1 Maret 1849, Poitiers
Prancis. Seorang
bayi perempuan lahir di kalangan keluarga berada. Bayi itu sangat cantik dan
bersih. Sehingga ibunya menamai bayi itu ‘Blanche’ yang berarti Bersinar dalam
bahasa Prancis kuno.
Pertumbuhannya sangat sempurna, dia lahir di keluarga berada,
makan berkecukupan bahkan cerita hidupnya akan membuat gadis miskin di seluruh
penjuruh Prancis sangat iri dengannya. Ibunya juga dikenal sebagai dermawan.
Dia sering menyumbangkan kekayaannya sebagai bentuk kepedulian terhadap
orang-orang yang membutuhkan.
Seiring berjalannya waktu, Blanche menjelma menjadi
primadona, Kecantikannya Mademoiselle Blance Monnier adalah sebuah hadiah dari tuhan yang diberikan kepada
dunia untuk para lelaki bangsawan yang berani mempersuntingnya. Bahkan ibunya
sendiri selalu berpesan bahwa Blanche harus menikah dengan orang yang sederajat
atau lebih tinggi dari keluarganya agar kecantiknnya tidak Mubazir.
(Kamus : Mademoiselle adalah sebutan untuk Nona bangsawan Prancis yang belum menikah. Kalau sudah menikah, disebut Madame. Sering digunakan di zaman dahulu, sekarang mah jarang)
Namun Blance adalah wanita bebas. Dia ingin mencinta atas
kehendaknya sendiri, dan dia ingin menikah hanya dengan orang yang dia cintai
setulus hati. Di umurnya yang ke 25, dia tau dia tengah jatuh cinta tatkala hormon oksitosin dari dalam tubuhnya
mulai tak terkendali. Tidurnya mulai tak nyenyak, dan makannya pun mulai enak.
Ayalnya, hatinya sudah dicuri oleh seseorang. Namun cintanya
adalah cinta yang berbahaya. Alih-alih berhubungan dengan pria bangsawan
seperti yang diharapkan ibunya, Blance malah menaruh rasa kepada seorang
pengacara tua yang namanya bahkan tidak tercatat dalam hikayat kisahnya
sendiri.
Hubungan Blance dan pria itu bagaikan gunung dan laut. Blance
adalah wanita muda dari kalangan berada, sedangkan pria itu adalah lelaki tua
yang merupakan seorang pengacara bergaji rendah. Meskipun begitu, cinta mereka
adalah cinta tulus tanpa memandang kasta.
Ibunya marah dan geram, dia sepenuhnya tidak mengerti kenapa
anaknya itu menjadi sangat pembangkang. Bukankah sudah sepantasnya seorang di
kalangan berada berhubungan dengan orang yang berasal dari kalangan berada
pula? Namun sekeras apapun Ibunya membujuk, Blance tetap kukuh dalam
mempertahankan cintanya.
Puncak kemarahan sang ibu adalah tatkala Blance Monnier
berniat membawa cintanya ke jenjang pernikahan. Di hari itu, Blance Hilang dari
masyarakat dan namanya tidak pernah terdengar lagi.
Blanche "Lost" Monnier
Blanche Monnier yang kala itu sudah membuat murka ibunya,
dikurung di loteng dalam waktu yang cukup lama. Nampaknya, sang ibu sudah
bersumpah tidak akan melepaskan sang anak sampai dia merelakan cintanya kepada
si pengacara tua dan mulai bersikap layaknya seorang wanita terpandang.
Namun Blanche sangat teguh dengan cintanya. Itulah kenapa
masa kurungannya pun tidak mungkin berakhir dalam waktu dekat.
Hari berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Keberadaan
Blanche Monnier masih tidak diketahui masyarakat. Berbagai macam pertanyaan
yang diutarakan oleh kenalan dan sanak saudara, memaksa Ibu Blanche Monnier
beralasan kalau anak perempuannya itu sudah meninggal karena tenggelam di sungai
dan Hanyut.
Semenjak kala itu, Keberadaan Blanche Monnier sudah
benar-benar dilupakan. Yaps, Yang sudah
tiada biarkanlah tiada. Kehidupan harus tetap berjalan.
Surat Kaleng
25 Tahun Pasca Blance Monnier sudah dianggap tiada, kini
nasibnya diungkit lagi. Hal itu tercurah dalam surat misterius yang datang ke
kantor kejaksaan Agung Prancis. Surat itu adalah surat tanpa nama pengirim dan
menjelaskan ‘Hal mencurigakan’ yang terjadi di Mansion Keluarga Monnier.
Dalam surat itu, berisi detail yang menjelaskan kalau di
loteng mansion Monnier ada seseorang yang terkurung selama puluhan tahun. Entah
siapapun pengirim surat itu, dia memohon untuk kejadian ini diselidiki.
