Dalam cerita pendek tahun 1924 yang berjudul “The Most Dangerous Game”, penulis Richard Connell menceritakan kisah tentang seorang bangsawan Rusia kaya yang bosan dengan berburu binatang, pada akhirnya memikat pemburu ke pulaunya dan memburunya untuk olahraga.
Sejak cerita itu diterbitkan,
gagasan sesat tentang manusia yang berburu manusia lain telah memikat banyak
orang. Konsep ini telah muncul berkali-kali dalam plot novel, acara TV, dan
film—meskipun sebagian besar, hanyalah fiksi semata.
Namun, ada kalanya memang,
kenyataan lebih aneh dibanding fiksi.
The Crime of Robert Hansen
Robert Hansen adalah seorang
pemburu, yang memiliki kesenangan dalam mendekorasi rumahnya dengan berbagai
macam “piala” dari buruannya. Meskipun, dalam hobinya berburu, dia menyimpan
rahasia kelam dimana dia tidak hanya memburu binatang.
Pada 1970-an, Robert Hansen,
diketahui memiliki kehidupan kedua sebagai pembunuh. Terlepas dari ‘sisi baik’
yang dia jaga di kota, dia rupanya memiliki hobi untuk menculik orang,
melepaskannya ke hutan dingin Alaska, dan memburu mereka layaknya binatang.
Sepanjang tahun 70-an dan
awal 80-an, Hansen menargetkan pekerja seks dan penari eksotis, untuk melakukan
sebuah “permainan” bertahan hidup gila yang kemudian akan memberinya julukan
sebagai Pembunuh berantai “Butcher Baker”
The Butcher Baker
Tidak seperti dalam fiksi“The Most Dangerous Game”, Robert Hansen
bukanlah bangsawan aristokrat ataupun konglomerat dalam jenis apapun. Lahir
sebagai Robert Christian Hansen pada 15 Februari 1939, di Estherville, Iowa, ayahnya
hanyalah seorang imigran Denmark yang memiliki sebuah toko roti.
Masa kecil Hansen tidak
mudah. Dia bekerja berjam-jam di toko roti keluarga sejak usia muda. Meskipun
dia secara alami kidal, dia terpaksa menggunakan tangan kanannya dalam
kehidupannya di toko roti.
Sebagai seorang remaja, dia
sangat pemalu, memiliki jerawat yang parah, dan diejek karena dia memiliki
kebiasaan bicara gagap—Anak laki-laki di sekolah mengolok-oloknya, dan
gadis-gadis yang disukainya menolaknya. Dia juga sering digambarkan sebagai
seorang penyendiri.
Termasuk dalam ‘buangan sosial’, ia lebih banyak menghabiskan
waktu sendiri dan menekuni apapun yang dia anggap menarik. Seiring waktu, ia
menjadi cukup ahli dalam berburubinatan dan terampil dalam kemampuan menjebak
dan menembak hewan.
Haus Darah
Pada tahun 1957, ketika ia
berusia 18 tahun, Robert Hansen diketahui bergabung dengan Angkatan Darat AS (meskipun
dalam barisan tentara cadangan). Dia kala itu masih memiliki hasrat untuk
meninggalkan masa mudanya yang bermasalah dan mencoba meraih semacam pencapaian
untuk dirinya sendiri.
Untuk sementara, dia memang
cukup bangga mengabdi sebagai tentara. Setelah menjalani satu tahun di kesatuan,
ia pada akhirnya ditunjuk sebagai asisten instruktur latihan di Pocahontas,
Iowa, dan bahkan menikahi seorang wanita muda yang ia temui di sana.
Namun, terlepas dari
kehidupannya yang relatif normal, ada sesuatu di dalam diri Hansen yang tidak
bisa dideskripsikan. Itu adalah gejolak kemarahan yang entah bagaimana tumbuh dan
menjadikannya memiliki rasa ‘tersingkirkan’ dari masyarakat.
Pada tahun 1960, pada usia
21 tahun, dia meyakinkan seorang karyawan toko roti muda untuk membantunya
membakar garasi bus sekolah. Aksi itu tidak membuahkan hasil yang baik karena ketika
bocah itu kemudian mengaku, Hansen ditangkap. Tidak hanya itu karena istrinya
kemudian diketahui menceraikannya, dan benar-benar meninggalkan Hansen sendiri
di penjara.
Hansen baru dibebaskan 20
bulan kemudian. Dalam kehidupan lanjutan yang luntang-lantung dan tidak jelas, dia sempat kembali dipenjara
beberapa kali lagi karena pencurian kecil-kecilan.
Meskipun begitu, pada
akhirnya dia berhasil menikah lagi dengan wanita lokal yang lain.
