Perang itu mematikan, membawa kehancuran dan keputusasaan. Perang melukai penduduk, membantai tentara dan menghancurkan pemerintahan.
Catatan
sejarah telah melaporkan bahwa ”Dari 3.400
tahun terakhir, manusia hanya sepenuhnya berdamai selama kurang lebih 270 tahun
saja, atau hanya sekitar 8 persen dari keseluruhan sejarah.”
Menurut
perkiraan, sepanjang perjalanan sejarah manusia, perang telah memakan korban
sekitar 1 miliar orang. Padahal, dalam satu abad terakhir sendiri, minimal 108
juta orang tercatat kehilangan nyawa akibat perang.
Ketika
kita memvisualisasikan tentang perang, imajinasi tentang peluru, darah, dan
kebencian adalah hal pertama yang masuk ke dalam pikiran kita.
Tapi
sejenak, bayangkanlah apabila kedua belah kubu, tiba-tiba melakukan genjatan
senjata untuk bermain sepak bola dan merayakan Natal bersama di tengah medan pertempuran—segala
macam dendam dan benci, dilupakan sejenak hanya untuk bermain bola.
Meskipun
terdengar konyol, namun hal itu pernah terjadi di Perang Dunia pertama. Sebuah
kejadian yang kemudian tercatat dalam sejarah sebagai “The Christmas Truce of World War I.“
Christmas Truce of World War I
Selama
musim dingin tahun 1914, perang masih berada dalam tahap awal. Di medan pertempuran,
parit menjadi satu-satunya benteng para prajurit untuk bertahan hidup—parit
melindungi para prajurit dari artileri dan tembakan musuh.
Pada
bulan November 1914, jaringan parit yang sangat panjang diketahui telah dibuat
diantara kedua belah pihak yang bermusuhan. Keduanya, melakukan upaya defensif
agar parit-parit mereka, tidak menjadi sasaran empuk satu sama lain.
Ditengah-tengah
kedua parit tersebut, adalah tanah gersang bekas pertempuran yang hanya diisi
peluru, lubang dampak artileri dan mayat-mayat orang mati. Daerah mematikan
yang kemudian dikenal sebagai “No Man’s
Land” (atau Tanah Tak Bertuan)
Pada
tahun itu, bulan-bulan berganti dan semakin mendekati Natal. Perang telah
berkembang dengan cara yang membosankan dan umumnya diyakini bahwa perang akan
berakhir saat Natal dan para prajurit dapat segera pulang
Namun,
ternyata kenyataannya sangat berbeda. Saat itu malam Natal dan para prajurit
masih terjebak di parit berlumpur, tidak ada berita tentang “pemulangan” yang
mereka tunggu-tunggu.
Malam
menjelang dan salju mulai turun. Dari kedua belah pihak, tidak ada yang berniat
untuk melepaskan tembakan apapun. Mereka, hanya ingin melihat salju (dan
merupakan momen natal) di parit yang bau dan kotor.
Pada
Pukul 20:30, Markas besar Inggris menerima pesan yang membingungkan dan aneh
dari pasukan di parit. Pesan itu berbunyi :,
“Jerman telah menerangi parit mereka, menyanyikan
lagu-lagu dan mengucapkan Selamat Natal kepada kami. Kedua belah kubu saling
bertukar salam, tetapi Aku (sang komandan) akan tetap mengambil semua tindakan
pencegahan militer.”
Karena
beberapa bagian parit ada yang berdekatan, satu sisi dapat dengan mudah
mendengar yang lain. Sepanjang malam, kedua belah pihak yang bermusuhan,
diketahui terus saling menghibur dengan lagu-lagu Natal.
Lagu
Jerman “Silent Night” bersautan
dengan Lagu Inggris “The First Noel.”
Tidak ada satu tembakan pun yang dilepaskan malam itu.
Damai Ditengah Perang
Saat
fajar menyingsing dan Natal pun tiba, Kedua belah pihak masih bertukar salam
dengan meneriakkan selamat natal dari parit masing-masing. Namun, kala itu,
kedua belah pihak masih skeptis satu sama lain. Mengharapkan pengkhianatan,
orang-orang di kedua sisi tetap menempelkan tangan mereka pada senjata..
Itu
sebelum kemudian, Officer dari kedua
sisi tiba-tiba muncul dan melintasi tembok pembatas kawat berduri yang telah
memisahkan mereka dan bertemu di tanah tak bertuan. Tidak yakin apa yang harus
dilakukan, mereka mulai berjabat tangan dan saling mengucapkan selamat Natal.
