Mereka yang menderita Cotard syndrome percaya bahwa mereka sudah mati dan daging mereka membusuk—bahkan ketika mereka dalam keadaan yang sangat sehat
Cotard Syndrome
Pada tahun 1880, seorang
wanita yang dikenal sebagai “Mademoiselle X” mengunjungi dokter Prancis Jules
Cotard.
Dalam kunjungannya itu, ia
mengeluh akan perasaan cemas, putus asa, dan gejala yang lebih serius, dia
percaya dia sudah mati. Atas pengakuan aneh itu, Jules Cotard mulai
mendokumentasikan salah satu penyakit paling langka yang diketahui manusia: "Cotard Delusion" atau "Walking dead syndrome"
Pasien dengan Cotard syndrome sering menyangkal
keberadaan mereka sendiri atau keberadaan bagian-bagian tubuh mereka; mereka kadang
yakin bahwa mereka membusuk, kehilangan organ dalam, atau sudah mati.
Kematian mungkin telah
menghancurkan seluruh tubuh, atau dapat terbatas pada bagian tubuh tertentu,
seperti halnya Mademoiselle X, yang percaya bahwa dia tidak memiliki organ
dalam, sistem saraf, atau batang tubuh. Penyakit ini sering didahului atau
disertai dengan depresi berat dan perasaan terputus dari kehidupan sosial.
Sebenarnya, pasien dapat
melihat tubuh mereka dengan sempurna, tetapi karena mereka tidak menganggapnya
sebagai makhluk hidup, mereka sering mengabaikan perawatan dan kebersihannya. Dan
disitulah bahaya dari syndrome ini
muncul.
Mademoiselle X, misalnya,
tampaknya tidak memiliki penyakit fisik sama sekali, tetapi keyakinannya bahwa
perutnya telah mati membuatnya berhenti makan, dan dia meninggal karena
kelaparan sebelum perawatan psikiatris dapat dimulai.
Dia juga menunjukkan sifat
lain yang umum bagi mereka yang mengalami delusi Cotard: kepercayaan bahwa mereka abadi.
Mungkin terdengr seperti paradoks, saat seseorang yang percaya bahwa mereka
sudah mati juga berpikir bahwa mereka akan hidup selamanya—tetapi dalam kasus
Mademoiselle X, itu masuk akal. Dia percaya dia telah dikutuk dengan kutukan
abadi, atau walking dead curse.
Singkatnya, dia mengira dia
adalah zombie.
Cotard
Syndrome meyakinkan Mademoiselle X bahwa dia adalah wanita mati
yang berjalan—meskipun dia dalam kesehatan yang sempurna.
Cotard Syndrome Sepanjang Sejarah
Mademoiselle X tidak
sendirian dalam pengalamannya, meskipun sejak tahun 1880, hanya beberapa kasus
nyata yang telah ditemukan dan didokumentasi. Bagian dari kesulitan
mengidentifikasinya adalah bahwa Cotard
Syndrome sering didiagnosis sebagai gangguan mental lain seperti
skizofrenia.
Sebuah studi kasus tahun
2008 mendokumentasikan pengalaman Ms. L, seorang wanita Filipina berusia 53
tahun yang menakuti keluarganya dengan keluhan tentang kematiannya sendiri.
Dia bilang dia membusuk dan
tidak tahan dengan bau dagingnya sendiri. Hingga suatu pagi, dia mendesak
keluarganya untuk membawanya ke kamar mayat—karena tidak tau harus bagaimana,
keluarganya pun menelfon polisi.
Pada tahun 1996, seorang
pria Skotlandia yang mengalami cedera otak dalam kecelakaan sepeda motor
percaya bahwa dia telah meninggal. Selama proses pemulihan; ketika ibunya mengajakny
pindah ke Afrika Selatan, hawa panas meyakinkannya bahwa dia akan dibawa ke
neraka.
Seorang wanita berusia 46
tahun menuduh dokter yang menanganinya sebagai pembohong: dia ngotot dia tidak memiliki denyut nadi,
tidak tidur, dan tidak makan atau pergi ke kamar mandi selama berbulan-bulan.
Dia pikir organ dalamnya telah membusuk dan darahnya sudah mengering.
Pada tahun 2013, penulis
Esmé Weijun Wang sempat pingsan dalam suatu kejadian. Pasca bangun, dia terus
dihantui oleh depresi, kecemasan, dan unreal
sensation (merasa bahwa kehidupannya tidak lagi nyata.
Dia pada akhirnya
menyimpulkan bahwa dia sebenarnya sudah meninggal, dan kehidupan “tidak nyata” yang dia jalani kini, adalah bentuk penyucian
tanpa akhir untuk membersihkan setiap dosa-dosanya.
Cotard Syndrome menurut Ahli
Cotard Synrome terus
membingungkan para profesional medis hingga hari ini. Penelitian saat ini
menghubungkan penyakit ini dengan delusi
Capgras (suatu kondisi yang menyebabkan penderitanya percaya bahwa
orang-orang di sekitar mereka telah digantikan oleh penipu)
Hipotesisnya adalah bahwa cotard syndrome serupa dengan Capgras, hanya saja lebih parah. Alih-Alih, mengalami kesulitan
mengenali dan memahami emosi orang lain, penderita cotard syndrome gagal untuk mengenali dan memahami tubuh mereka
sendiri.
Sejauh yang diketahui adalah
bahwa penyakit ini biasanya muncul dengan sendirinya dalam tiga tahap.
Pertama
adalah depresi.
Kedua, mereka
mulai mengembangkan khayalan bahwa mereka sudah mati.
Ketiga,
atau tahap kronis, hampir tidak mungkin menggunakan akal sehat untuk meyakinkan
pasien bahwa mereka sebenarnya masih hidup.
Namun meskipun begitu, para
ahli percaya bahwa sebenarnya, dengan penanganan dan pendampingan yang tepat,
pasien yang sudah kronis pun, masih dapat disembuhkan.
Para ilmuwan berharap dengan
lebih banyak penelitian, mereka akan dapat terus mengungkap solusi yang lebih
baik — dan akhirnya memecahkan sepotong teka-teki yang disebut otak manusia.
Baca
Juga :
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
Ga mensyukuri kehidupan yg dia miliki kayanya..
ReplyDeleteMudah mudahan semua yg punya penyakit ini bisa disembuhkan.