Sean Vincent Gillis adalah seorang pembunuh berantai, pemerkosa, dan pecinta nekrofilia. Dia tercatat membunuh delapan wanita Louisiana antara tahun 1994 dan 2004 di daerah Baton Rouge Metro dan sekitarnya.
The Origin
Sean Vincent Gillis tidak
memiliki masa kecil yang bahagia. Berjuang dengan alkoholisme dan penyakit
mental, ayahnya diketahui meninggalkan keluarga segera setelah Gillis lahir
pada tahun 1962.
Namun, terlepas dari
kesulitan tumbuh tanpa ayah, Gillis muda tampaknya baik-baik saja sebagai anak
yang pendiam. Ibunya membesarkannya dengan bantuan kakek-neneknya saat dia
bekerja penuh waktu untuk sebuah stasiun televisi lokal. Selama waktu ini, dia
ingat bahwa Gillis adalah anak baik yang memiliki nilai rata-rata di sekolah.
Meskipun dia adalah anak
yang terlihat normal, Gillis memiliki sisi lain dalam kepribadiannya yang
muncul berulang kali. Pada suatu saat selama masa remajanya, seorang tetangga
bernama Carolyn Clay mengatakan bahwa dia mendengar suara gedoran keras pada
pukul 3 pagi dan melihat Gillis di halaman depan rumahnya, memukuli beberapa
tong sampah dengan marah.
“Dia rentan terhadap emosi.” kenang
Clay. "Dia
adalah seorang anak muda yang marah."
Sedikit yang orang-orang
disekitarnya tau, bahwa bibit kemarahan itu akan berubah menjadi sesuatu yang
mengerikan seiring Gillis tumbuh dewasa.
Helter
Skelter Dimulai
Setelah lulus SMA, Sean
Vincent Gillis dikabarkan beberapa kali mengikuti kursus keterampilan sembari
berpindah-pindah diantara pekerjaan part
time bergaji rendah. Kala itu, dia masih tinggal bersama ibunya.
Akhirnya, ketika Gillis
berusia 30 tahun, ibunya pindah untuk menerima tawaran pekerjaan di Atlanta dan
pria yang mudah marah ini terpaksa harus menjalani kehidupan sendiri untuk
pertama kali dalam hidupnya.
Belum pernah hidup mandiri, tentu
Gillis langsung menemukan rasa kesepian yang mendalam. Tanpa pengawasan orang
lain, kehidupannya mulai menyimpang dimana dia mulai terobsesi dengan
pornografi—obsesi ini akan sangat akut sampai Gillis sepenuhnya mengabaikan
pekerjaannya.
Tentu ibu Gillis yang
melihat anaknya sengsara tanpa bekerja, tidak mampu mengabaikannya begitu saja.
Setelah semua, ibu tetaplah seorang ibu. Meskipun, bantuan yang akan dia
lakukan kemudian hanyalah sekedar mengirimi uang bulanan kepada Gillis untuk
kebutuhan sehari-hari—setidaknya sampai
anaknya itu mendapatkan kembali momentum dalam hidupnya.
Gillis disisi lain, merasa
marah kepada ibunya karena meninggalkannya sendiri. Terlepas dari ibunya itu
yang masih peduli dan memberinya uang bulanan, Gillis diketahui akan beberapa
kali kehilangan kontrol dan berteriak marah menganggu tetangganya.
Yang lebih parah, adalah
kenyataan bahwa ia pernah tertangkap mengintip ke jendela tetangga perempuan
pada tahun 1992. Itu adalah masa-masa dimana obsesinya dengan pornografi
terbilang sangat tinggi.
Meskipun demikian, ia diketahui dapat memulai dan mempertahankan hubungan yang stabil dengan seorang wanita bernama Terri Lemoine pada tahun 1994. Sayang, pada tahun yang sama adalah waktu dia membunuh korban pertamanya.
Gillis menyerang seorang
perempuan bernama Ann Bryan yang berusia 81 tahun pada bulan Maret itu. Awalnya
sih, dia hanya ingin memperkosanya saja. Namun ketika Ann berteriak-teriak, Gillis
menjadi liar dan langsung menikamnya sekitar 50 kali.
Melihat kematian dan darah,
rupanya membuka kemungkinan baru atas fantasi-fantasi gila yang bisa
dibayangkan oleh Gillis. Fantasi tersebut, membawanya ke kehidupan yang lebih
gelap lagi.
Pembunuhan Sean Vincent Gillis
Meskipun pembunuhan
pertamanya menunjukkan betapa brutalnya dia, Sean Vincent Gillis tidak membunuh
lagi hampir selama lima tahun. Mungkin karena dia menunggu polisi akan
menangkapnya pasca pembunuhan pertama.
Polisi, tidak pernah datang.
