Film “127 Hours” adalah film yang berkisah tentang seorang pendaki gunung yang terjebak di sebuah tebing. Karena posisi tangannyanya yang terjepit, dia tidak bisa melakukan apapun selain mencoba bertahan hidup dengan segenap cara yang dia bisa. Karena dia tau bahwa tidak akan ada tim penyelamat yang akan datang menolongnya, dia pada akhirnya memutuskan untuk memotong bagian tubuhnya sendiri agar dia dapat bebas.
Jika kau mengira itu
mengerikan, maka kuatkanlah dirimu karena film tersebut, sebenarnya berasarkan
kepada kisah yang sangat nyata.
Aron Ralston dan Kecelakaan Di Bluejohn
Canyon
Sebelum kecelakaan “canyon” pada
tahun 2003 yang terkenal, Aron Ralston hanyalah seorang penduduk Denver biasa
dengan hasrat tinggi untuk panjat tebing. Ia belajar teknik mesin, bahasa
Prancis, dan piano saat kuliah di Carnegie
Mellon University sebelum kemudian pindah ke Southwest untuk bekerja
sebagai insinyur.
Lima tahun kemudian, dia
memutuskan bahwa pekerjaan di perusahaan Amerika tidak cocok untuknya dan
kemudian berhenti dari pekerjaannya untuk mencurahkan lebih banyak waktu dalam
hobinya mendaki gunung. Ambisinya yang paling besar adalah mendaki Denali,
puncak tertinggi di Amerika Utara.
Pada tahun 2002, Aron
Ralston pindah ke Aspen, Colorado, untuk menjadi seorang full time climber. Dia menganggap setiap kegiatannya itu, sebagai
persiapan untuk pendakian Denali yang akan datang.
“Persiapan” itu dia lakukan
dengan cara mendaki semua "empat
belas" Colorado, atau 59 gunung setinggi setidaknya 14.000 kaki. Dia,
ingin melakukan seluruh pendakian itu sendirian selama musim dingin (suatu
prestasi yang belum pernah ada sebelumnya)
Pada bulan Februari 2003,
saat tengah bermain ski di Resolution
Peak di Colorado tengah dengan dua temannya, Ralston terjebak dalam
longsoran salju. Terkubur sampai lehernya di salju, seorang temannya menggali
dia, dan bersama-sama mereka menggali teman ketiga.
Tidak ada yang terluka
parah, tetapi insiden itu sedikit memunculkan trauma: peringatan longsor parah
telah dikeluarkan hari itu, dan jika Ralston dan teman-temannya tidak
mengabaikannya, mereka seharusnya bisa menyelamatkan diri dari situasi
berbahaya.
Kejadian itu, adalah sebuah
kejadian yang menjadi gambaran paten bahwa sosok Aron Ralston, bukanlah orang
yang suka menghindari bahaya. Dia cenderung sebaliknya.
Antara Batu Dan Dataran Tinggi
Hanya beberapa bulan setelah
tragedi longsor salju pada 25 April 2003, Aron Ralston melakukan perjalanan ke
tenggara Utah untuk menjelajahi Taman Nasional Canyonlands.
Dia tidur di truknya malam
itu, dan pada pukul 09:15 keesokan paginya (hari Sabtu yang cerah dan indah)
dia mengendarai sepedanya sejauh 15 mil ke Bluejohn Canyon. Itu adalah ngarai
sepanjang 11 mil yang di beberapa tempat lebarnya hanya 3 kaki.
Setelah mengunci sepedanya,
dia pun menuju bukaan ngarai.
Sekitar pukul 14:45 saat ia
turun ke ngarai, sebuah batu raksasa di atasnya pecah dan tergelincir. Ralston
jatuh dan tangan kanannya tersangkut di antara dinding ngarai dan batu seberat
800 pon, membuatnya terperangkap 100 kaki di bawah permukaan gurun dan 20 mil
dari jalan beraspal terdekat.
Ralston belum memberi tahu
siapa pun tentang rencana pendakiannya hari ini dan dia tidak punya cara untuk
memberi sinyal bantuan. Tadi pagi, dia hanya menginventarisasi perbekalannya
kepada dua burrito, beberapa remah permen, dan sebotol air (intinya, dia
celaka)
Dan detik itu pula,
dimulailah jam-jam teror Aron Ralston.
Usahanya untuk mendorong batu
itu sia-sia karena batu itu berat dan tidak mungkin bisa digerakkan oleh satu
orang. Tatkala menunggu dan dehidrasi sudah mulai mempengaruhinya, dia
kehabisan air dan harus minum air kencingnya sendiri.
Sepanjang waktu dia
mempertimbangkan untuk memotong lengannya—dia bereksperimen dengan torniket*
yang berbeda dan bahkan membuat beberapa potongan dangkal untuk menguji
ketajaman pisaunya. (Torniket adalah benda yang dililitkan di bagian tubuh
untuk mencoba memperlambat peredaran darah—silahkan googling)
Ketakutan terbesarnya,
bagaimanapun, adalah dia tidak tau apakah dia bisa memotong tulangnya.
