"Kami membuat perjanjian bahwa, jika kami mati, kami akan dengan senang hati menyerahkan tubuh kami untuk menopang hidup anggota tim lainnya."
Story Of Andes Survivor
Tahun 1972,
Roberto Canessa adalah
seorang mahasiswa kedokteran berusia 19 tahun yang kala itu tengah menemani tim
rugby Universitasnya dalam perjalanan dari Uruguay untuk menghadiri
pertandingan di Chili.
Untuk sampai ke sana, mereka
harus naik pesawat kecil demi melewati pegunungan Andes yang terjal.
Sayangnya, tragedi terjadi
dalam perjalanan itu.
Setelah mengalami turbulensi
yang parah, pilot melakukan kesalahan dan mulai kehilangan ketinggian saat
mereka masih berada di atas pegunungan. Dalam beberapa detik, pesawat yang
mereka tumpangi pun menabrak puncak pegunungan yang tertutup salju.
Pasca pesawat jatuh, beberapa
orang diketahui selamat dalam kejadian tersebut, termasuk Roberto. Sisanya,
Puluhan penumpang dilaporkan tewas atau dalam kondisi luka serius—dengan patah
tulang atau serpihan puing yang menempel di tubuh mereka.
Mereka, kemudian berusaha
untuk bertahan di atas pegunungan Andes yang terjal tersebut—tanpa tau apakah
bantuan akan datang menyelamatkan mereka.
Menunggu selama
berhari-hari, beberapa penumpang selamat kemudian mulai meninggal satu persatu
karena tidak bisa bertahan melawan radang dingin. Bahkan, kondisi mereka
diperparah tatkala suatu malam, mereka tiba-tiba tersapu oleh longsoran salju
(yang menyeret 8 orang hingga tewas)
Dalam upaya putus asa itu, Roberto
dan Survivor yang tersisa melakukan segala yang mereka bisa
untuk memerangi alam. Mereka, lalu membuat selimut dari kursi pesawat dan
menggunakan aluminium dari pesawat untuk mencairkan salju sehingga mereka
memiliki sesuatu untuk diminum.
Sayang, ada satu hal yang
tidak bisa mereka temukan. Itu adalah persediaan makanan. Tidak ada apapun yang
bisa dimakan di dalam kondisi seperti itu.
Itu.. sebelum salah satu survivor menyarankan bahwa ‘secara tekhnis’ manusia
terdiri dari darah dan daging.
Kisah Survival Roberto di pegunungan
Andes
Dalam bukunya I Had To Survive, Roberto menceritakan
kisahnya tentang apa yang dia harus lalui dalam bertahan hidup. Karena tidak
ada makanan lain selain mayat-mayat yang bergelimpangan, maka hanya itulah
pilihan yang harus dipilih.
Dia menulis, “Kau harus memakan mayat-mayat ini, dan
hanya itu. Keputusan untuk menerimanya secara intelektual hanyalah satu
langkah. Langkah selanjutnya adalah benar-benar melakukannya.”
Seperti banyak orang yang
selamat, Roberto harus berjuang dalam ‘merasionalkan’ segala macam ide tentang
mengkonsumsi daging manusia “Itu sangat
sulit. Mulutmu tidak mau terbuka karena kau merasa sangat sedih dan bersalah
tentang apa yang harus kau lakukan.”
Namun para survivor lain nampaknya menyemangati Roberto
kala itu. Mengatakan bahwa, jika salah satu dari mereka mati setelahnya, mereka
tidak keberatan apabila daging mereka dimakan untuk menyambung hidup orang lain
Menurut Roberto, "Kami membuat perjanjian bahwa, jika
kami mati, kami akan dengan senang hati menyerahkan tubuh kami untuk menopang
hidup anggota tim lainnya."
Selama bertahan hidup di
pegunungan itu, Memakan orang mati menciptakan rasa ikatan spiritual yang
mendalam di antara para Survivor,
tidak hanya bagi mereka yang ditinggalkan, tetapi juga bagi orang mati yang
pengorbanannya memungkinkan orang-orang yang selamat untuk menyambung nyawa.
Bagi Roberto, keputusan
untuk memakan tubuh mereka memberikan nutrisi spiritual dan juga nutrisi fisik.
“Aku merasa bahwa kami saling berbagi
kehidupan satu sama lain. Tidak hanya secara materi tetapi juga secara
spiritual karena keinginan mereka untuk hidup ditransmisikan kepada kami melalui
daging mereka,” katanya.
The Will Of Living
Pasca menemukan ‘kedamaian’
dalam mengkonsumsi daging manusia, Para Survivor itu pun langsung mendapat
keinginan kuat untuk bertahan hidup.
Berbekal bagian tubuh
teman-temannya yang sudah gugur, Roberto mempelopori sebuah perjalanan panjang
melintasi pegunungan untuk mencari bantuan.
Meninggalkan lokasi kecelakaan,
Rombongan itu mendaki selama 10 hari melalui suhu di bawah titik beku sebelum
akhirnya menemukan bantuan. Secara total, mereka sudah bertahan paling tidak
selama 72 hari di pegunungan tersebut (terhitung semenjak jatuh)
Dari 45 orang di dalam
Penerbangan tersebut, hanya 16 orang yang selamat dari cobaan berat selama dua
bulan di pegunungan. Kelangsungan hidup mereka, dikenal sebagai "Miracle In The Andes" dan
menginspirasi banyak buku dan film, termasuk Alive.
Hmm..
Baca
Juga :
- Andrei Chikatilo, Pembunuh berantai yang dijuluki “Red Ripper”
- Alferd Packer dan Perjalanan Musim Dingin ‘Gone Wrong’
- Kisah Survival Tami Oldham Ashcraft Di Laut Lepas
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "Miracle Of Andes, Kisah Survival selama 72 Hari Di Gunung Salju dengan Kanibalisme"
Post a Comment