Cerita Horor By Admin
Eps 9 : Gila
Sore itu, langit cukup cerah. Aku dan kawan-kawanku sedang
bersantai dan bermain gitar di pos ronda tempat tongkrongan kami saat tiba-tiba
seorang perempuan yang berpakaian lusuh berdiri dari jauh sembari mengamati
kami. Dilihat dari sudut manapun, dia seperti gelandangan.
“Hei ton, lihat itu pacarmu.” Ujar salah satu temanku Reza
padaku, dia menyikutku yang sedang bermain gitar diiringi tawa teman-temanku
yang lain.
Aku membalas ejekan Reza dengan jitakan keras di kepalanya.
Teman-temanku yang lain tertawa lagi.
Kami mengabaikan perempuan itu dan memilih bermain gitar.
Namun semakin lama kami mengabaikannya, perilakunya semakin aneh. Awalnya dia
hanya berdiri di pinggir jalan sembari menatap lurus ke pos ronda, sekarang dia
mulai bergelantungan di atas pohon dan tertawa-tawa. Pandanganya masih lurus ke
arah pos ronda. Kearah Kami.
Beberapa temanku pun mulai paranoid. Kita mulai saling
pandang dan mencoba meminta jawaban kepada satu sama lain.
“Dia setan bukan sih?” tanya temanku yang lain, Fahmi.
Kami menoleh kepadanya.
“Mana ada setan di sore hari?” balas Wahyu.
Yah, Wahyu benar, setan mana mungkin keluar sore-sore.
Terlebih fakta bahwa kita semua yang ada disini melihatnya, sedikit
meyakinkanku kalau dia bukan setan.
Namun mendengarkan tawanya yang keras di ujung jalan. Membuat
Reza terganggu.
“haha... ahaha...
HAHAHAHAHAHAHAHAHA”
Beberapa detik berikutnya, dia masih bergelantungan. Namun
tawanya semakin gila.
“Tch, ganggu WOY!” Ujar Reza. Dia dengan emosi lantas
beranjak mengambil batu dan melemparnya kepada si wanita itu.
“Oi! Za!” Tegur Wahyu. Namun sayang batu Reza sudah terlanjur
mengenai badan wanita yang bergelantungan di atas pohon itu.
Suasana hening beberapa saat. Wanita itu berhenti tertawa dan
kami juga diam beribu bahasa.
“Akh!”
Namun kami harus dibuat kaget karena secara tiba-tiba wanita
itu meloncat turun dan berlari kearah kami.
“ANJIR!” Aku, Fahmi
dan Wahyu pun lantas berdiri dan dengan reflek masuk ke bagian dalam pos ronda.
Reza juga mengikuti. Untung pos ronda ini adalah bangunan kecil berbentuk kotak
yang dilengkapi pintu dan jendela di bagian depannya, sehingga kami bisa kabur
masuk.
“KUNCI PINTUNYA WOY!” Teriakku kepada Reza saat aku dan Wahyu
mencoba menahan pintu karena wanita itu berusaha ikut masuk.
Reza dengan sigap lantas mengunci pintunya dan menarik
kuncinya kemudian mengantonginya di saku
DOK DOK DOK DOK!
Berkeringat dingin, kami terdiam di dalam pos ronda. Wanita
itu kembali tertawa-tawa sembari menggedor-gedor pintu pos ronda.
“Anjrit.”
Aku yang bersandar di pintu menoleh ke arah Fahmi yang
mengamati wanita itu dari jendela.
“Wanita itu, Bayangannya merah cok!!” Ujar Fahmi. Wahyu dan
Reza yang mendengarnya pun lantas mengikuti fahmi untuk melihat.
“Serius?” tanyaku kaget. Aku lebih memilih bersandar di pintu
untuk berjaga-jaga semisal pintu ini didobrak.
“Gila.”
“Seriusan.”
“Astaghfirullah.”
Melihat ketiga wajah temanku yang pucat aku pun menyempatkan
diri untuk ikut melirik keluar. Dan apa yang dikatakan Fahmi benar. Wanita itu,
bayangannya merah!
Menyadari kami melirik dari jendela, wanita itu menoleh ke
arah kami. Kami pun reflek mundur dari jendela.
Detik berikutnya, wanita itu tidak menggedor-gedor pintu
lagi. Namun dia terduduk di depan pintu sembari bernyanyi pelan.
Ah sial, jika dia di depan pintu. Kami tidak bisa keluar. Aku
menoleh ke teman-temanku. Diiringi suara lirih wanita gila yang ada di depan,
aku bertanya.
“Kalian ada yang bawa handphone?” tanyaku. Sayang ketiga
temanku itu menggeleng.
Aku terdiam. Tidak ada hal yang bisa kita lakukan selain
menunggu.
1 Jam terlewati dan kami sudah terduduk lemas di dalam pos
ronda. Kami benar-benar lemas karena kami harus menunggu di dalam pos ronda
sembari diiringi suara nyanyian wanita gila di depan pintu. Bahkan sosok Reza
sudah terduduk dan menghadap tembok di pojokan sedari tadi.
“Akh!”
Kami terperanjat, Pasalnya nyanyian dari wanita gila itu
berhenti. Aku dan Fahmi yang ada di dekat jendela lantas mencoba mendongak
keluar. Dari mata kami, wanita itu nampak berdiri. Dia terlihat kebingungan dan
meneteskan air mata.
“Aku bebas.... aku
bebas.”
Aku mendengar dia bergumam. Fahmi juga nampak mendengarnya.
“3 tahun... 3 tahun dan
aku bebas!!”
Saat itulah aku dan fahmi merasa girang. Pasalnya, wanita
gila itu nampaknya menyerah kepada kami dan memilih untuk pergi.
“Hei. Dia pergi cuy!” Ujar Fahmi. Wahyu nampak cerah, dia
lantas berdiri dan ikut mendongak ke jendela. Menyadari wanita gila itu sudah
tidak ada, dia nampak bahagia.
“Sial, ngeri banget.” Ujar Wahyu.
Aku setuju. Namun karena aku ingin segera keluar dari sini
dan pulang, aku pun memilih mengabaikan segala macam basa-basi.
“Za, kuncinya mana? Dia udah pergi.” Ujarku kepada reza.
Fahmi dan Wahyu ikut menoleh ke Reza.
Reza tidak menjawab. Dia masih duduk di pojokan.
“Za?” tegurku lagi.
Aku pikir, semua sudah selesai. Itu sampai kami mendengar
Reza mulai bernyanyi, dan perlahan tapi pasti bayanganya berubah warna.
Yth Pembaca,
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "Cerita Horor Pengantar Tidur Eps 9 : “Gila”"
Post a Comment