial masing-masing, June dan Jennifer Gibbons malah menjadi sosok anti sosial
akut dan menjadi hampir seperti manusia kosong.
Pada satu titik selama
perpisahan mereka, June harus dijemput dari asramanya karena dia berhari-hari
tidak keluar kamar. Dilaporkan bahwa ketika dijemput, dia hanya diam di ruangan
sembari menatap udara kosong, dimana tubuhnya kaku dan tanpa ekspresi (hampir
seperti mayat, namun masih bernafas)
Tumbuh dan Berkembang
Setelah dipersatukan
kembali, si kembar semakin erat satu sama lain dan menjadi lebih menarik diri
dari dunia luar. Mereka tidak lagi berbicara dengan orang tua mereka, kecuali
berkomunikasi dengan menulis memo.
Mengunci diri ke kamar tidur
mereka, June dan Jennifer Gibbons menghabiskan waktu mereka bermain dengan
boneka dan menciptakan fantasi rumit yang terkadang mereka rekam dan bagikan dengan
adik perempuan mereka Rose
Setelah diberi hadiah
sepasang buku harian untuk Natal, si kembar pendiam mulai menulis drama dan
fantasi mereka, dan mengembangkan hasrat untuk menulis kreatif. Ketika mereka
berusia 16 tahun, si kembar mulai menabung untuk menerbitkan cerita mereka
melalui media cetak.
Terlepas dari passion mereka yang tinggi dalam menulis
cerita, tema novel yang mereka terbitkan sendiri sama aneh dan
mengkhawatirkannya dengan perilaku mereka.
Sebagian besar latar cerita
terjadi di Amerika Serikat (khususnya Malibu) dan berpusat di sekitar
orang-orang muda atraktif yang melakukan kejahatan keji dan mengerikan.
Sementara hanya satu novel berjudul The
Pepsi-Cola Addict, yang berhasil dicetak, itu tidak menghentikan June dan
Jennifer Gibbons untuk menulis selusin kisah lainnya—The Pepsi-Cola Addict bercerita tentang seorang remaja muda yang
tergoda oleh guru sekolah menengahnya
Setelah buku mereka dicetak,
silent twins menjadi bosan hanya
dengan menulis dan ingin merasakan dunia secara langsung. Pada saat mereka
berusia 18 tahun, gadis-gadis itu mulai bereksperimen dengan obat-obatan,
alkohol dan mulai melakukan kejahatan kecil.
Akhirnya, kejahatan ini
meningkat menjadi pembakaran dan mereka ditangkap pada tahun 1981. Segera
setelah itu, mereka ditempatkan di rumah sakit dengan keamanan maksimum untuk
kriminal remaja yang memiliki ketidakstabilan mental.
Kematian Tiba-Tiba
Menjalani program terapi dan
dirawat di Rumah Sakit Broadmoor, ternyata tidak mudah bagi June dan Jennifer
Gibbons.
Ketertarikan para staff
untuk meneliti si kembar, membuat kehidupan ansos
yang pernah dijalani June dan Jennifer, nampaknya tidak bisa dirasakan
lagi. Dengan progam “perawatan” yang ketat, para dokter di Broadmoor mulai “mengobati”
si kembar dengan obat antipsikotik dosis tinggi—itu adalah pengobatan yang kemudian akan menyebabkan penglihatan
Jennifer kabur seiring berjalanannya
waktu.
Selama hampir 12 tahun,
gadis-gadis itu tinggal di rumah sakit, dan satu-satunya hiburan mereka, adalah
mengisi lembar buku harian.
Pada bulan Maret 1993, mereka
dipindahkan ke klinik dengan keamanan lebih rendah di Wales. Tetapi setibanya
di fasilitas baru, dokter menemukan bahwa Jennifer tidak responsif. Dia
tampaknya tertidur selama perjalanan dan “tidak mampu bangun”
Setelah dibawa ke rumah
sakit terdekat, Jennifer Gibbons dinyatakan meninggal dunia akibat radang
jantung yang tiba-tiba. Dia baru berusia 29 tahun kala itu.
Kematian Jennifer tentu
adalah kabar yang mengejutkan. Anehnya, pasca kematian Jennifer itu, June mulai
nampak berani berbicara kepada semua orang seolah-olah dia telah melakukannya
sepanjang hidupnya.
Tidak ada yang bisa
menjelaskan kenapa June tiba-tiba memiliki keberanian untuk bicara pasca
bertahun-tahun memilih untuk diam. Meskipun begitu, karena June sudah tidak
memiliki gejala penyakit mental, dia dibebaskan dari rumah sakit tak lama
setelah itu. Dia kemudian mulai menjalani kehidupan yang cukup normal.
Beberapa waktu pasca June
hidup “sendirian”, dia menyanggupi sebuah wawancara seseorang. Dalam wawancara
tersebut, dia berucap “Aku dan Jennifer memang memiliki hubungan khusus. Aku masih
ingat dikala kecil, aku akan bangun di tubuhnya dan dia akan bangun di tubuhku.
Kemudian, kami akan saling berteriak : aku akan mengembalikan tubuhmu apabila
kau mengembalikan tubuhku!”
The Discovery
June Gibbons, selepas meninggalnya
saudarinya, memang pada akhirnya menjalani kehidupan yang normal dan seperti
manusia pada umumnya. Meskipun begitu, terungkap bahwa kematian Jennifer
rupanya adalah sesuatu yang memang tidak sepenuhnya kebetulan.
Marjorie Wallace, seorang
Jurnalis yang sangat tertarik untuk meliput kisah June dan Jennifer, menemukan
fakta dari mereka berdua bahwa, rupanya kematian Jennifer adalah
sesuatu yang “sudah direncanakan”
LANJUT
KE BAGIAN 2 :
(Sory admin bagi 2 part, Admin sudah coba jadikan satu, tapi transisinya tidak bisa smooth. Part 2 nya akan memberikan lebih banyak informasi)
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "The “Silent Twins” Part 1 : Kisah Ikatan Batin Menakutkan yang dialami Oleh Si Kembar June dan Jennifer Gibbons."
Post a Comment