Christopher Johnson McCandless membuang seluruh kehidupannya di peradaban dan berangkat untuk hidup di alam liar pasca lulus kuliah. Terlepas dari motivasinya yang dipertanyakan, kisahnya adalah sebuah penggambaran legendaris tentang istilah “live free, or die hard.”
Chris McCandless into The Wild
Diketahui fakta bahwa pada
April 1992, McCandless menumpang dari Carthage, South Dakota ke Fairbanks, Alaska.
Di sini, dia menumpang lagi dengan tukang listrik lokal bernama Jim Gallien yang
sedang dalam perjalanan keluar dari Fairbanks.
McCandless memperkenalkan
dirinya hanya sebagai "Alex," tanpa menyinggung sekalipun tentang
nama belakangnya (Alex pun bukan nama asli). Dia kemudian meminta Gallien untuk
membawanya ke Taman Nasional Denali yang terletak di barat daya, dimana dia
mengaku bahwa dia ingin mendaki dan "tinggal
dari alam selama beberapa bulan."
Sebagai penduduk lokal,
bahkan hanya dari melihat, Gallien memiliki "keraguan mendalam"
tentang kemampuan McCandless untuk bertahan hidup di alam liar. Terlebih, dia
tau bahwa hutan belantara Alaska dikenal sangat kejam.
McCandless, disisi lain,
memang tidak memiliki peralatan yang mencukupi untuk bertahan di alam liar
selama beberapa bulan. Namun, dia bersikeras kepada Gallien bahwa dia akan
baik-baik saja.
Merasa khawatir, Gallien
tentu berusaha membujuk anak muda yang naif itu untuk mempertimbangkan kembali
petualangannya, bahkan menawarkan untuk mengantar McCandless ke Anchorage dan
membelikannya peralatan yang layak.
Sayang, anak muda itu cukup keras
kepala. Dari apa yang diingat Gallien, dia hanya membawa ransel ringan,
sekantong beras seberat sepuluh pon, senapan semi-otomatis Remington, dan sepasang
sepatu bot Wellington (sepatu itu pun diberikan oleh Gallien). Pemuda itu
bahkan tidak memiliki kompas, dan meninggalkan arlojinya serta satu-satunya
peta yang dia miliki di truk Gallien.
Pada akhirnya, Gallien menurunkan penumpangnya itu di
ujung Stampede Trail, sebelah barat taman, pada tanggal 28 April 1992.
McCandless menyerahkan kameranya kepada Gallien dan memintanya untuk mengambil
gambar sebelum pergi ke hutan belantara.
Hutan Dingin Alaska
Memasuki hutan, McCandless
tidak memiliki rencana untuk kembali (setidaknya, untuk waktu dekat). Meskipun
Chris McCandless berencana untuk mendaki lebih jauh ke barat ke Laut Bering,
dia berhenti sekitar 20 mil dalam perjalanannya karena dia menjumpai bus tua
berkarat. Dia kemudian menggunakan bus tua tersebut untuk tinggal selama
beberapa waktu karena mungkin dia berpikir, itu adalah tempat yang bagus untuk
berkemah.
Itu adalah bus tua dengan cat
biru dan putih terkelupas dari samping, ban sudah lama kempes, dan hampir
ditumbuhi lumut dan tanaman liar. Meskipun begitu, McCandless nampak senang
menemukan tempat tersebut.
Selama sekitar 16 minggu,
Chris McCandless akan tinggal di bus ini. Petualangannya di alam liar akan
penuh dengan kesulitan. Setiap detail dari buku hariannya akan menggambarkan
bagaimana tubuhnya terasa lemah, sering turun salju, dan selalu gagal dalam
usahanya untuk berburu. Meskipun begitu, setelah minggu pertama yang sulit,
McCandless secara bertahap akan menyesuaikan diri dengan gaya hidup barunya.
Dia bertahan hidup dari
beras yang dia bawa, serta mendapat makan lain dengan mencari tanaman lokal. Terkadang, dia akan berhasil memburu
hewan buruan kecil seperti tupai, angsa maupun kelinci.
Pada satu titik dia bahkan
berhasil membunuh rusa, meskipun bangkainya membusuk sebelum dia bisa
memanfaatkan dagingnya.
Rencana Untuk Kembali ke Peradaban
Setelah dua bulan, Chris
McCandless ternyata merasa sudah cukup. Dia sudah puas hidup sebagai pertapa
dan pada akhirnya memutuskan untuk kembali ke masyarakat. Dia mengemasi
kemahnya dan memulai perjalanan kembali ke peradaban pada 3 Juli.
Sayangnya, jalur yang
sebelumnya dia ambil di atas Sungai Teklanika yang membeku kini telah mencair.
Dan bukannya sungai kecil, McCandless sekarang menghadapi gelombang air sungai
setinggi 75 kaki yang dipicu oleh salju yang mencair. In a way,Tidak ada cara baginya untuk lewat.
Apa yang tidak dia ketahui
adalah bahwa ada semacam tram* yang
bisa dia gunakan untuk menyebrang, terletak satu mil di hilir sungai. Bahkan
lebih baik lagi, ada kabin wisatawan nyaman yang penuh dengan makanan dan
persediaan terletak sekitar enam mil di selatan bus, dimana tempat itu ditandai
di sebagian besar peta daerah itu.
Itu adalah informasi yang
sangat krusial dan harusnya bisa McCandles ketahui apabila dia mendengarkan
Gallien dan lebih berhati-hati dalam mempersiapkan perjalanannya.