Tak
lama kemudian, beberapa tentara dari kedua belah pihak ikut ambil bagian dan
dengan meninggalkan senjata, berhamburan ke daerah No Man’s Land. Mereka kemudian saling berjabat tangan dan
mengucapkan Selamat Natal.
Mereka
bertukar hadiah kecil seperti kancing seragam, topi, dan makanan. Pria dari
kedua belah pihak membawa gelas dan mulai minum rum dan merokok tembakau,
merayakan Natal.
Tidak
hanya itu, mereka membuat kesepakatan untuk saling menguburkan orang mati
mereka yang Jenazahnya, masih berserakan di No
Man’s Land. Seseorang dari pihak Inggris telah menerima bola sebagai hadiah
Natal, berinisiatif untuk membuat tim dan mengajak tentara Jerman bermain bola.
Seorang
tentara Inggris bernama Felstead,
mengatakan dalam sebuah wawancara pasca perang berakhir dan menggambarkan
kejadian itu : “Mungkin
ada sekitar 50 orang dari setiap sisi yang bertemu. Aku ikut bermain bola
karena aku sangat menyukai sepak bola. Aku tidak tahu berapa lama itu berlangsung,
mungkin setengah jam.”
Meski demikian, Jerman dilaporkan berhasil mengalahkan Inggris dengan skor 3-2 pada pertandingan yang berlangsung hari itu. Terlepas dari orang-orang itu kelelahan karena kondisi yang lembap di parit, tetap saja, mereka bermain sepenuh hati.
Mungkin
mereka tahu kala itu, bahwa kebanyakan dari mereka tidak akan hidup untuk
mengingat momen indah ini di kemudian hari. Untuk sejenak, Orang-orang itu
tampaknya telah menemukan momen kedamaian dan ketenangan di tengah-tengah
perang yang mungkin akan membuat mereka terbunuh di lain waktu.
Berakhirnya Genjatan Senjata
Sayang
bahwa kedamaian tidak bisa bertahan selamanya. Kenyataan perang yang keras
membuat mereka harus kembali ke parit mereka dan melawan orang-orang yang
menjadi teman mereka beberapa saat yang lalu.
Selama
beberapa waktu, pesan gencatan senjata sudah menyebar luas. Hal tersebut,
membuat banyak tentara merasa enggan untuk bertempur lagi. Akibatnya, para
petinggi dari kedua belah pihak, harus mengambil tindakan tegas untuk
memastikan tidak ada lagi gencatan senjata.
Perang
itu kemudian berlangsung selama 3 tahun lagi hanya untuk merenggut nyawa sekitar
38 juta orang, termasuk tentara.
Terlepas
dari kenyataan bahwa Christmas Truce of
World War I adalah acara yang diinisiasi masa, sebenarnya tidak semua pihak
menyetujui. Gencatan senjata di hari itu, adalah sesuatu yang terjadi di beberapa
titik yang tersebar di garis depan (tidak semua batalyon ikut)
Itu
bukan hanya satu acara, melainkan serangkaian acara berbeda. Hal itu,
mengakibatkan beberapa korban dilaporkan pada hari itu—Masih ada tentara yang
mati tertebak oleh musuh mereka, karena beberapa orang tidak mengantisipasi
gencatan senjata.
Verivikasi
kejadian ini pun, hanya dari wawancara dan rangkaian surat dari kedua belah pihak
(ada juga foto-fotonya sih, meski tidak manyak). Meskipun begitu, kisah buram ini, terus mengingatkan dunia akan
pertemuan damai antara tentara Jerman dan Inggris selama masa-masa gelap Perang
Dunia I.
Baca Juga :
- Manfred von Richthofen, Pilot andalan Pasukan Jerman Yang Dijuluki "The Red Baron" Pada Perang Dunia Pertama
- Battle Of Los Angeles, Perang Fiktif dimana Pasukan Amerika Serikat Bertarung melawan serangan udara Imajiner
- The Manhattan Project : Proyek Mengerikan yang menginisiasi Dibuatnya Bom Atom oleh Amerika Serikat
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
Pasti sakit baru beberapa saat jadi teman harus berperang lagi dan ngebunuh mereka.
ReplyDeletesejatinya perang itu masalah para petinggi...sementara yang lain cuma pion.
ReplyDelete