Jaksa agung dan kepolisian sedikit segan melakukannya. Selain
karena sumber surat tersebut tidak jelas, menyelidiki keluarga Monnier adalah
hal yang kurang layak karena keluarga Monnier adalah keluarga yang cukup terpandang.
Untung saja diantara para jaksa agung itu ada seorang yang
paham bahwa kejadian ini memang harus diselidiki. Sumber surat tidak penting.
Entah ini hanyalah prank atau iseng,
kita semua akan tau kebenarannya apabila loteng yang dimaksud diperiksa.
Hal yang ditemukan.
Siang hari yang cerah. Para polisi masuk ke mansion Monnier
dengan surat perintah dari kejaksaan. Tujuannya hanya satu : Mengecek Loteng.
Ibu Monnier langsung kalap. Dia melakukan segala cara untuk
meyakinkan petugas kepolisian untuk tidak naik ke loteng. Namun justru gelagat aneh
dari Pemilik rumah itu membuat para polisi semakin curiga. Mereka tanpa delay lagi langsung naik dan mendobrak
pintu yang terkunci itu dengan paksa.
Itulah saat mereka menemukannya..
Sosok perempuan kurus kering yang bersender lemas di tembok.
Bau busuk tercium dari sudut ruangan diantara tumpukan sampah yang menggunung.
Polisi itu menatap si perempuan kurus dan pandangan mereka saling bertemu.
Awalnya, Polisi tidak mengenali siapa perempuan itu karena
kondisinya sangat menyedihkan. Namun sebuah firasat mengatakan kepada para
polisi kalau Itu adalah Blanche Monnier. Anak perempuan Keluarga Monnier yang
katanya mati tenggelam 25 tahun lalu.
Saat semua terungkap.
Semua kejadian sudah jelas. Para jaksa agung pun sudah
mendengar setiap detailnya, bahwa Selama 25 tahun. Blanche Monnier dikurung di
loteng dan diberi makanan sisa hanya karena dia mencintai seseorang.
Kala itu, masyarakat tentu saja sangat geram. Ketidak
manusiawian sang ibu sudah membawa petaka kepada sang anak dan dirinya sendiri.
Bahkan, segenap jasa dan kedermawanan Ibu Monnier yang dia berikan kepada
masyarakat kalangan bawah kala itu langsung dilupakan karena perbuatan
bejatnya.
Ironi memang, Seorang bangsawan yang dikenal sangat dermawan
dan penuh kasih sayang kepada masyarakat, ternyata kasih sayangnya itu hanyalah
tendeng aling-aling untuk menutupi
ketidak mampuannya mengasihi anaknya sendiri.
Pada akhirnya, karena berbagai tekanan dari masyarakat dan
penyesalan yang mendalam. Ibu Monnier meninggal karena serangan jantung 15 hari
setelah divonis bersalah. Yaps, Bahkan kematiannya pun bukan kematian yang
bahagia.
Disisi Lain, Blance Monnier masih diberikan kesempaatan hidup
selama 12 tahun pasca keluar dari loteng. Sampai akhrir hayatnya, dia masih
kukuh dengan cintanya kepada sang pengacara tua, bahkan tatkala dia mengetahui
kalau orang yang dicintainya itu sudah meninggal sekalipun.
Dengan begitu. Kisah ini pun berakhir.
Hal yang bisa
dipelajari dari kisah diatas
Yah, admin pikir kisah Blance Monnier ini sangat bagus
sebagai bentuk pembelajaran bagi orang tua. Admin ingin mengutip sebuah quotes yang diucapkan oleh seseorang : “Seberapa besar hasratmu untuk mengontrol,
Anak hanyalah sebuah titipan. Pada akhirnya, kau akan sadar kalau kau tidak
memiliki kuasa atas dirinya.”
Yang mana tentu saja benar. Bukankah belajar menerima
harusnya lebih baik dari menolak? Coba bayangkan dalam 25 tahun, semisal Ibu
Blance Monnier memberi satu kata “Iya” kepada anaknya. Mungkin cerita ini akan
berakhir dengan ending yang berbeda.
Merelakan adalah satu bentuk dari kebesaran hati. Dan menerima
apa adanya adalah tingkatan tertinggi dalam mencintai.
Apapun itu, semoga kisah diatas bisa bermanfaat.
Thanks To Jihan
Lutfiya
Baca Juga :
- Kisah dari Rumah No 50. Berkley Square
- Kebenaran dibalik Russian Sleep Experiment
- Opini : Corona adalah Anugerah
- Ubasute, radisi Membuang Orang tua di Jepang
- Si Ahli Kabur dari Penjara, Yoshie “Magician” Shiratori
Yth Pembaca,
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "Mademoiselle Blance Monnier, Si Gadis Loteng"
Post a Comment