Pada tahun 1967, ia dan
istrinya diketahui pindah ke Anchorage, Alaska. Dia pindah ke komunitas kecil,
memiliki dua anak dengan istrinya, dan menjalani rutinitas yang tenang. Dia
sangat disukai oleh warga kota karena membuka toko roti kecil.
Tapi sementara penduduk kota
kebanyakan menganggap tukang roti adalah orang yang baik dan ramah. Ada semacam
‘indikasi’ bahwa si Hansen ini,
bukanlah sosok yang baik-baik saja.
Pada tahun 1972, ia
ditangkap dua kali: sekali karena penculikan dan percobaan pemerkosaan terhadap
seorang ibu rumah tangga, dan sekali lagi karena memperkosa seorang pelacur.
Tanpa diketahui pihak
berwenang, pembunuhannya dimulai pada tahun 1973, kemungkinan didorong oleh
kemampuannya untuk bebas setelah kejahatan awalnya.
Tahun 1976 Hansen ditangkap
lagi dan dijatuhi hukuman lima tahun karena mencuri gergaji mesin. Namun, dia
mengajukan banding atas hukuman itu dan pada akhirnya dibebaskan. Di titik ini,
hobinya dalam memangsa penari telanjang dan pekerja seks sudah berjalan dibalik
layar.
Imajinasi Gila Rob Hansen
Pada tahun 1983, lebih dari
satu dekade setelah Hansen pindah ke Anchorage, seorang gadis 17 tahun bernama
Cindy Paulson ditemukan berlari dengan panik di Sixth Avenue, bertelanjang kaki dan diborgol.
Setelah ditemukan oleh
seorang sopir dan dibawa ke tempat yang aman, Paulson, seorang pelacur,
menceritakan kisahnya kepada polisi. Dia menggambarkan bahwa dia disandera oleh
seorang pria yang memborgolnya ke mobilnya, menahannya di bawah todongan
senjata, dan membawanya ke rumahnya di mana dia merantai lehernya.
Pria itu memperkosa dan
menyiksanya berulang kali, sebelum mencoba memuatnya ke pesawat dan membawanya
ke sebuah kabin di Lembah Matanuska-Susitna
(sekitar 35 mil sebelah utara Anchorage) Saat pria itu mempersiapkan pesawat
untuk lepas landas, Paulson berhasil melarikan diri, meninggalkan sepatunya di
belakang bak Cinderella.
Robert Hansen sangat cocok
dengan deskripsi penculik yang dijelaskan. Paulson bahkan menggambarkan ke-gagap-an dari cara bicara pelaku, dan
mengidentifikasi ciri-ciri pesawatnya.
Robert Hansen pun pada
akhirnya ditangkap. Meskipun, penangkapan yang terjadi hanyalah “penagkapan
untuk klarifikasi” saja. Ada sudut pandang yang tidak imbang kepada sang
pembuat roti (yang cukup—dan masih—disukai masyarakat) dan sosok pelacur yang
pekerjaannya dianggap “tidak cukup terhormat”
Dalam sebuah interogasi,
Hansen mengaku bahwa dia memang “menyewa” jasa Paulson. Namun, pada suatu
kesempatan, dia nampaknya ‘kebablasan’ saat Paulson mematok harga jasa yang terlalu
tinggi.
Pada akhirnya, alibi tersebut diterima dengan “maklum” oleh polisi dan Robert Hansen pun dibebaskan dengan jaminan dari sorang teman.
Penemuan Mayat
Beberapa bulan kemudian, ditahun
yang sama, Alaska State Troopers
tengah menyelidiki sebuah laporan kasus tentang hilangnya beberapa pekerja seks
dan penari telanjang. Rumor yang mengatakan bahwa Robert Hansen, si tukang roti
adalah “pemburu PSK”, mengakibatkan tim penyidik memutuskan untuk mengunjungi
properti Robert Hansen di Lembah Matanuska-Susitna
(Berdasarkan Pengakuan Cindy Paulson yang dulu sempat mengatakan bahwa dia
akan dibawa kesana)
Ketika dua mayat ditemukan
di Lembah Matanuska-Susitna, bersama dengan selongsong peluru .223 di dekatnya,
Polisi langsung tidak meragukan bahwa Hansen adalah tersangka utama—Tapi polisi
butuh bukti.
Itulah yang kemudian menyet
keterlibatan FBI dalam kasus ini.
FBI, yang diwakili oleh
seorang profiler bernama John
Douglas, diketahi menyusun profil
psikologis si pembunuh berdasarkan rincian kasus dan hasil forensik dari
mayat yang ditemukan. Dia berteori bahwa, pembunuhnya adalah pemburu
berpengalaman dengan harga diri rendah dan sejarah ditolak oleh wanita.
Dan yap, semua ciri
nampaknya sepenuhnya mengarah ke Robert Hansen.