Dan karena Chris McCandless
tidak tau info penting tersebut, pada akhirnya dia bertindak sesuai insting,
yaitu kembali ke bus-nya. Semenjak saat itulah, entri buku hariannya akan
mengandung memori-memori yang lebih dark
seperti : “Air
Hujan memasuki bus. Sungai terlihat mustahil untuk dilewati. aku Kesepian,
mungkin juga ketakutan karena tidak bisa kembali.”
Meskipun dia terus berburu
dan mengumpulkan tanaman yang dapat dimakan, dia semakin lemah karena dia
menghabiskan lebih banyak kalori daripada yang dia makan selama tiga bulan di hutan
Alaska.
Entri terakhir dalam buku
harian, yang ditulis pada hari ke-107 dia tinggal di bus, hanya bertuliskan "Berry Biru
yang Indah." Sejak saat itu, hingga hari ke 113, dia
diperkirakan menjalani detik detik terakhir hidupnya
Pada hari ke-132 setelah
Chris McCandless terakhir terlihat, tubuhnya ditemukan oleh para pemburu. Salah
satu pria yang telah membaca catatan itu memasuki bus dan menemukan apa yang
dia pikir adalah kantong tidur yang penuh dengan makanan busuk. Sayang, itu
adalah mayat Chris McCandless.
Memahami Kematian Chris McCandless
Penyebab kematian Chris
McCandless telah diperdebatkan selama beberapa dekade. Asumsi pertama adalah
bahwa dia hanya kelaparan. Persediaan berasnya telah berkurang, dan semakin
lapar, semakin sulit baginya untuk menemukan energi untuk bangun dan berburu.
Namun, Jon Krakauer,
jurnalis pertama yang meliput kisah Chris McCandless, sampai pada kesimpulan
lain. Berdasarkan entri buku harian yang merinci sumber makanannya, dia yakin
bahwa McCandless mungkin telah memakan biji tanaman Hedysarum alpinum yang beracun .
Kepada orang yang sehat
secara fisik, bijinya mungkin tidak berbahaya karena racun di dalamnya biasanya
dapat dinetralisir oleh asam lambung dan bakteri baik di usus. Namun, jika McCandless
memakan bijinya sebagai upaya terakhir (untuk mengisi perut), sistem
pencernaannya mungkin terlalu lemah untuk melawan racun tersebut—teori ini
didukung dengan pernyataan di salah satu entri dalam buku hariannya yang
menyatakan bahwa McCandless sempat sakit karena memakan biji-bijian.
Teori lain adalah bahwa
McCandless meninggal karena jamur. Gagasan ini menyatakan bahwa benih beracun
mungkin telah disimpan secara tidak benar di lingkungan yang lembab. Teori
keracunan lain-lain juga telah dikemukakan sebagai penjelasan, meskipun tidak
ada kesimpulan pasti yang dicapai.
Peninggalan Orang Mati
Elemen menarik lainnya dari
kisah Chris McCandless, adalah foto-foto yang ditinggalkannya. Kameranya berisi
lusinan foto yang merinci perjalanannya, termasuk potret dirinya sendiri.
Apabila foto-foto itu
dijajarkan, perubahan tubuh Chris McCandless akan terlihat jelas. Tubuhnya
terlihat semakin kurus dan melemah, meskipun dia tampak tersenyum dan terus
hidup dalam kesendirian.
Pada akhirnya, terlepas dari
banyak penyelidikan, para ahli masih belum sepenuhnya yakin bagaimana
McCandless meninggal dan apa yang dia pikirkan di saat-saat terakhirnya. Apakah
dia merindukan keluarganya? Ataupun apakah dia pada akhirnya sadar bahwa
kematiannya merupakan kesalahannya sendiri?
In
the end, terlepas dari segala macam misteri yang menyelimutinya,
kisahnya pada akhirnya diabadikan dalam sebuah film yang keluar pada tahun 2007
berjudul “Into The Wild”
Dengan cara yang unik, kisah
dari Chris McCandless yang secara spontan meninggalkan peradaban dan pergi ke
alam liar, sedikit banyak sangat relate
dengan sekian generasi yang capek dalam kehidupan bermasyarakat. Ayalnya, kisah
tentang “hidup dengan alam”, Membuat mereka tertarik untuk pergi ke alam liar
dan mencoba mencari petualangan mereka sendiri.
Catatan
Admin : Sedikit Opini dari kisah Chris McCandless ini. Sebenanya,
menurut admin, inti dari kisah kehidupannya, bukanlah tentang perjalannya.
Melainkan lebih ke apa yang dia dapatkan dari perjalanan tersebut.
Terlepas dari dia yang
meninggal dan kisahnya bukanlah sebuah kisah heroik atau semacamnya, sebuah Quotes yang dia paparkan di salah satu
lembar buku hariannya, nampaknya menjelaskan bahwa dia sudah sepenuhnya paham
intisari atas kehidupan yang dia jalani. Quotes itu adalah :
“Happines Is Only Real When Shared”
Kebahagaan
hanya Terasa Nyata apabila (Kebahagiaan itu) Dibagikan (Kepada Orang Lain).
Baca
Juga :
- Violet Jessop, Perempuan yang selamat dari 3 Kecelakaan Kapal beruntun
- Mauro Prosperi dan Kisah Survival 10 Hari Di Gurun Sahara
- Kisah Kru Ernest Shackelton yang Terjebak di Gumpalan Es Selama 497 Hari
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
Kutipan dari dia deep banget sih buat gue (Yg agak kikir).
ReplyDeleteKalo film nya jelas agak didramatisir seolah dia legenda. Tapi menurut gue salah satu penyebab kematian dia kayanya kurang persiapan.