From theholders.org
Translate By Admin
Di kota manapun, di negara manapun, pergilah ke institusi mental atau rumah rehabilitasi yang bisa kau datangi. Periksa kalender di hari kau datang dan ingatlah tanggal berapa kau melakukan pencarian. Saat kau mencapai meja depan, mintalah untuk mengunjungi seseorang yang memanggil dirinya “Sang Penjaga Akal Sehat” [The Holder of Sanity].
Resepsionis itu akan menatapmu dengan pandangan aneh. Ulangi
permintaanmu kepadanya.
Dia akan memangil seorang dokter untukmu. Dokter itu kemudian
akan membawamu ke bagian terdalam di tempat ini. Awalnya, dia akan menuntunmu
pelan, namun semakin jauh kalian berjalan, dia akan mulai memegangmu erat dan
membawamu dengan kasar.
Ini adalah kesempatan terakhirmu untuk kabur. Jika perasaan
tidak enak mulai menguasaimu, kau boleh bilang padanya bahwa kau menyesal dan
tidak jadi mengambil Resepmu hari
ini. Dia akan melepaskanmu dan kau boleh lari.
Kaburlah sejauh yang kau bisa, melewati batas kota, melewati
batas negara. Kau sudah menerima nasibmu sebagai seorang pengecut. Dan hal
terakhir yang bisa kau lakukan hanyalah berharap bahwa anak buah dokter itu
tidak menemukanmu dimanapun tempatmu bersembunyi.
Jika kau memilih untuk tidak menginterupsi. Sang dokter akan
memasangkan sebuah straitjacket*
kepadamu dan menguncimu di sebuah ruangan. Ruangan itu akan sepenuhnya dilapisi
busa di keenam sisinya. Tidak ada furnitur atau apapun. Di ruangan itu hanya
akan ada dirimu, dan dirimu saja.
Awalnya kau mungkin akan merasa bahwa ujian ini mudah karena tidak ada rintangan, tidak ada puzzle yang
harus kau selesaikan. Namun beberapa hari dalam kesendirian, kau mungkin akan
mulai mempertanyakan keputusanmu untuk datang kesini.
1 minggu setelah kau masuk ke ruangan ini, kau mungkin akan
kehilangan akal sehatmu. Hm.. Apa benar sudah satu minggu kau di ruangan itu?
Mungkin otakmu saja yang menganggap demikian. Kau akan kehilangan pemahaman
akan waktu karena ruangan itu tidak memiliki jendela, dan cahaya lampu akan
selalu menerangimu.
Lama waktu berlalu, kau akan mulai mendengar suara-suara.
Terlewatnya waktu yang disimpulkan oleh otakmu akan terasa seperti masuk
hitungan bulan. Di satu titik kau akan tersadar bahwa kau tidak makan dan minum
setelah kau masuk ke ruangan itu. Kau akan mulai bertanya-tanya, jika benar
demikian, seharusnya kau kan sudah mati kelaparan berbulan-bulan yang lalu.
Suara-suara yang menggangumu akan menjadi satu-satunya
temanmu disini. Suara-suara itu akan penuh dengan kesengsaraan dan kesedihan.
Mereka akan menggangumu dengan curahan hati mereka, curahan hati yang penuh
dengan tragedi, keputusasaan dan kematian. Jangan tolak cerita mereka.
Dengarkan saja dan tahan segala perasaan iba.
Saat hitungan bulan berubah menjadi tahun. Kau akan mulai
lupa dengan alasanmu datang kemari. Setiap kenangan dan memori akan dirimu akan
tergantikan dengan cerita-cerita dari suara-suara yang menemanimu. Semakin
lama, suara-suara itu akan bermanifestasi menjadi bentuk visual. Matamu kini
mulai melihat hal-hal yang disebut sebagai “Teman Imajinasi”. Mungkin itulah
cara otakmu merasionalkan suara-suara yang kau dengar disini.
“Teman-Teman imajinasi” itu akan menjadi sahabat sampai akhir
hayatmu. Mereka akan terus merintih pilu dengan menceritakan cerita-cerita
mereka. Setiap depresi dan rasa sakit mereka akan terus mereka curahkan
kepadamu tidak peduli akal sehatmu sudah rusak dan kau sudah lupa arti dari
eksistensi.
Disisi lain, waktu akan terus berjalan. Otakmu akan mulai
mencerna menit, detik, jam, hari, minggu, bulan, tahun yang kau lewati di
ruangan itu dengan seksama. Hingga satu siklus kehidupan terlewati. Kau akan
paham jika 1 abad sudah terlewati dan otakmu sudah siap menerima kematian.
Di titik itu, kau akan mulai paham bahwa kematian adalah
anugerah yang paling luar biasa yang bisa dimiliki oleh makhluk bernyawa.
Sayangnya, waktumu untuk menerima hal itu belum tiba. Saat
setiap cerita dan setiap tragedi sudah diceritakan oleh “Teman-Teman
imajinasimu.” Pintu ruangan itu akan terbuka. Dokter yang mengantarmu masuk ke
ruangan ini 100 tahun yang lalu akan datang dan membawakanmu sebuah nampan
berisi makanan.
Dia akan mendekatimu sembari menatap jam tangannya. Dia
kemudian akan mengucap satu kata yang akan membuatmu sangat kesal.
“10 Menit, dan kau bertingkah seakan sudah dikurung selama
100 tahun.”
Dia kemudian akan menawarkan makanan yang dia bawa kepadamu.
Jika masih ada akal sehat di benakmu. Tolak lah makanan itu. Makanan itu adalah
“Kematian” yang beberapa menit lalu sangat kau inginkan. Satu gigitan dan kau
akan mati.
Alih-alih, bilanglah kepadanya “Aku akan membawa jaket ini
bersamaku dan aku akan pergi.”
Dia akan menatapmu sebentar sebelum memastikan. “Kau Yakin?”
Mengangguklah dengan yakin dan mintalah untuk dilepaskan. Dia
akan menilaimu sebentar sebelum kemudian melepaskanmu. Kau boleh membawa straitjacket itu bersamamu dan pulanglah
(Itu jika kau masih ingat dimana tempatmu tinggal).
Cek tanggal kalender di hari kau keluar, dan kau akan
menyadari hari itu masih hari yang sama saat kau masuk ke institusi mental atau
rumah rehabilitasi yang kau masuki 1 abad yang lalu.
Baju kekang tersebut
adalah objek ke-72 dari 538.
“Kau sudah melewati 1
siklus kehidupan. Kau juga sudah menerima kematian kapanpun dia akan datang.
Kau telah terlahir sebagai manusia yang baru.
Tidak ada hal yang bisa menakut-nakutimu lagi, bahkan sosok iblis yang
paling mengerikan sekalipun. Kegilaan yang kau dapatkan akan tetap tersisa dan
tidak akan pernah pergi. Namun keberanian akan selalu menyertaimu.
Simpan jaket itu di
tempat paling aman yang bisa kau temukan, dan berdoalah agar kau tidak akan
memakainya lagi.”
Baca
Cerita The Holders Series Lainnya
*Straitjacket biasanya dipakaikan kepada orang-orang tertentu di rumah sakit jiwa supaya orang tersebut tidak melukai diri sendiri atau orang lain dengan tangannya. Bentuknya kayak gini :
Tag : Cerita Horor, The Holders Seris Bahasa Indonesia, Creepypasta.
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "Chapter 72 : The Holder Of Sanity"
Post a Comment