Pasca semuanya sudah dikonfirmasi, Polisi segera memperoleh surat perintah untuk
menggeledah pesawat, mobil, dan rumah Hansen. Apa yang mereka temukan, adalah
kenyataan yang bahkan mengejutkan mereka sendiri. Kengerian yang dialami para
korban Robert Hansen hampir terlalu mengerikan untuk dipercaya.
Robert Hansen’s Game
Di Anchorage, Hansen adalah
pemilik bisnis terhormat yang dikenal karena keahliannya sebagai pembuat roti.
Meskipun tidak pernah melihat secara langsung, orang-orang juga tau bahwa
Hansen ini adalah seorang yang hobi dalam berburu.
Dinding-dinding di rumahnya,
diketahui didekorasi dengan banyak kepala binatang yang diawetkan. Hal tersebut
adalah “kenang-kenangan” dari usahanya dalam berburu.
Tetapi, yang tidak diketahui
siapa pun adalah, bahwa selama lebih dari satu dekade, Hansen rupanya juga
telah mengumpulkan "piala" dari jenis pemburuan lain.
Hansen menargetkan pekerja
seks dan penari eksotis dari sekitar Anchorage. Dia akan menculik para wanita,
sebelum kemudian mengemudi atau menerbangkan mereka dengan pesawat miliknya ke
kabinnya di hutan Alaska yang terpencil.
Jika para wanita tidak melakukan
perlawanan, dia akan memperkosa mereka dan membawa mereka kembali ke kota,
mengancam mereka untuk merahasiakan perbuatan Hansen sebelum kemudian
dilepaskan.
Sayangnya, bagi mereka yang
memilih untuk melawan, nasib yang dialami akan lebih tragis dan mengerikan.
Di hutan belantara—lokasi
favoritnya adalah di sepanjang Sungai Knik—Robert Hansen akan membebaskan wanita
yang diculiknya (Sesaat, mereka mungkin
berharap ada kesempatan untuk melarikan diri)
Kemudian, saat mereka
berlari untuk menyelamatkan nyawa mereka, Hansen akan melacak mereka, meluangkan
waktu, sebelum kemudian memburu mereka seperti binatang buruan.
Berbekal pisau berburu dan
senapan Ruger Mini-14 kaliber .223, dia akan menyiksa para wanita
dengan pengejaran ini selama berjam-jam atau terkadang berhari-hari, sampai dia
menemukan mangsanya dan menembak mereka seperti buruan.
Titik X
Kala menggeledah rumah Butcher Baker, polisi menemukan sebuah
peta yang beberapa areanya sudah ditandai. Area tersebut, ditandai dengan
beberapa "X" kecil yang menunjukkan tempat pembunuhan dan pemakaman
para korbannya.
Beberapa tanda "X"
cocok dengan tempat polisi menemukan mayat. Dan di dalam peta tersebut, Ada 24
"X" yang tergambar.
Terlebih lagi, dalam profil psikologis si pembunuh, John Douglas
juga telah memperkirakan bahwa si pembunuh kemungkinan akan menyimpan “suvenir”
dari mangsanya. Benar saja, di basement rumah Hansen, polisi menemukan setumpuk
perhiasan—di tumpukan itu, ada kalung milik salah satu korban.
Dihadapkan dengan bukti pada
tahun 1984, Hansen mengaku telah membunuh 17 wanita dan memperkosa 30 wanita lainnya
selama periode 12 tahun.
Robert Hansen dijatuhi
hukuman 461 tahun ditambah penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat pada
tahun 1984. Dia dipenjarak di Pusat Pemasyarakatan Spring Creek di Seward, Alaska, di mana dia meninggal pada tahun
2014.
Sebagai bagian dari
tawar-menawar pembelaan, Baker Butcher hanya pernah didakwa dengan empat dari 17
pembunuhan yang dia akui—beberapa orang bahkan percaya bahwa 24 tanda “X” yang
ditemukan di peta Hansen, membuktikan bahwa hansen benar-benar membunuh lebih
dari 20 wanita.
Sebagai imbalan atas
pengurangan hukuman tersebut, Robert Hansen setuju untuk membantu polisi
menemukan mayat-mayat yang tersisa. Meskipun sebagian besar mayat sudah
ditemukan, sebagian lagi nampaknya akan terus menjadi rahasia Robert Hansen
yang dia bawa ke liang kubur.
End Of Story
Baca
Juga :
- The Missoula Mauler, Pembunuh yang Meneror rumah-rumah di Montana
- Kasus Truck Stop Killer, Saat Nebeng Berubah Tragedi
- Issei Sagawa, Kanibal Pembunuh yang Lolos dari Jeratan Hukum
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
Psikopat banget cara dia. Korbannya dimainin dulu.
ReplyDeleteAda filmnya gak salah Nicholas cage
ReplyDeletepsikopat tapi banci...beraninya sama wanita, pake senjata lagi...
ReplyDelete