Bunuh diri adalah tindak pidana di banyak negara; tetapi pada abad ke-12 feodal Jepang, prajurit atau samurai lebih memilih bunuh diri untuk melindungi kehormatan mereka.
Sejarah Seppuku
Samurai Jepang dikenal luas
karena kelincahan dan kehebatan mereka dalam menggunakan pedang, dan dengan
pedang pulalah mereka mati apabila memilih untuk melakukan Seppuku.
Seppuku, atau lebih dikenal
sebagai “Hara-kiri” pada dasarnya adalah ritual menebas atau merobek perut
sendiri menggunakan pedang pendek ataupun pisau. Hara-kiri, memiliki arti “Hara”
adalah perut sedangkan “Kiri” menebas, merupakan ritual bunuh diri mematikan,
yang dipraktikkan di Jepang selama abad ke-12 dan ke-18 sebelum kemudian
dihapuskan.
Kembali ke masa lalu, ketika
seorang prajurit bangsawan kalah dalam perang, dia melakukan Seppuku untuk
menghindari rasa malu karena gagal melindungi maupun membawa rakyatnya kepada
kemenangan
Bagi prajurit ataupun
kesatria Jepang, kehormatan dan kesetiaan di atas segalanya termasuk nyawa
mereka sendiri. Itulah kenapa seorang prajurit yang melakukan tindakan Seppuku
dianggap sangat terhormat, bahkan oleh prajurit musuh.
Pemotongan Perut
Meskipun Seppuku terdengar
sangat sederhana, sebenarnya terdapat ritual yang rumit dan rinci yang harus
dilakukan oleh mereka yang hendak melakukannya.
Pada hari ritual, seorang
samurai dimandikan dan diharuskan mengenakan pakaian putih bersih. Dia kemudian
diberi makan terakhir yang terdiri dari makanan favoritnya.
Sebuah bangku kayu kecil
disediakan untuknya, yang memiliki secangkir minuman upacara, beberapa berkas
kertas buatan tangan dan peralatan menulis.
Samurai itu harus menulis
puisi tentang kematian sementara seorang kaishakunin
, atau orang kepercayaan sang samurai sendiri, menyiapkan pedangnya untuk
memenggal kepala sang samurai.
Setelah selesai menulis
puisinya, sang samurai kemudian dipersilahkan meneguk minumannya dan dengan
bantuan tanto (pisau) tajamnya, akan
memotong perutnya dari kiri ke kanan, sambil duduk di atas tumitnya dengan
lutut ditekuk.
Sementara sang samurai mulai
berdarah-darah karena isi perutnya mulai keluar, sang kaishakunin kemudian akan memutuskan kepala samurai dengan satu
pukulan pedang, yang akan membunuh samurai seketika.
Sesuai tradisi, Seppuku juga
harus dilakukan oleh istri samurai apabila sang suami memutuskan untuk
melakukan Seppuku. Meskipun ritualnya tidak sama, karena para istri biasanya
lebih suka mengikat lutut mereka bersama-sama dan memotong arteri karotid mereka
dalam satu pukulan pisau.
Hal tersebut membantu kematian
cepat dan juga membantu mereka mati jauh sebelum musuh datang untuk menangkap
mereka.
Samurai sejati terakhir
Saigo Takamori dianggap
sebagai salah satu prajurit terhebat dalam sejarah Jepang dan juga samurai
terakhir yang pernah hidup.
Pada tahun 1868, ketika
revolusi politik muncul di Jepang pasca Perang Boshin, Kaisar Meiji mengambil
alih kendali negara dan Saigo Takamori, meskipun seorang samurai, menjadi
penasihat utamanya.
Setelah memimpin bangsanya
menuju kejayaan selama bertahun-tahun, ia menetap sebagai guru militer, melatih
samurai masa depan, sampai Pertempuran Shiroyama mengharuskannya berjuang untuk
negaranya.
Dengan sangat sedikit yang
tersisa untuk ditaklukkan dalam perang, Saigo Takamori terluka dan pada hari
yang sama, dia melakukan Seppuku, bisa dibilang samurai sejati terakhir yang
melakukannya.
Istilah Seppuku juga sangat
terkait dengan "Insiden Ako" atau bunuh diri 47 samurai tanpa
pemimpin, yang kisahnya telah menjadi legenda di Jepang.
Pada tahun 1703, seorang
penguasa feodal bernama Asano Naganori pergi ke kastil untuk urusan bisnis. Disana,
ada pertengkaran sengit antara Naganori dan pejabat senior pengadilan bernama
Kira Yoshinaka atas masalah sepele, yang menyebabkan salah satunya melukai yang
lain
Atas tindakan yang dia
lakukan, Naganori melakukan Seppuku dan pada akhirnya, harus menyerahkan
tanahnya dan pada saat yang sama juga kehilangan keluarganya.
Para prajurit Naganori yang
sudah bersumpah setia kepadanya, pada akhirnya harus menjadi ronin atau samurai tanpa pemimpin pasca
kematian Naganori. Untuk membalas kematian tuan mereka dan mengembalikan
kehormatan mereka yang hilang, empat puluh tujuh samurai itu kemudian menghadapi
Yoshinaka, yang menolak melakukan Seppuku.
Pada akhirnya, Yoshinaka
dipenggal oleh mereka dan 47 Samurai tersebut, melakukan Seppuku untuk
menghormati tuan mereka yang mati dengan cara yang sama.
In The End
Meskipun tindakan adat
Seppuku benar-benar hilang setelah sistem feodal mati di Jepang, orang mungkin
masih menemukan insiden kecil Seppuku yang aneh.
Percaya atau tidak, pada tahun 2001, peraih medali emas
Judo nasional Isao Inokuma melakukan ritual Seppuku setelah perusahaannya
mengalami kerugian finansial yang besar (the hell dude.)
Hari ini, Seppuku sepenuhnya
sudah hilang dari Jepang, meskipun, bunuh diri nampaknya masih menjadi masalah
serius dikalangan anak muda (dengan alasan selain Seppuku)
Well apapun itu, nampaknya
pesan “jangan bunuh diri” adalah kampanye yang baik untuk mengakhiri tulisan
ini. Hiduplah sampai tua, atau setidaknya sampai malaikat kematian datang untuk
menjemput.
Rasa sakit dan malu masih
bisa sembuhkan apabila jantung masih ada pada tempatnya,
Baca
Juga :
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
Liberalisme itu salah satu penyebab bunuh diri tertinggi sebenarnya. Dia menempatkan kebebasan diatas segalanya termasuk "Nyawa gue suka suka gue". Kemarin juga ada Dokter dari Belanda bikin alat buat bunuh diri tanpa rasa sakit dalihnya juga " Nyawa itu terserah pemiliknya"
ReplyDeleteShit man. Bunuh diri termasuk seppuku atau era modern gini menurut gue bukan hal yg tepat.
wah kalau ada dokter yang malah bikin alat bunuh diri, itu secara langsung udah melanggar sumpah dokter untuk "menyelamatkan nyawa" ...
Delete...