Bingung dan takut, Aron
Ralston mengurungkan niatnya kala itu. Alih-alih memotong tangannya, dia malah menggunakan alatnya untuk mengukir
namanya di dinding ngarai, bersama dengan tanggal lahirnya dan tanggal hari
itu, sebelum huruf RIP.
Kemudian, dia menggunakan kamera video untuk merekam ucapan selamat tinggal kepada keluarganya dan mencoba untuk tidur.
Sebuah Pertanda..
Malam itu, saat dia tengah
terlelap di posisinya yang tidak nyaman, Ralston memimpikan dirinya sendiri.
Mimpi itu lebih seperti sebuah pertanda karena dalam mimpinya, dia memimpikan
dirinya hanya memiliki satu pergelangan tangan saja. Meskipun begitu, dia
melihat dirinya tengah bermain dengan seorang anak kecil.
Saat terbangun, dia percaya
bahwa mimpi itu adalah tanda bahwa dia akan bertahan hidup dan bahwa dia akan
memiliki keluarga. Itulah kenapa, dengan
tekad bulat, dia memutuskan untuk mencoba melepaskan diri.
Impian tentang keluarga masa
depan dan kehidupan di luar ngarai meninggalkan Aron Ralston dengan semacam
petunjuk: dia tidak harus memotong tulangnya. Dia bisa menghancurkan mereka
sebagai gantinya.
Atas usahanya yang tidak
mudah, dia pada akhirnya berhasil mematahkan tulang ulna dan jari-jarinya.
Setelah tulang-tulangnya terlepas, dia membuat torniket dari selang botol air dan
memutus peredaran darahnya seluruhnya. Kemudian, dia menggunakan pisau murah dan
tumpul yang dia bawa untuk memotong kulit dan ototnya, dan tang untuk memotong
tendonnya.
Dia sengaja meninggalkan
arterinya sebagai hal yang harus dia potong paling akhir, mengetahui bahwa
setelah dia memotongnya dia tidak akan punya banyak waktu (karena dia bisa
kehabisan darah)
Seluruh proses itu memakan
waktu satu jam, di mana Ralston kehilangan 25 persen volume darahnya. Dengan
adrenalin tinggi dan keinginan untuk hidup, Ralston memanjat keluar dari ngarai,
menuruni tebing terjal setinggi 65 kaki, dan mendaki 6 dari 8 mil kembali ke
mobilnya—dia mengalami dehidrasi parah, terus menerus kehilangan darah, dan sudah
kehilangan satu lengan..
Aron Ralston belum sepenuhnya selamat
Enam mil dari tempatnya terperangkap,
dia bertemu dengan satu keluarga dari Belanda yang sedang mendaki di ngarai. Melihat
keadaan Aron Ralston yang kacau, keluarga itu memberinya Oreo dan air dan
dengan cepat memberi tahu pihak berwenang.
Sebelum Ralston bebas,
sebenarnya Pejabat Canyonlands telah diperingatkan bahwa Ralston hilang dan
telah mencari daerah itu dengan helikopter—upaya yang terbukti sia-sia, karena
Ralston terperangkap di bawah permukaan ngarai.
Empat jam setelah
mengamputasi lengannya, Ralston diselamatkan oleh petugas medis. Mereka percaya
bahwa jika lebih dari 4 jam berlalu, kemungkinan Ralston sudah mati kehabisan
darah.
Setelah penyelamatan Aron
Ralston, lengan dan tangannya yang terputus diambil oleh penjaga taman dari
bawah batu. Butuh 13 penjaga, dongkrak hidrolik, dan kerekan untuk memindahkan
batu besar yang sempat menjepit Ralston.
Lengan itu dikremasi dan
dikembalikan ke Ralston. Enam bulan kemudian, pada hari ulang tahunnya yang
ke-28, dia kembali ke ngarai dan menaburkan abunya disana. Mengatakan bahwa,
lengan itu ada di tempat yang semestinya.
Dibalik film “127 Hours”
Yang menarik dari kisah Aron
Ralston ini adalah, tatkala kisahnya dijadikan film pada tahun 2010 dan
dibintangi oleh James Franco. Aron Ralston mengatakan bahwa film itu sangat
akurat dengan kejadian aslinya.
Bahkan, mengutip perkataan
Aron Ralston sendiri, dia berkata "sangat
akurat secara faktual sehingga sangat mirip dengan film dokumenter yang bisa kau
dapatkan dan masih menjadi drama," menambahkan bahwa itu adalah "film terbaik yang pernah dibuat.”
Hari ini, Aron Ralston
dikabarkan masih menjalani kehidupannya di umurnya yang ke 46 tahun. Mengatakan
bahwa, itu adalah pengalaman yang luar biasa dan tidak pernah bisa dia lupakan.
End
Of Story
Baca
Juga :
- Kasus Menghilangnya Michael Rockefeller dalam Ekspedisi Papua
- Kisah Percy Fawcett dan perjalanan mencari kota “Z” yang hilang
- Kisah Survival Tami Oldham Ashcraft pasca terjebak badai di Laut
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
Salah satu cerita survival paling sangar yg pernah gue baca.
ReplyDeleteSingkat tapi ga gampang ngebayangin bisa mengamputasi tangan sendiri apalagi dgn alat yg ga memadai.