Nanking Massacre adalah salah satu tragedi paling brutal yang merupakan buah dari Peperangan. Itu adalah kejadian yang terjadi pada bulan Desember 1937.
Jepang, kala itu diketahui
menyerbu Nanking, yang merupakan ibu kota Tiongkok pada waktu itu, membantai
setidaknya 300.000 warga sipil Tiongkok dan memperkosa 20.000 hingga 80.000
wanita. Semua ini terjadi hanya dalam waktu delapan minggu.
Sebagai bagian dari penyerbuan
Nanking, Jepang diketahui terus menyiksa ratusan ribu warga sipil di ibu kota
Tiongkok.
Perang Tiongkok-Jepang Kedua
Sejarah mencatat bahwa Tentara
Kekaisaran Jepang, menyerbu Nanking pada bulan Desember 1937, pada puncak
perang Tiongkok-Jepang kedua. Nanking adalah ibu kota China saat itu (Hari ini Nanking
dikenal sebagai Nanjing).
Menurut catatan sejarah, kota ini kala itu hampir tidak ada pertahanan.
Akibatnya, Tentara Kekaisaran Jepang menyapu kota itu dengan membunuh,
memperkosa, dan menyiksa ribuan warga sipil begitu mudahnya.
Kota itu hancur setelah enam
minggu melalui kerusuhan tanpa henti. Pengadilan Militer Internasional menyimpulkan
bahwa ribuan perempuan China diperkosa selama bulan pertama pendudukan Jepang.
Beberapa dekade sebelum tragedi
itu berlangsung, ketegangan meningkat antara Kekaisaran Jepang dan Republik China.
Ketegangan ini, adalah ketegangan serupa yang telah menyebabkan Perang Tiongkok-Jepang Pertama
antara keduanya pada tahun 1894 dan 1895 di Semenanjung Korea—Saat itu Dinasti
Qing sedang berkuasa di Tiongkok.
Kala itu, Kekaisaran Jepang
mengkhawatirkan kehadiran militer Dinasti Qing di Korea. Hal itu, membuat
Jepang kawatir kalau militer tersebut, bisa kapan saja menyerbu Jepang dari
Korea apabila mereka tidak melakukan sesuatu. Pada akhirnya, Jepang menyatakan peperangan
dan memilih untuk menginvasi Korea terlebih dahulu (Ini, adalah perang
Tiongkok-Jepang I)
Masih di era yang tidak
terlampau jauh, Perang Rusia-Jepang terjadi dari tahun 1904 hingga 1905. Kedua
negara tersebut, diketahui tengah memperebutkan kekuasaan atas semenanjung
Korea dan Manchuria—Perang berakhir setelah perjanjian yang memberi Jepang
kendali resmi atas Korea dan Manchuria Selatan.
Setelah berakhirnya Perang
Dunia I, era kemakmuran berakhir di seluruh dunia termasuk Jepang. Untuk
mencegah kelaparan massal setelah depresi ekonomi global, ultra-nasionalis memaksa pemerintah Jepang untuk menaklukkan
wilayah baru.
Dalam konteks ini, Jepang
menyatakan perang melawan China dan mulai mengebom Nanking sejak 15 Agustus
1937 dan seterusnya. Akibatnya, jutaan orang China menjadi pengungsi. Mereka
melarikan diri dari kota baik melalui darat, perahu atau kereta api.
Penyerangan Jepang Ke Shanghai
Pada tahun yang sama,
pasukan Jepang sudah terlebih dahulu menyerang Shanghai sebelum pindah ke
Nanking. Di Shanghai, pasukan China memberikan perlawanan yang kuat. Kedua
belah pihak menderita banyak korban. Namun, pada bulan November, Jepang
berhasil merebut Shanghai .
Bahkan sebelum Jepang menuju
Nanking, pemerintah China diketahui sudah pergi untuk mengungsi. Presiden saat
itu Lin Sen, benar-benar meninggalkan kota dan memasrahkan nasibnya agar
dihadapi sendiri oleh penduduk—dan yap, itu adalah keputusan yang sangat buruk
dan tidak bijaksana.
Padahal, tentara Jepang diketahui
terus melancarkan aksi kejahatan mereka dalam perjalanan ke Nanking. Mereka terus
menghancurkan kota-kota dan desa, membantai warga China dengan bayonet dan
menculik lalu memperkosa wanita China sebelum menahan mereka untuk dijadikan
subyek perbudakan.
Khawatir akan kekejaman
terhadap China, segelintir orang Eropa dan Amerika yang tinggal di Nanking,
diketahui sempat membentuk Komite Internasional untuk menciptakan Zona Aman di
Nanking. Orang-orang asing itu, telah memutuskan untuk tetap tinggal di Nanking
dan membantu orang China.
Sebagai bagian dari Zona
Aman, sebagian kecil kota Nanking dipartisi. Area zona aman hanya dua setengah
mil persegi. Di dalam zona itu, segala macam aksi penyerangan dan brutalisme
dilarang, baik dari orang China maupun non-China.
Para pengurus Zona Aman itu,
diketahui sempat membuat kesepakatan gencatan senjata dengan Jepang untuk
keselamatan tentara China di dalam Zona. Sesuai gencatan senjata, Tentara
Jepang memperlakukan tentara Tiongkok sebagai tawanan perang—dan tidak
menyerang atau membunuh mereka.
Namun, terlepas dari Zona
Aman tersebut, Jepang nyatanya masih tetap melakukan kebrutalan untuk
orang-orang yang berada di luar Zona.
Penyerbuan Nanking
Kembali ke saat Tentara
Jepang memasuki Nanking. Pada hari yang menentukan, tepatnya 13 Desember 1937,
50.000 tentara Jepang diketahui memulai serangan ke Nanking tepat sebelum
fajar.