Kembali menjalani karirnya,
dari Januari 1999 hingga Januari 2000, dia membunuh empat wanita, sehingga
total korbannya menjadi lima. Dia membunuh yang keenam pada Oktober 2000 dan
menyerang dua korban terakhirnya pada Oktober 2003 dan Februari 2004.
Rentetan pembunuhan ini
memiliki beberapa kesamaan yang benar-benar mengerikan. Ketujuh wanita itu, semuanya
pelacur kecuali satu dan semuanya berusia pertengahan 30-an hingga awal 50-an.
Mereka akan ditemukan dalam kondisi dicekik, diperkosa, ditikam sampai mati,
dan dimutilasi—biasanya di daerah terpencil yang jauh dari Baton Rouge.
Ketika polisi menemukan
mayat korban keduanya, mayat itu ditemukan dalam posisi yang sangat aneh.
Seorang penyidik bahkan mengatakan ; “Dia tengkurap, dalam semacam pose seperti penari balet.
Disamping mayatnya, terdapat sebuah tanda jalan yang bertuliskan ‘jalan buntu’
seakan itu adalah humor dan ejekan yang ditinggalkan oleh si pelaku kepada kami
para polisi.”
Dalam penemuan lain, ada
juga sesosok mayat yang ditemukan dalam keadaan rusak parah. Penyidik
mengatakan “Itu
lebih seperti setumpuk daging dibandingkan manusia ketika kami pertama
menemukannya. Tubuhnya benar-benar tidak bisa dikenali”
Yang lebih aneh adalah tentu
saja ketika mayat ditemukan, tidak ada senjata pembunuhan, saksi, atau sidik
jari yang bisa diidentifikasi. Karena polisi tidak memiliki petunjuk apapun
untuk melacak si pelaku, Gillis bebas membunuh selama terus menerus...
.. Setidaknya, sampai tahun
2004 ketika dia pada akhirnya meninggalkan ‘sesuatu’ untuk polisi.
The Downfall
Jejak ban berlumpur di dekat
tubuh korban terakhirnya adalah kehancuran bagi Sean Vincent Gillis. Meskipun
begitu, itu adalah sebuah keberuntungan bagi para penyidik yang sudah ‘buta dan
tuli’ atas pelaku selama bertahun-tahun.
Jejak ban tersebut, adalah
jejak dari ban bermerek Goodyear yang
rupanya, cukup langka dipakai di daerah sekitar. Menyadari fakta ini, Otoritas
setempat kemudian mulai bekerja sama dengan showroom Goodyear untuk melacak siapa saja yang pernah membeli ban jenis ini
dari sebuah toko di Baton Rouge.
Penyidik yang mendapatkan
200 nama pembeli, kemudian mulai melakukan tes DNA dengan sperma yang ditemukan
di tubuh korban. Dari 200 orang pembeli ban tersebut, satu nama nampak cocok
dalam tes DNA. Itu adalah Sean Vincent Gillis.
Selama wawancara awal
setelah tes DNA pada April 2004, para detektif mewawancarai Gillis dan mendapat
firasat bahwa dia sudah pasti pelakunya.
Para penyidik kemudian
segera meminta surat perintah penggeledahan untuk rumah Gillis. Polisi bahkan
sempat menghubungi pacar Gillis yaitu Terri Lemoine yang kala itu, masih tidak
tau menau atas aksi kejahatan Gillis.
Kala penggeledahan
dilakukan, lusinan foto para korbannya ditemukan di dalam sebuah kotak yang
tersembunyi di dalam rumah. Itu, adalah bukti konkrit yang sudah tidak bisa
dibantah lagi.
The Last Effort
Tentu Tidak diragukan lagi
kalau Gillis akan divonis untuk beberapa pembunuhan yang sudah terbukti dia
lakukan. Dalam persidangan, Sean Vincent Gills bahkan mengaku bersalah dan
minta maaf.
"Aku minta maaf karena telah menyakiti orang," itu sebelum dia melanjutkan dengan kalimat “...Tapi aku akan
melakukannya lagi. Hari dimana aku keluar, aku berjanji akan menemukan
seseorang untuk dibunuh sebelum matahari terbenam.”
Karena ucapannya itu,
hukumannya ditambah beberapa tahun sehingga dia pada akhirnya divonis hukuman
seumur hidup. Dia masih dipenjara sampai hari ini.
Baca
Juga :
- Ronald “Bayou Strangler” Dominique : Pembunuh Berantai yang Hanya Memburu dan Membunuh Gelandangan
- The Beauty Queen Killer : Aksi Pembunuhan dan Pelarian Selama Tujuh Minggu Christopher Wilder
- The BTK Killer : Kisah Dua Kehidupan Dennis Rader, Sebagai Pembunuh Berantai dan Ketua Dewan Gereja
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
Sepandai pandainya tupai melompat, dua tiga pulau terlampaui.
ReplyDeletePeribahasa baru.
Brutal tapi ga ninggalin jejak sama sekali kecuali pas di Blunder terakhir. Keren juga.