Seharusnya, ada sekitar 90.000
tentara China yang bisa ditempatkan untuk mempertahankan Nanking. Namun
rupanya, Jepang berhasil merebut Nanking dengan mudah karena kota itu hampir
tidak ada pertahanan dan perlawanan.
Sepanjang penguasaan
Nanking, Jepang menggunakan tentara dan warga sipil China untuk latihan sasaran
bayonet. Meskipun pembantaian dilakukan selama berbulan-bulan, kekejaman
terburuk terjadi dalam delapan minggu pertama.
Selama periode ini, orang-orang
dapat melihat beberapa mayat korban Tiongkok yang dipenggal di tepi Sungai Qinhuai. Selama menduduki Nankin, para
perwira tentara Jepang nampaknya memang sengaja menyuruh para prajurit untuk
membunuh—Ini terjadi di seluruh Nanking. Akibatnya, tentara Jepang secara
brutal membunuh banyak sekali orang.
Tentara Jepang juga
diketahui mengubur hidup-hidup dan membunuh para wanita setelah memperkosa
mereka dan menggunakan mereka sebagai 'wanita penghibur'.
Selama sekian waktu, Jepang
menguasai kota dan juga mulai mengatur aktivitas di dalam zona aman. Terlepas
dari upaya mereka untuk menghilangkan zona aman, Jepang gagal melakukannya.
Akhirnya, zona itu menampung hampir 700.000 pengungsi.
Antara Maret dan Juli 1938,
pembantaian berakhir. Jepang diketahui terus menduduki Nanking selama Perang
Dunia II dan sampai mereka menyerah.
Konsekwensi Pasca Perang
Pasca Amerika Serikat
menyerang Hiroshima dan Nagasaki dengan bom
Atom, Jepang menyatakan menyerah dalam perang dan mulai menarik pasukan.
Kemudian pada bulan Desember 1946, dalam Pengadilan Militer Internasional untuk Perang Asia-Pasifik, Letnan Jenderal Tani Hisao dari Jepang didakwa sebagai penjahat perang. Pada 10 Maret 1947, ia dijatuhi hukuman mati.
Pada saat yang sama,
Pengadilan Kejahatan Perang China menghukum tiga perwira Jepang lainnya dan
menjatuhkan hukuman mati kepada mereka. Petugas itu adalah Kapten Tanaka
Gunkichi, Letnan Noda Tsuyoshi dan Letnan Mukai Toshiaki.
Sementara itu, Pengadilan
Kejahatan Perang Tokyo mendakwa Komandan Matsui Iwane sebagai penjahat perang
Kelas A. Dia didakwa atas 29 dakwaan. Selanjutnya, mantan Menteri Luar Negeri
Jepang Hirota dan enam orang lainnya juga dinyatakan bersalah sebagai penjahat
perang Kelas A. Mereka juga hukum mati dengan digantung.
Nanking
Massacre memang benar-benar terjadi dan serangkaian peradilan yang
dilakukan kepada pihak-pihak yang bersangkutan adalah salah satu buktinya.
Sayangnya, tidak banyak
catatan dari pihak Jepang yang tersedia untuk menyeret tokoh-tokoh lain ke
pengadilan. Hal itu, karena catatan-catatan yang menyinggung pembantaian itu rupanya
sudah dihancurkan oleh Jepang pada tahun 1945. Akibatnya, jaksa, serta sejarawan, kemudian
gagal mendapatkan rincian akurat dari pembantaian Nanking.
Melihat kondisi tersebut,
hingga saat ini genosida terus
menjadi isu politik yang kontroversial antara China dan Jepang. Pemerintah
Jepang, serta masyarakat sipil sampai batas tertentu, menyangkal bahwa pembantaian
tahun 1937 adalah genosida (bahkan ada yang masih percaya bahwa Nanking Massacre tidak pernah terjadi)
Mungkin, salah satu kekejaman paling terkenal yang dilakukan di Nanking adalah “Killing Contest” yang diadakan oleh dua perwira Jepang. Seperti yang ditunjukkan oleh laporan berita pada masa itu, ada kontes antara kedua perwira itu untuk melihat siapa yang bisa membunuh 100 orang Cina terlebih dahulu dengan pedang.
Menurut laporan berita yang
belum dikonfirmasi, Pangeran Asaka , yang merupakan komandan Jepang pada waktu
itu, juga memiliki peran dalam pembantaian Nanking.
Setelah genosida, Nanking
membutuhkan beberapa dekade untuk pulih dan kemudian tumbuh menjadi kota
industri modern.
Baca
Juga :
- Membahas Pesawat Kamikaze, “Senjata” Bunuh Diri mematikan Tentara Jepang dalam Perang Dunia II
- Dazzle Camouflage : Jika Tak Bisa Membuat Kapal Tersembunyi, Buat saja Sangat Mencolok agar Musuh Bingung
- Kisah Kepahlawanan Hanns Scharff : Seorang Salesman yang Direkrut Nazi untuk Menginterogasi Tawanan Perang
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
Dan banyak rakyat jepang ga tau soal ini karena disembunyikan pemerintah mereka dan ga diajarkan di kurikulum sekolah soal kebiadaban pendahulu mereka.
ReplyDeleteBahkan mereka banyak yg ga tau Indonesia padahal pernah ngejajah juga.
ye sih.. memang sejarah harusnya diceritakan, semenyakitkan apapun itu. biar generasi selanjutnya bisa belajar dari kesalahan para pendahulunya.
Deletedan orang indonesia masih banyak yang merasa begitu senang bertemu orang asing / bule...
ReplyDelete